Billy adalah Theo? Ini tidak mungkin!

338 6 0
                                    

Aku pulang bersama Andrew. Sepanjang perjalanan aku memikirkan Theo. Aku mulai mengingat kembali masa kecilku bersamanya.

Aku dan Theo adalah teman akrab. Dia sangat percaya dan kita benar-benar seperti adik dan kakak. Kita juga sama-sama memiliki saudara. Nyaris saja kakak Theo pacaran dengan Kak Marcell. Hanya saja, aku melarang Kak Marcell.

Jadi waktu itu, Theo pernah mempermalukanku. Jelas sekali dan dia sudah tahu bahwa aku benar-benar pemalu ketika kecil, saat itu adalah hari dimana aku dan Theo masuk sekolah dasar. Tiba-tiba ketika jam istirahat, tanpa sengaja seseorang menumpahkan sesuatu pada bajuku. Aku menangis tanpa Mommy disisiku. Waktu itu aku memanggil Theo. Namun Theo hanya melihatku dipermalukan didepan yang lainnya dan ketika salah seorang guru memanggil namanya dan menanyakan tentang dirinya. Dia menolak bahwa aku temannya dan tidak mengakui bahwa dia mengenalku. Dia mengatakan bahwa "aku tidak mungkin mengenalku gadis tukang nangis seperti dia," katanya.

Aku geram dan ingin sekali memarahinya. Aku kecil sangat polos sehingga aku dengan mudahnya memaafkannya. Lalu aku pun mulai beranjak besar dan mulai mengerti arti balas dendam. Ketika acara ulang tahunku yang ke 8 dirayakan. Aku tentu saja mengundangnya. Tetapi ketika Mommy mengatakan untuk memberikan kue spesial keduanya kepada Theo. Aku menolaknya. Aku berkata, "aku bahkan tidak mengenal siapa dia dengan pakaian seperti itu," kataku. Wajah Theo memerah dan mulai merasa malu, namun dia berusaha menahannya hingga pesta itu selesai. Sejak saat itu aku tidak pernah ingin untuk bertemu dengannya.

Ketika kita sudah sama-sama kelas 3 SD, kita mulai memiliki teman masing-masing. Aku bermain dengan teman-temanku di rumahku. Kami bermain sepeda. Sedangkan Theo asyik mengobrol dengan teman-temannya di teras rumahnya. Saat itu keadaan kita masih saja tetap sama, tetap tidak saling menyapa. Ketika aku bermain sepeda, aku sedikit kehilangan keseimbangannya karena lama sekali tidak bermain sepeda, lalu aku terjatuh dan lenganku terjatuh pada aspal di depan rumah. Lenganku berdarah, lututku juga berdarah. Aku menahan sakit itu hingga Theo melihat ku terjatuh. Dia segera menghampiriku. Dia menolongku, sedangkan aku menolak untuk menerima pertolongannya. Aku berlari ke dalam rumah dan mengunci pintu rumah ku. Aku menahan sakit. Sejak saat itulah aku benar-benar tidak ingin bertemu Theo lagi hingga dia pindah rumah. Aku melupakannya hingga aku tumbuh menjadi gadis remaja.

Lalu seseorang menyadarkanku dari ingatan masa kecilku. "Celia...Celia...Celia!!!" panggil Andrew. Aku tersadar dan menatapnya, "ada apa?" kataku.

"Kamu terdiam hingga setengah jam. Kita sudah tiba," kata Andrew.

Aku terkejut mendengar ucapan Andrew barusan. "Apa? Oh, okay. Maaf, aku tidak....," ucapanku disambung oleh Andrew. "Tidak apa-apa," kata Andrew seraya tersenyum padaku.

"Baiklah. Aku masuk dulu. Terima kasih," kataku.

"Sama-sama. Sampai jumpa besok," kata Andrew.

Aku tersenyum lalu masuk ke dalam dan mencoba menemui Mommy. Namun aku melihat seorang lelaki yang benar-benar aku rindukan, Kak Marcell. Aku memeluknya.

"Aku merindukanmu," kataku dalam dekapannya.

"Aku juga. Adik kecil yang manis," kata Kak Marcell.

"Mommy, Daddy kemana?" tanya ku.

"Mereka sedang ada acara. Apa besok kamu masuk sekolah?" tanya Kak Marcell.

"Yep. Kakak mau mengantarku?" tanyaku.

Kak Marcell tersenyum, itu artinya bahwa dia mengatakan iya padaku. Lalu aku segera kembali ke kamar dan sejenak melupakan pikiranku tentang Theo.

Remember When....Where stories live. Discover now