Episode 16

137 12 2
                                    

Episode 16 

... entah mengapa…

Aku menatap Valdis yang kini memberiku puding. Err… tepatnya mereka bergantian memberiku makanan manis mereka. Jika aku mengatakan kekenyangan, saat siang atau sore bahkan malam, mereka tetap akan menyodorkan makanan manis, terkadang juga… apa-apaan ini… boneka?=_=

Kamarku dengan Alven jadi penuh dengan mainan, entah itu boneka, puzzle, balok-balok bangunan dengan hiasan, atau alat mainan sihir yang tidak kupahami. Semenjak kejadian di gereja terakhir kali, dan aku meminta mainan satu kali, mereka memberiku banyak mainan dan camilan.

... sebenarnya apa yang terjadi?

Saat kutanya Alven, ia hanya menjawab, "mungkin mereka sedang menarik perhatianmu. Abaikan saja jika tidak nyaman. Aku yang akan menolak mereka untukmu."

"..." 

Apa maksud ucapannya?

Oh. Suatu hari aku juga pernah keceplosan mengatakan isi pikiranku, tepat setelah aku mendapatkan mainan bercahaya itu. Aku mengatakan, "...Untung saja di dunia ini ada."

Alven yang berada di sampingku satu-satunya, menatapku aneh. Aku panik, namun ia tidak mengatakan apa-apa sambil bersikap seperti biasanya.

Untung saja tidak berakhir mengerikan, pikirku.

'Arven. Ayo kita pergi ke tempat itu.' aku sedikit terkejut.

Saat ini aku sedang meminum teh sambil makan camilan. Aku meliriknya. 'bukankah kita akan tetap dijaga oleh pengawal itu? Bagaimana cara lolos?'

Ia tampak merenung. Aku menyesap tehku kembali. Bersikap tidak mencurigakan bagi pengawal itu.

'...hmmmm bagaimana kalau kita bermain mengecoh?'

Setelah itu, ia pun mengatakan rencananya padaku. Meski aku ragu, tapi paling tidak kami harus mencobanya.

"Hey, Michael, George, apakah kalian ingin menemani kami? Aku dan Arven saat ini sedang bosan." Alven memulai aksinya dan memanggil 2 pengawal kami yang selalu berada di belakang kami.

Kulihat George, pengawal Alven, tengah menatap di udara. Tampaknya dia menatap Michael di belakangku. Lalu ia berinisiatif untuk bertanya. 

"Apa yang bisa saya dan Michael lakukan, tuan?"

'gotcha!' kata Alven. Aku hanya pura-pura tidak mengetahui sesuatu.

"Hmm… apa ya~?" Ia mulai berakting. Alven menatapku. "Bagaimana menurutmu?"

Aku menatapnya dengan pura-pura polos. "...bagaimana jika petak umpet? Sepertinya bagus."

Michael yang dari tadi diam, mulai menyahut, " tapi tuan muda Arven… kondisi tubuh anda kurang memungkinkan untuk berlarian dan bersembunyi. Bagaimana jika itu memperburuk kondisi anda?"

Aku meliriknya dengan ekor mata. "Kan ada Alven. Selama aku bersembunyi dengan Alven, dan kalian yang mencari, itu akan baik-baik saja. Atau…"

Aku menatap George dengan tatapan disalahkan. "Jangan-jangan kalian sebenarnya tidak mau, tapi berdalih dengan alasan kondisiku? Itu…" aku melanjutkan akting anak malang dengan menunduk sambil mengerucutkan mulutku sedih.

Aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya, tapi, aku merasa sesuatu tidak benar. Suasana yang sangat hening ini… justru membuatku canggung. Aku melirik ke arah Alven. Ia tampak sangat terkejut dilihat dari ekspresinya. Namun saat aku meliriknya, dengan cepat ia merubah ekspresi.

"...err. itu …" George menatap Michael sejenak sebelum melanjutkan dengan posisi kaki dirapatkan, tubuh membungkuk dan tangan kanan berada di dada kiri. "Dengan segala hormat, kami akan melaksanakan perintah anda."

"Ahahaha! Akhirnya~ kebebasan ini~!" Teriak Alven tepat setelah kami memasuki Eden Park kami.

"...kau benar. Semenjak terakhir kali aku pertama kali bangun, kita sama sekali tidak pernah kesini semenjak saat itu." 

Aku ingin melakukan hal konyol. Akhirnya aku membaringkan tubuhku dan ingin berguling sampai ke Padang rumput di bawah. Ini sangat menyenangkan!

"Woahh! Boleh juga, tuh!" Setelah itu, ia mengikutiku untuk berguling di bukit rerumputan.

Selain itu, kami pun bermain-main, bahkan memakan buah apel emas. Namun, kali ini hanya Alven yang memanjat. Aku tidak diperbolehkan. Mungkin karena dia trauma…? Aku jadi merasa bersalah. Maka dari itu hanya bisa menunggu apel yang dijatuhkannya.

Kami juga bermain air, atau sekedar mencari batu-batu cantik di sungai.

Lalu aku dan Alven menatap danau. Danau ini… rupanya kami tidak pernah bermain sampai seperti ini.

"Ternyata menyenangkan, ya? Bahkan buah… apa namanya tadi? Apel?" Alven yang tengah menatap danau sepertiku segera menolehkan kepalanya.

"...iya anggap saja Apel, bukan? Ahaha~" aku pura-pura tertawa, dengan diam-diam meliriknya.

Ia tampak terdiam sesaat, sebelum memalingkan kepalanya ke arah danau. Ia berkata. "Apa kau tidak takut dengan danau?"

Aku mengikuti tatapannya. 

Danau ini jika dilihat dari dekat, rupanya… ugh. Jangan dibayangkan. Sekilas memang indah, dengan hutan rimbun yang mengelilinginya. Beberapa akar pohon yang mencuat ke arah danau, beberapa tanaman apung yang berada di atasnya. Ada juga teratai, warna putih bening, tapi letaknya di tengah danau. Bahkan beberapa ikan kecil sesekali keluar dan berada di pinggir danau.

Namun… dari sudut pandang ku, warna danau itu sendiri sudah sangat menyeramkan. Warnanya normal, hanya biru, namun, semakin kau melihat kedalam danau itu… semakin gelap tempat itu. Aku dapat memperkirakan seberapa dalamnya danau ini, sehingga bahkan dasar danau tidak terlihat. Hawa sunyi ini… jika malam hari, aku bisa membayangkan.

Aku bergidik dan mengusap lenganku yang meski memakai kemeja putih panjang, namun aku merasa dingin. Mungkin karena celanaku hanya sepaha, dilanjut kaus kaki sebetis dengan sepatu.

Tiba-tiba seseorang memelukku. Aku menatap Alven yang menampilkan senyumannya. "Jangan dipaksakan jika kau takut. Ayo, kita pergi dari daerah danau. Disini mungkin akan jadi lebih dingin."

Aku menatapnya terbengong-bengong. Sejak kapan dia ahli menebak? Apakah dia pergi ke peramal saat aku sedang pingsan? Dia seolah sudah mengenalku dengan baik tiap kali aku ingin atau tidak ingin sesuatu.

"...baiklah."

Satu hal yang tidak aku tahu pasti, sesaat setelah kami pergi, sesosok bola mata besar berwarna emas tengah menatap kepergian kami dari dalam danau. Lalu sosok itu pergi dengan cepat, namun tubuhnya seakan sangat besar dan panjang. Setelah kepergiannya, riak danau menjadi tenang kembali seolah memang seharusnya dia tidak berada disana.

...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Where Am I !? (The Twins)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang