Jeno menyambut sumringah kedatangan orangtuanya, yang pulang dari kepergiannya selama lebih dari seminggu. Membuat Taeyong menyipitkan matanya curiga dengan kelakuan salah satu anak kembarnya. Bertahun membesarkan dan menghadapi Jeno dan juga Mark, Taeyong tahu bahwa mereka akan berubah seribu kali lebih manis ketika sudah menginginkan satu hal tertentu. Persis seperti saat ini.
"Mamiiiii..." Senyuman lebar tampak di wajah tampan Jeno, membuat matanya menghilang dan menyisakan sebuah garis tipis.
"Kenapa?" Taeyong semakin curiga ketika Jeno ikut duduk di sampingnya, lalu memijat bahunya. Meski begitu, pria itu memejamkan matanya sejenak, menikmati pijatan dari anak bungsunya. Badannya sedikit rileks akibat pijatan sang anak.
"Mau nikah dong Mi." Pinta Jeno, mengulurkan tangannya ke arah sang ibu yang menatapnya heran. Ganti memamerkan jari manisnya yang sudah dihiasi sebuah cincin.
"Sama siapa?" Tanya Taeyong sambil membolak-balikkan tangan sang anak dan mengamati model cincin yang dipilih. Terlalu sederhana. Tapi memang cocok dengan Jeno. Pria itu tidak suka sesuatu yang rumit.
"Ya ampun Mi. Ya sama Jaemin lah, masa mau sama Donghyuck?" Desahnya, disambut tatapan horor dari kakaknya dan juga ekspresi geli sang ayah. Jaehyun memilih untuk mengambil air minum karena kehausan dan hanya mengamati pertengkaran istri dan kedua anaknya dari jauh.
"Jangan. Nanti kasian abang kamu. Jomblo terus." Taeyong cekikikan dengan pernyataannya sendiri yang disengaja untuk menyindir putranya. Tidak sadar jika dirinya sudah dicibir oleh si sulung yang ikut duduk di sampingnya, berlawanan arah dengan sang adik. Mark lalu melingkarkan tangannya di perut sang ibu, wajahnya ditenggelamkan di bahu pria itu. Taeyong tersenyum maklum dengan kelakuan si sulung. "Kenapa? Abang mau nikah juga?"
"Nikah sama siapa? Hyuck belum mau nikah." Jawabnya, tersenyum kecut. Taeyong menepuk-nepuk pipi anak sulungnya sebelum badannya terasa berat karena ganti Jeno memeluknya, membuatnya terjebak di antara kedua putra kembarnya. Tidak ingin kalah, Jaehyun ikut menghampiri istrinya, lalu mendusal di badan kecil pria itu. Menggeser posisi Jeno menyingkir. Menghasilkan desisan kesal Jeno yang tidak terima, juga gerutuan Taeyong yang merasa terhimpit di antara ketiga prianya.
"Papi ganggu ih." Protes Jeno kesal karena acara memeluk sang ibu terganggu oleh badan besar sang ayah. Taeyong kembali tertawa dengan perdebatan ketiga pria yang berebut perhatiannya.
Ten tersenyum lebar melihat Donghyuck yang memasuki ruang makan dengan muka sedikit mengantuk. Membiarkan anak dan suaminya duduk dan menghabiskan sarapan pagi dengan tenang, Ten lalu mengeluarkan sebuah puding coklat berhiaskan sepasang lilin berbentuk angka dengan api menyala begitu sarapan mereka selesai. Dengusan kesal Donghyuck akibat ritual yang masih saja dilakukan sang ibu disambut dengan tawa renyah Johnny dan Jisung.
"Buruan make a wish trus ditiup lilinnya. Keburu meleleh." Desak Ten karena Donghyuck yang tidak juga beranjak. Menuruti perintah sang ibu, Donghyuck lalu berdiri di samping sang ibu, melipat tangan dan menutup matanya sejenak sebelum meniup lilin di hadapannya.
"Gak usah pakai acara ginian harusnya Ma."
"Selamat ulang tahun anak Mama yang katanya ganteng, tapi gak seganteng Papa. Kadonya nanti kasih Mama mantu sama cucu yang lucu ya." Ucapnya tidak peduli dengan kalimat sang putra sebelumnya. Tawa kembali menggema di ruang makan mereka. Jisung bahkan sempat mengabadikan beberapa momen pertengkaran kedua pria di hadapannya itu dengan ponselnya.
"Aih Mama. Kebiasaan."
"Serius lho Mama. Kamu minta dilamar Mark sana. OH ATAU NANTI MAMA BILANG KE MAMINYA MARK YA." Lanjutnya antusias.
"Pa, Mamanya nih." Rajuknya. Tangannya sibuk memotong puding buatan mamanya menjadi beberapa bagian, lalu menyuapkan sepotong kepada sang ayah.
"Selamat tambah tua anaknya Papa. Semoga gak kangen berantem sama Mama." Ucap Johnny, mengusak perlahan surai sang anak yang memang masih berantakan karena belum mandi. Donghyuck sedikit menunduk untuk mencium pipi pria itu.
"Wish macem apa sih itu Pa?" Gerutunya, beralih ke arah sang adik yang masih tertawa melihat pertengkaran kakaknya dengan sang ibu. Donghyuck menyuapkan sepotong puding yang diterima dengan senang hati oleh Jisung.
"Semoga kakaknya Jisung bahagia terus. Gak boleh kurus pokoknya." Ganti Jisung memberi ucapan kepada kakak satu-satunya. Tangannya mengulurkan sebuah kotak kado, yang sebelumnya disembunyikan dengan diletakkan di lantai samping tempatnya duduk.
"Masih aja ngasih kado. Anyway, thank you." Balas Donghyuck, terharu dengan kebiasaan sang adik yang tidak lupa memberinya sesuatu sebagai hadiah ulang tahunnya. Meski tahun lalu, adik satu-satunya yang dia miliki itu memberinya kado berupa berupa postcard dan sebuah korek api. Yang katanya merupakan produk limited edition. Padahal buat apa memberinya korek api, kan dirinya tidak merokok? Keanehan sang Mama sepertinya menurun kepada adiknya itu.
"Jangan lupa ya kadonya mantu sama cucu buat Mama." Sela Ten cepat, tidak membiarkan suasana haru melingkupi mereka terlalu lama.
"Ma, yang ulang tahun aku, kenapa Mama yang minta kado?" Protesnya kesal. Sepertinya mamanya ini benar-benar tidak bisa membiarkan dirinya hidup tenang.
"Buruan mandi Kak. Nanti kuanter." Potong Jisung saat kakaknya masih sibuk membalas kalimat sang ibu padahal jarum jam sudah berada berada di antara angka 6 dan 7. Justru Jisung yang memastikan kakaknya tidak akan terlambat tiba di kantor, bukannya menghabiskan waktunya dengan bertengkar.
"Iyaaa. Ini mau mandi." Teriak Donghyuck menanggapi permintaan adiknya yang akan mengantarnya berangkat bekerja. "MAMAAAA JANGAN MACEM-MACEM SAMA MAMINYA MARK YA."
Ten terkikik mendengar teriakan putra sulungnya, lalu mengambil ponselnya untuk mengetikkan beberapa kalimat. Semakin dilarang, Ten justru semakin merasa seperti disuruh.
Emang gak macem-macem kok, kan semacem aja cukup. Ya kan Yong?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Siti Nurbaya -Sudah Diterbitkan-
Fiksi PenggemarKatanya bukan Siti Nurbaya, tapi kok Donghyuck mau-mau aja dijodohin? Markhyuck bxb