12.

30K 5.1K 256
                                    

"Ma.. " Ten hampir menjerit kaget melihat anaknya mendekat saat dirinya sedang sibuk memasak. Wajahnya terlihat sayu dan tidak bersemangat, dengan kantung mata yang terlihat jelas menggantung.

"Kurang tidur kamu?" Tanyanya cemas. Mengingat putra sulungnya merupakan tipikal orang yang mudah tidur kapanpun, di manapun, menjadi hal yang langka melihat Donghyuck seperti ini.

"Iya." Jawabnya singkat. Donghyuck lalu semakin mendekati pria yang lebih mungil darinya, memeluknya dari samping. "Ma... "

"Hmm?"

"Kalau.... Hyuck gak nikah, gimana?" Ten menoleh ke arah anak sulungnya yang menatapnya ragu-ragu.

"Ya gapapa." Sahutnya, kembali sibuk membuat sarapan untuk keluarganya.

"Tapi katanya Papa sama Mama... " lanjutnya ragu-ragu. Tidak tega ibunya mendengar pengakuannya. Ten tersenyum mengerti, tidak menyangka putranya akan memikirkan dalam-dalam kalimat candaannya tempo hari.

"Hyuck bahagia sama apa yang Hyuck jalani sekarang?" Hampir semenit berlalu hingga anggukan diterima Ten sebagai jawabannya. "Nah, yang penting sekarang Hyuck bahagia. Kebahagiaannya Mama Papa bukan tanggung jawab Hyuck. Kan pada akhirnya Hyuck juga yang bakal ngejalanin pilihan apapun itu, bukan Papa Mama." Jawabnya mencoba menenangkan putra sulungnya. Tangannya mengusak perlahan sosok yang masih menatapnya penuh keraguan. "Gak jadi sama anaknya Taeyong kemaren?" Donghyuck mengedikkan bahunya, tidak tahu harus menjawab apa kepada ibunya.

"Ma...?"

"Apalagi sih? Bukannya bantuin mamanya masak, malah berisik ngajak ngobrol?" Dumalnya kesal karena pekerjaannya tidak kunjung selesai akibat diajak bicara oleh anaknya.

"Itu tangan Mama habis megang cabe gak sih? Bau semua rambut Hyuck." Rengeknya saat menyadari ibunya baru saja memegang kepalanya dengan tangan yang kotor. Ten tertawa lepas mendengar keluhan Donghyuck, lalu menendang pantat anak sulungnya. Mengusirnya dari tempat kebanggaannya.

"Udah sana mandi, gangguin Mama sih. Kualat kamu." Donghyuck mendengus sebelum menuruti permintaan ibunya, kesal karena harus mencuci rambutnya di pagi hari.

"Lix, sini." bisiknya, melambaikan tangan ke Felix yang bingung. Terutama karena San yang masih mengintip keluar jendela kantor mereka. Tak ingin terlalu lama penasaran, Felix menuruti panggilan San, ikut mengintip keluar jendela.

"Apa?" balasnya berbisik, kepalanya menempel dengan pria di sampingnya yang terkikik.

"Itu tuh yang gue bilang kemaren jemput Donghyuck." Suara mereka tidak cukup pelan untuk diabaikan Donghyuck yang masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya. Sudah lewat jam kerja tapi dirinya masih disibukkan dengan setumpuk file, dan Donghyuck memilih untuk menyelesaikannya sekarang daripada akhir minggunya diganggu oleh pekerjaan. Berkebalikan dengan dua makhluk yang sudah tidak ada pekerjaan tapi malah mengganggu Donghyuck yang akan merepet panjang pendek tiap kali digoda oleh rekan kerjanya itu.

"Kalian kenapa gak pulang sih? Udah jam segini?" Sindirnya pedas, merasa kalau dirinya yang dijadikan bahan pembicaraan kedua temannya. Juga karena dirinya tahu bahwa pekerjaan Felix bahkan sudah selesai dari sebelum jam kerja mereka berakhir. San berbalik dan menghampiri Donghyuck lalu duduk di sebelahnya.

"Lah elu ngapain masih lembur padahal udah dijemput pacar lu? Kerjain besok senin aja kayak gue." Entah mengapa Donghyuck tidak terkejut dengan kalimat yang diucapkan San. Melirik sekilas pada ponselnya yang berisi notifikasi tiga puluh menit yang lalu, berisi pesan singkat dari Mark untuk menjemputnya.

"Bukan pacar gue dibilang."

"Ooohhh bukan pacar tapi jemput mulu ya kan?" Sindirnya halus, menahan tawanya karena ekspresi Donghyuck yang galak.

Bukan Siti Nurbaya -Sudah Diterbitkan-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang