Episode 5

175 27 0
                                    

Episode 5 Kumohon... Tidak!

"Hahahahaha!" Suara tawa seorang wanita dengan pakaiannya yang serba mewah, menggelegar di seluruh sudut ruangan minum teh ini.

Tepatnya yang tertawa itu ibuku, sedangkan tidak hanya ibuku, disana juga terdapat istri-istri ayahku yang lain. Jangan lupakan juga keberadaan kami, anak-anak.

Saat ini kami sedang menikmati pesta minum teh antar keluarga. Sebenarnya ayah ikut, tapi hanya sebentar, sebelum kemudian seorang jenderal mendatanginya. Anak-anak duduk bersampingan, tepatnya melingkar, dengan posisi setengah para ibu-ibu, dan seterusnya anak-anak.

"Jadi kalian sudah bertemu dengan Sebastian? Ahaha! Reaksi mereka malah lebih lucu dari yang kubayangkan." Tawa ibu melihat kami.

"..." Aku dan Alven hanya dapat diam. Yang menceritakan ini bukan kami, tapi kakak keempat kami. Valdis.

"Benar. Saat aku melihat mereka dari kejauhan, pikirku lucu. Maka dari itu aku tidak segera keluar menghentikan mereka." Jawabnya.

"Astaga... Val memang jahil seperti Kaisar waktu muda. Mohon jangan tersinggung, tuan muda Alven dan Arven." Kali ini seorang wanita dengan ciri sama persis dengan Valdis, ikut menyahut. Mungkin itu ibunya. Namun aura dinginnya tidak mirip dengan aura cerah milik Valdis.

"Tidak masalah~ hanya pertikaian anak-anak. Orang dewasa tidak perlu ikut, hahaha!" Jawab ibu.

Aku menatapnya kesal. Yang masalah kami, kenapa yang tidak masalah itu kau?

"Oh, ya, ngomong-ngomong sudah usia berapa putramu, si Valdis? Kelihatannya dia tampak seperti usia 5 Tahun." Ibuku bertanya. Ibunya Valdis, atau dipanggil madame Angelina, jika dibedakan antara para selir raja, rambut ibu Valdis sangat pendek. Hanya sebahu, dengan hiasan kepalanya hanya topi dengan ...Aku tidak tahu apa itu. Akan ku sebut jaring rambut-aku tidak peduli-.

Wanita yang tampak lebih dewasa dengan aura dinginnya, meski ia tersenyum, membuat suasana sedikit menyeramkan. Err... maksudku bagi anak-anak.

"Valdis masih 4 tahun, sama seperti Sebastian, adik sepupu dari Valdis... seminggu lagi mereka akan lima tahun. Postur tubuhnya saja yang ingin menyaingi kakak-kakaknya yang lain. Lagipula bagi... 'kami' itu wajar." Ia sempat melirik anak-anak seperti kami, lalu melanjutkan kalimatnya.

Kupikir itu pembicaraan yang perlu dirahasiakan anak-anak.

'Arven.' panggil seseorang.

Huh?

Aku menatap samping kananku. Itu Alven. Hanya saja, sepertinya ia tidak mengucapkannya dari bibir. Selain itu, apakah tadi aku mendengarnya berbicara tanpa cedal?

'Apa kau dengar aku?' aku masih tertegun, saat ia melanjutkan, 'sepertinya tidak bisa ya...'

'...ada apa?' jawabku. Ia menatapku terkejut.

"Kau bisha mendengalnya?!" Teriaknya tiba-tiba. Semua orang berhenti dan menatap kami. Aku berpaling muka.

"Hmm? Ada apa Arven?" Tanya seseorang, dengan ciri rambut hitamnya.

"Dia Alven. Arven yang sebelahnya. Arven itu lebih pendiam dari Alven." Koreksi ibu.

"Ah! Maafkan aku, mereka sama persis. Jika tidak terlalu sering bersama mereka, kami pasti akan salah memanggil lagi, hohoho~" tawanya aneh.

Namun, Alven segera menjawab sebelum menjadi perhatian lagi. "Tidak apa-apa! Aku hanya berbicala shendili." Ia menyengir canggung.

Namun ibu-ibu itu menganggap biasa, dan melanjutkan obrolan mereka. Meskipun begitu, anak-anak lain tidak mempercayai Alven. Terutama si pirang itu, atau Nicole.

Where Am I !? (The Twins)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang