Episode 12

74 8 0
                                    

Episode 12 

Teng teng teng

Suara lonceng bergetar. Suara kerumunan yang khawatir dan berharap. Banyaknya anak-anak seusia Alric entah itu bangsawan ataupun rakyat, semua berkumpul di gereja ini.

Perbedaannya hanya jalur yang dipakai. Para rakyat akan menuju ke bangunan di sebelah kiri, dan bangsawan juga keluarga kekaisaran menuju ke bangunan sebelah kanan.

Pada awalnya, dulu bangsawan dengan para rakyat berada di satu gedung. Namun, terjadi kerusuhan yang dilakukan para bangsawan ke rakyat. Semenjak itu, mereka lebih memilih ketenangan dalam antrian, dan membuat dua jalur untuk 2 golongan.

Saat ini aku sudah berganti pakaian, namun kemeja putih dengan renda lalu menggunakan blazer berwarna biru dan celana hitam, ini sama persis dengan yang ku pakai sebelumnya. Bedanya, aku sekarang tidak memakai pita di leherku. Alven yang melihat, juga mengikutiku untuk tidak memakai pita. Alhasil kerah kami terbuka.

"Nah, ayo Arven sayang~ kita sudah sampai." Ibu keluar setelah ayah, lalu gantian ibu dan ayah yang menuntun kami keluar.

Aku bersandar, seharusnya menjadi berpegangan, pada Alven. Itu… juga karena kekhawatiranku, takutnya bila aku tergelincir dengan tubuh selemah kapas ini. 

Merepotkan…

Sedangkan Alven, justru malah merangkul ku dan memegang lenganku. Kami turun dengan hati-hati. Setelah sampai ke tanah, sekilas aku melihat raut wajah ayah dan ibu yang sedikit aneh. Bisa dikatakan dengan ekspresi rumit, mungkin.

Namun segera saja seseorang datang menghampiri kami. "Alven! Arven!"

Kulihat seorang anak lelaki dengan pakaian seperti pada komik-komik, dengan memakai jubah coklat tua, senada dengan rambut acak-acakannya yang berwarna coklat. Matanya yang biasa memancarkan aura ketegasan, saat ini tengah berbinar menatap kami—maksudku aku dan Alven tentunya—.

"Alric! Jangan berlarian seperti anak kecil~ kau sudah 10 tahun, lho." 

Ibu menegur Alric yang terburu-buru menghampiri kami. Diikuti Alan yang hanya berjalan santai, juga seorang lelaki yang berjalan bersama madame Azaella.

Alric menatap ibu, lalu mengabaikan. Ia mendekatiku dan Alven. "Bagaimana kondisi kalian? Apakah perjalanannya menyenangkan?"

Aku menjawab. "Tidak. Itu… menakutkan." Alven mengiyakan ucapanku.

"...bagaimana jika, biarkan nanti aku yang bersama kalian kalau begitu!" Ia menampilkan senyuman seolah ia dapat diandalkan.

"Woy. Jangan memonopoli adik sendirian." Tiba-tiba Alan menyahut. Ia menatap kami. "Aku juga akan bersama kalian."

Melihat ini, ayah dan ibu tidak tinggal diam. "Tidak boleh! Kalian adalah bintang utama upacara ini. Setelah upacara selesai, aku tidak yakin, apakah kalian bisa mengontrol insting kalian!" Tegas ayah.

Jika berdasar pemahamanku, menurutku ayah hanya mengucapkan alasan untuk menutupi keinginannya yang ingin satu kereta dengan kami. Lihat saja akting ayah dan ibu yang saling menyetujui satu sama lain.

"Soal itu, kami tentu bisa lakukan! Sebenarnya, itu semua tergantung pilihan Alven dan Arven." Ia berekspresi serius. Lalu menatap kami. "Adik~ apakah kalian ingin satu kereta dengan kakak-kakak? Biarkan para orangtua satu kereta, sedangkan anak muda biar berkumpul bersama."

Senyuman manisnya ingin membuatku muntah. Tapi tidak jadi. Itu akan melukai harga dirinya—itupun kalau dia sadar—.

'Alven. Kau ingin dengan siapa?' kali ini aku yang mengajak obrolan di telepati.

Where Am I !? (The Twins)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang