"Makan dulu, emang kamu gak laper?" jelasnya sebelum gerutuan sewot keluar dari bibir Donghyuck, yang langsung menatapnya tajam ketika mobil Mark berhenti di sebuah resto makanan all you can eat.
"Laper lah, mau makan banyak pokoknya. Kamu gak boleh protes." Mengikuti Mark yang sudah lebih dulu keluar mobil, Donghyuck akhirnya memilih sebuah tempat duduk yang berada di luar, menarik kekasihnya untuk mengikutinya. Melihat gelagat Donghyuck yang masih irit kata, Mark memilih untuk mengikuti saja apa kemauan pria itu.
"Cranky banget kayak cewek mau PMS, kenapa sih ini pacarnya Mark?" tanyanya di sela kegiatannya memanggang daging dan meletakkan hasil panggangannya di piring sang kekasih. Mereka akhirnya memilih menu barbeque, dengan Mark yang merelakan dirinya untuk memanggang daging untuk makan malam mereka.
"Kurang mateng dikit lagi nih dagingnya." timpalnya yang justru mengomentari hasil panggangan Mark, mulutnya tidak berhenti mengunyah makanan yang diberikan kekasihnya.
"Kamu gak jaim, makan banyak depan pacarmu?" Mark menatap porsi makan Donghyuck, teringat dengan acara makan mereka di awal perkenalan mereka. Di mana Donghyuck tidak malu-malu menghabiskan makanan apapun yang disukainya.
"Enggak lah, aku laper. Kalau jaim-jaim, yang ada akunya gak kenyang." Bantahnya sambil terus mengisyaratkan kepada pria di hadapannya untuk terus memanggang daging. Sebagai kekasih yang baik, Mark menuruti isyarat Donghyuck dengan kembali memanggangkan daging untuk yang lebih muda.
"2 minggu lagi, aku ada acara gathering kantor. Mau ikut gak?" Donghyuck terbatuk mendengar kalimat ajakan Mark yang tiba-tiba. Panik, Mark menyodorkan segelas air putih yang langsung ditenggak habis pria di hadapannya.
"Emang boleh?" Tanyanya ragu, mana mungkin dirinya yang bukan pegawai kantor, menyusup dan ikut ke gathering kantor kekasihnya?
"Bolehlah, biasanya pegawai boleh ajak keluarga. Kan kamu calon mantunya Pak Jaehyun. Lagian weekend ini Hyuck, ikut aja lah yuk? Nanti aku yang bilang ke Papamu deh." Bujuknya saat melihat raut wajah ragu sang kekasih.
"Ya udah. Oke. Nanti aku bilang ke Papa deh." Jawabnya, menghasilkan senyum bahagia di wajah tampan pria yang lebih tua. Tangannya lalu menyuapkan sepotong daging matang yang baru saja ditiupnya. Donghyuck tertawa, membuka mulutnya untuk menerima suapan dari kekasihnya. Kenapa sih pacarnya mudah sekali tertawa untuk hal remeh?
"Hyuck?" Panggilnya pelan, ketika mereka sudah berada di dalam mobil. Acara makan mereka diakhiri dengan perdebatan tidak jelas mengenai siapa yang harus membayar kencan mereka hari itu. Yang dimenangkan oleh Donghyuck, dengan ancaman pria itu tidak jadi mengikuti acara kantor Mark jika Mark tetap bersikeras membayari makan mereka. Mark hanya bisa pasrah jika begitu. Daripada tidak jadi pamer pacarnya di hadapan teman kerjanya?
"Ya?"
"Orang kalau punya masalah tuh ngomong. Kalau kamu berharap aku tau cuma dari kode-kodeanmu, gak bakal kejadian Hyuck." Donghyuck meringis mendengar kalimat panjang Mark, lalu menghindari tatapan mata kekasihnya. Tapi terlambat untuk menarik tangannya, yang terlanjur digenggam oleh pria itu, memaksa Donghyuck menjelaskan kegelisahannya.
"Biasa sih. Mama nanya aku beneran gak mau nikah sama kamu. Gitu-gitu lah."
"Oh." Mark melajukan kendaraannya perlahan, konsentrasinya sedikit terbagi dengan obrolan bersama sang kekasih.
"Oh doang?"
"Ya gimana. Mami juga udah tanya, tapi aku bilang kalau aku gak mau buru-buru." Donghyuck tercekat, kebingungan memilih kata untuk membalas kalimat kekasihnya.
"Maaf."
"Gapapa. Beneran. Kalau semisal kamu belum yakin sama aku, ya udah pelan-pelan aja. Kita gak bakal bisa memprediksi waktu orang buat yakin." Jelasnya panjang. Sisa perjalanan mereka berlalu dalam diam. Terutama karena Donghyuck terlalu canggung untuk memulai kembali percakapan mereka dan Mark justru fokus mengendarai mobilnya untuk mengantar sang kekasih pulang. Bahkan hingga mobil kekasihnya berlalu, Donghyuck masih termenung memikirkan percakapan mereka. Mungkin memang benar dirinya kurang terbuka membicarakan apa yang menjadi kegelisahannya dan justru terlalu dalam memikirkannya sendiri.
"Ma?" Donghyuck menyerah dengan pemikirannya sendiri yang terlalu melelahkan, akhirnya memilih untuk mengajukan pertanyaan kepada orang tuanya setelah dirinya tiba di rumah.
"Hmm?"
"Apa yang bikin Mama yakin sama Papa?" tanya Donghyuck sambil mendusalkan tubuhnya yang sudah ditekuk sedemikian rupa ke arah Johnny. Cuaca yang sedikit mendung membuat Donghyuck yang mudah kedinginan, memilih duduk di antara kedua orang tuanya untuk menghangatkan diri. Tepat setelah dirinya membersihkan diri dan mengganti pakaiannya menjadi sebuah kaos dan celana panjang yang kedodoran. Matanya sudah sedikit menutup karena menikmati elusan tangan Ten di rambutnya.
"Maksudnya gimana sih?" Tanya Ten, tidak paham dengan kalimat putranya yang dirasanya terlalu tiba-tiba.
"Ya kenapa Mama yakin Papa gak bakal nyakitin Mama? Gak bakal selingkuh?"
"Well, isn't that how love works? Everyone is going to hurt you, anyway. You just got to find the ones worth suffering for." Jelas Ten tak acuh. Mencoba menyampaikan maksudnya dengan sederhana, tapi yakin putra sulungnya justru akan semakin bingung dengannya.
"Kalau kamu masih ragu, gak usah dengerin Mamamu. Jalanin aja dulu." Sela Johnny tanpa mengalihkan perhatiannya dari acara televisi di hadapannya. Sebuah acara kompetisi memasak dengan juri yang terkenal galak, sangat Papa Suh sekali.
"Papa juga gitu?"
"Hyuck. Yang namanya yakin itu, gak bisa dijelasin. Ada yang pacaran bertahun-tahun tapi tetep gak yakin. Tapi ada juga yang baru kenal beberapa bulan, sudah langsung yakin. Nikmati saja prosesnya." Donghyuck terkejut dengan nasihat dari sang ayah yang dirasanya mirip dengan cerita dari sang kekasih.
"I just don't feel that I'm good enough for him."
"Gapapa. Kalau kata Gu Jun Pyo ya Hyuck ya, dia udah sempurna, jadi gak butuh apa-apa. Cukup Jandi aja. Mark juga gitu."
"HERAN MAMA KENAPA SUKA NGEJEKIN ANAKNYA SIH?"
"Chit. Yaelah." Tegur Johnny yang mulai lelah dengan pertengkaran mereka.
"Bercanda, ganteng." Ten tersenyum ke arah suaminya, tangannya menjawil dagu pria yang mendengus ke arahnya. "Hyuck, yang menilai kamu cukup baik apa enggak tuh dia. Be good, do good. Kayak kata Papa, nikmatin prosesnya. Karena pasangan itu dibentuk Hyuck, bukan cuma dicari. Yes, you find your soulmate, but commitment makes you stay with him."
"Ma.... " Donghyuck terharu mendengar kalimat panjang mamanya, yang tidak biasanya terdengar bijak.
"Tidur di kamar sana. Sakit badanmu kalau tiduran di sini." Ten mendorong tubuh anak sulungnya yang justru semakin merapatkan diri ke tubuh sang ayah. "Buruan ih." Salah memang Donghyuck terharu dengan wejangan ibunya. Belum 5 detik berlalu, suasana haru sudah hancur berantakan. Tak bersisa sama sekali.
"Bilang dong kalau mau pacaran sama Papa." Dengus Donghyuck kesal karena diusir sang ibu.
"Itu tau."
Donghyuck berdiri dan mencibir kesal ke arah ibunya yang menggantikan dirinya, mendusal ke arah papanya. Dasar genit.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Siti Nurbaya -Sudah Diterbitkan-
FanfictionKatanya bukan Siti Nurbaya, tapi kok Donghyuck mau-mau aja dijodohin? Markhyuck bxb