Hari-hariku Berbeda Dari Sebelumnya

272 6 0
                                    

Pukul 5.35 aku sudah mendengar suara Kak Marcell memanggilku. "Celia!! Bangun!" ucapnya. Aku berkutat dengan guling ku dan selimut ku masih menutupi tubuhku. Aku malas mendengarnya.

"Okay baiklah! Terserah jika tidak aku akan memanggil Daddy untuk membangunkan mu. Biar dia tau kalau anak perempuannya ini pemalas!" ancamnya.

Aku langsung bangun mendengar Kak Marcell menyebut nama Daddy. "Ah pandai sekali kamu mengancamku," kataku lalu bangun dan mandi untuk berangkat sekolah.

Di meja makan, Kak Marcell mengatakan sesuatu. "Aku rasa aku butuh pijatan karena semalam mengangkat beban orang yang benar-benar berat,".

Aku masih saja tidak mengerti bahwa kata-katanya tertuju padaku. Kak Marcell terus mengomel sendiri. "Hey Celia! Kamu tidak menyadari bahwa semalam aku mengangkatmu ketempat tidur?" ungkapnya.

"Benarkah? Lagipula kenapa Kak Marcell tiba-tiba ada di kamarku?" kataku dengan santai.

"Ya..ya..aku sedang mencari sesuatu," jawabnya.

"Apa yang kamu cari?" tanyaku.

"Uhmm headphone. Ya semalam headphone ku rusak dan aku harus mencari ke kamarmu," jawabnya lagi.

"Kak Marcell, sejak kapan aku memakai headphone. Aku selalu memakai earphone. Dengar? Jadi lain kali jangan mencari ke kamarku," kata ku lalu tak sengaja melihat ke arah jam dinding.

"Dan aku rasa aku akan telat untuk ikut bus sekolah," kataku lalu buru-buru membereskan makanku dan pergi.

Aku berlari hingga ujung perumahan ku dan itu melelahkan. Aku berlari melihat bus sekolah itu. "Tunggu..tunggu!!" teriak ku dengan napas yang kalang kabut. Aku terus berlari mengejar bus itu hingga aku tidak menyadari bahwa ada batu di depanku.

Aku terjatuh dan lututku berdarah. Aku merintih kesakitan. "Ah ini menyakitkan," itu kata yang aku ucapkan. Aku melihat keselilingku tidak ada siapapun yang menolongku untuk bisa tiba ke sekolah. "Dan aku akan kena hukuman!" gumamku dengan kesal.

"Semua karena Kak Marcell!! Jika kita tidak berdebat pasti aku tidak akan telat,".

"Ikutlah denganku," tiba-tiba suara yang tak asing terdengar dari arah belakang. Aku menoleh dan sedikit terkejut melihat Andrew hingga aku kehilangan keseimbangan. Untungnya Andrew cepat tanggap. Dia memegang badanku. Aku melihat matanya dengan jelas. Lalu aku segera sadar dan memanggil namanya. Baru dia melepaskannya. Kita terdiam sejenak.

"Aku rasa kita akan terlambat. Cepat masuk ke mobilku dan kita pergi ke sekolah," kata Andrew.

Mau tidak mau aku harus ikut dengannya jika tidak aku akan semakin terlambat. Padahal aku telah berjanji pada diriku akan menghindar dari Andrew karena aku.....

Aku tidak melanjutkannya karena Andrew bertanya sesuatu hal padaku. "Apa semalam kamu melihatku dari jendela kamarku?" tanyanya.

Pertanyaan itu benar-benar mengejutkanku. Aku tidak tau harus menjawab apa. Tapi mengapa dia bisa mengetahuinya.

"Uhmm...uhmm kata siapa?" jawabku.

"Itu bukan jawaban atas pertanyaan ku," kata Andrew.

Aku mengumpatnya dalam batinku. "Sial! Sejak kapan dia pintar berbicara," gumamku.

"Aku juga ingin tau sejak kapan kamu melihatku dari jendelamu?" kataku dengan menaikkan nada suaraku.

Andrew dengan sikap santainya menjawab, "dan itu juga bukan jawaban atas pertanyaanku. Baiklah jika kamu tidak ingin menjawabnya," katanya.

Aku kesal dengan sikap lelaki yang mudah menyerah karena wanita. Aku pun mau tidak mau harus mengakuinya. "Okay aku akui. Semalam aku melihatmu dari jendelaku. Puas?" kataku.

Remember When....Where stories live. Discover now