Donghyuck memijit pelipisnya perlahan. Menutup matanya dan menghitung angka dari satu hingga sepuluh ketika melihat ibunya berada di ruang tengah keluarga Mark. Membuatnya yakin rencananya movie marathon di jumat malam ini akan berantakan. Terutama ketika dilihatnya meja di hadapan mereka sudah penuh oleh berbagai barang. Ada beberapa contoh undangan yang tersebar di meja, bahkan beberapa sudah tergeletak di lantai. Yang Donghyuck yakin berada di sana karena meja yang sudah penuh dan tidak sanggup menampung jumlah undangan yang ada. Donghyuck membuka matanya perlahan dan dihadapkan pada mamanya, dan mami Taeyong, tersenyum ke arahnya. Bahkan Ten sudah melambai-lambaikan tangannya heboh, seakan sudah menduga bahwa putra sulungnya akan datang. Donghyuck mengabaikan kedua pria yang sibuk bercengkrama, dan memilih bergegas menuju kamar sang kekasih, untuk meminjam pakaian, berganti dari pakaian kerja menjadi pakaian yang lebih santai.
"Udah kayak di rumah sendiri ya kamu." Donghyuck meringis ketika telinganya menjadi korban, tepat ketika dirinya baru kembali ke ruang tengah. Mendapati sang ibu melotot ke arahnya karena merasa diabaikan sejak dirinya baru datang. Mendesis pelan, Donghyuck berusaha melepaskan tangan Ten dari telinganya.
"Mama ngapain di sini sih?" tanyanya sambil mengelus-elus telinganya yang perih setelah dijewer sang ibu. Ten mendecih kesal seakan anaknya menayakan hal yang sudah jelas jawabannya.
"Lah kamu ngapain di sini?"
"Pacaran lah. Ngapain lagi?"
"Low budget banget pacaran di rumah?" Donghyuck belum sempat menjawab kalimat ibunya ketika terdengar panggilan nama mereka dari Taeyong, yang entah kenapa sudah ditemani oleh anak sulungnya, duduk manis di ruang tengah, meminta keduanya ikut bergabung. Donghyuck lalu berjalan mendekat, dan memilih duduk di sebelah kekasihnya. Yang langsung dihadiahi tatapan tajam dari mamanya, karena merasa dihindari. Tawa mengejek Donghyuck langsung menghilang begitu menyadari tumpukan kertas di hadapannya dimaksudkan untuk dirinya. Tentu saja untuk dirinya, mana mungkin undangan-undangan ini diperuntukkan buat Jeno kan?
"Nih ya sayang, dipilih mau yang mana. Pacar kamu bingung soalnya." Taeyong menjelaskan sambil menunjuk beberapa jenis undangan yang ada.
"Aku diem aja padahal." bantah Mark cepat, menikmati pelukan Donghyuck dari sampingnya. Matanya sedikit melirik ke arah pria yang sedari tadi diam dan menyandarkan tubuhnya ke arah Mark. "Kenapa?" bisiknya pelan, hingga hanya kekasihnya yang bisa mendengar. Dibalas dengan Donghyuck menggeleng pelan, berbisik sama lirihnya.
"Capek. Tapi ntar kalau kedengeran Mama, diejekin doang." jawabnya, melirik ke arah ibunya, yang justru sudah menyenggol-nyenggol Taeyong menggunakan sikunya sambil tersenyum penuh arti ke arah mereka. Persis seperti yang dimaksudkannya. Mark ikut tersenyum karena senyum menggoda ibunya karena posisi duduk mereka yang berdempetan.
"Nikah aja Hyuck, kalau capek kerja." ujar Ten sambil tersenyum, disambut dengusan oleh orang yang dimaksud. Yang diejek hanya bisa mencibir, malas menanggapi kalimat ibunya dan memilih pamer kemesraan dengan kekasihnya.
"Kamu mau pernikahan yang kayak apa?" tanya Mark pelan, tangannya mengusap punggung kekasihnya, curiga kondisi kesehatan Donghyuck sedikit menurun. Terasa dari tangannya yang panas, juga pria itu lebih banyak diam dan memasang muka lelah.
"Kayak apa ya Mark? Yang penting komitmen gak sih? Karna pasti setelah sekian lama barengan, bakal bosen satu sama lain kan?" bukannya menjawab, Donghyuck justru menyuarakan kebingungan.
"That's not what I mean. But go on." muka Donghyuck memerah saat menyadari maksud pertanyaan Mark, yang telah dijawabnya dengan keliru.
"OH." Donghyuck tertawa canggung, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Yang simpel aja kayaknya. Males juga kalau terlalu rame, ngabisin duit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Siti Nurbaya -Sudah Diterbitkan-
Fiksi PenggemarKatanya bukan Siti Nurbaya, tapi kok Donghyuck mau-mau aja dijodohin? Markhyuck bxb