2.4

5.3K 1.6K 585
                                    

Seungmin menoleh dengan kening berkerut. "Lo ngomong apa? Gue gak denger."

Hyunjin hendak membuka mulutnya untuk kembali mengucapkan kata yang sama sebelumnya, namun ia mengurungkannya.

"O-oh bagus deh kalo gak denger." ujarnya kaku.

Seungmin menatap tajam Hyunjin. "Lo ngomong macem-macem ya sebelumnya?"

"Nggak k-kok! Ck, yaudah nih gue ulangin. Tadi tuh gue bilang kalo kopi lo enak banget. Bagi resepnya dong." jawab Hyunjin, bohong.

Seungmin langsung tersenyum lebar, namun itu membuat Hyunjin semakin ketakutan.

"Iya dong! Lo udah nyobain ya? Bagus deh kalo enak, gue jadi ada temennya. Hehehehe." ujarnya sambil terkekeh.

Hyunjin menggaruk kepalanya bingung. "M-maksudnya ada temennya apa ya?"

"Kopinya gue campur darah. Dan lo bilang enak, berarti kita samaan. Gue jadi ada temennya, hehehe." jawab Seungmin, masih dengan senyum bahagianya.

Deg!

Jantung Hyunjin berasa berhenti sekarang. Seluruh tubuhnya mendadak kaku, tak bisa digerakkan.

"Jin? Lo kenapa? Muka lo pucet banget buset. Pengen berak ya?" tanya Seungmin khawatir.

Hyunjin menatap Seungmin takut-takut. "Dicampur darah, lo bilang?"

Seungmin mengangkat satu alisnya, namun setelah itu ia langsung terbahak-bahak.

"HAHAHAHA!! YA AMPUN HYUNJIN, GUE CUMA BERCANDA!"

"Lawak lo, hah?" Hyunjin berpura-pura kesal, padahal ia merasa jika Seungmin tidak bercanda.

Seungmin masih tertawa, sedangkan Hyunjin merasa tidak nyaman.

"M-min, gue ba-balik ke kamar ya. Nanti gue balikin novelnya kalo udah selesai. Makasih." ujarnya dan segera keluar dari sana sambil menutup pintunya.

Tubuhnya bersandar lemas di balik pintu kamar Seungmin dengan kakinya yang gemetaran.

"Ng-nggak mungkin dia pelakunya."












































Di tengah malam ketika semua orang sudah tertidur, lelaki bertopi hitam itu keluar dan pergi menuju pinggir pantai sambil menenteng sebotol minyak tanah. Ia tak menyadari jika ada seseorang yang diam-diam mengikutinya dari belakang.

Begitu sampai, ia langsung berjalan menghampiri 4 perahu yang disandarkan pada pohon. Dengan semangat, tangannya menuangkan minyak tanah itu ke perahu tersebut sampai minyaknya tak bersisa.

Dia menyalakan korek apinya, dan melemparnya ke arah perahu yang sudah disiram minyak. Sehingga kobaran api, langsung menyebar dengan cepat.

Lelaki itu tersenyum, menatap kobaran api di hadapannya. "Enak aja kalian mau kabur. Gak bisa dong, haha."

Sampai akhirnya tiba-tiba orang yang mengikutinya tadi, datang memergoki aksinya. Ia terkejut bukan main melihat perahu hasil jerih payahnya dan teman-temannya hangus dibakar.

"Wah berani juga ya lo ngikutin gue?" lelaki bertopi itu tersenyum sinis.

Felix membeku di tempatnya begitu melihat wajah lelaki yang membakar perahunya. Sampai rasanya ia mau lari, tapi kakinya seakan kehilangan saraf-sarafnya.

Felix gemetar takut, dan berbalik hendak berlari. Namun dengan gerakan cepat, lelaki itu menarik kaos bagian leher belakang Felix hingga membuatnya terjungkal ke belakang.

"Gak akan ada yang bisa kabur dari sini, termasuk lo." tunjuknya kepada Felix.

"J-jadi selama ini, lo pe-pelakunya??"

Lelaki itu tertawa keras sambil bertepuk tangan gembira. "Iya, kenapa? Gak nyangka ya?"

Entah kenapa Felix menjadi emosi melihatnya. Dengan berani, ia bangkit dan menatap tajam lelaki itu. "Lo manusia penuh drama busuk yang pernah gue temuin."

"Terus kalo udah ditemuin, mau diapain? Dimasukin ke museum? Wkwk."

"Bajingan." Felix memukul rahang lelaki itu cukup keras.

Lelaki itu tertawa sarkas, dan menatap datar Felix. "Cari mati ya?"

Dan akhirnya malam itu, terjadilah aksi pukul-pukulan satu sama lain di tepi pantai. Baik Felix maupun lelaki itu, mereka sudah sama-sama babak belur. Namun sampai sejauh ini, keduanya tidak memutuskan untuk mengalah ataupun dikalahkan.

Felix tidak mau kalah karena dia yakin jika dirinya kalah, ia akan langsung dibunuh. Sedangkan lelaki itu tidak mau kalah karena jika dirinya kalah, maka Felix akan memanggil semua teman-temannya dan semua rencana lelaki itu akan gagal total.

Felix tersungkur, dan langsung diinjak-injak oleh lelaki itu. Sejujurnya, Felix sudah tidak sanggup. Tubuhnya sudah terasa nyeri semua, namun ia teringat nasib teman-temannya.

Lelaki itu mengusap darah di bibirnya, dan memandang nyalang Felix yang meringkuk kesakitan. "Kalian semua manusia sampah yang gak bisa ngertiin keadaan orang lain!!"

BUAK!

Felix ditendang dengan kuat hingga tubuhnya terguling dengan kencang dan berakhir membentur batu besar.

"Bangun, brengsek." ujar lelaki itu sambil menatap tubuh Felix yang sama sekali tidak bergerak dengan posisi tubuhnya membelakangi lelaki itu.

Ia penasaran kenapa Felix tidak ada pergerakan sama sekali, jadi ia pun menghampirinya dan menarik tubuh Felix yang telungkup dekat batu.

Namun justru lelaki itu terkejut dengan kedua matanya yang terbelalak ketika melihat banyak darah diatas batu. Dan ternyata darah itu berasal dari kepala Felix.

Lelaki itu menaruh jarinya di leher Felix, namun sama sekali tidak ada denyutan disana.

"Ng-nggak. Gak mungkin." ujarnya sambil menggeleng pelan dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Lix? FELIX!!" panggilnya sambil menepuk pipi Felix.

Hingga akhirnya air matanya jatuh begitu saja. Entah kenapa, lelaki itu tak bisa memungkiri dirinya yang tanpa sengaja membunuh Felix. Sekejam apapun dirinya, ia tetap merasa kehilangan karena Felix adalah salah satu temannya juga. Ia tidak sengaja membunuh Felix, dan itu membuatnya menyesal.

Dirinya sendiri juga bingung. Apa betul ini rasa penyesalan? Atau hanya dibuat-buat?

Namun setelahnya, lelaki itu justru menarik mayat Felix ke tepi pantai. Dan setelah itu apa yang dilakukannya?

Lelaki itu menghanyutkan mayat Felix ke laut untuk menghilangkan jejaknya.

Ia menghapus bekas air matanya, dan kembali melangkah pergi. Karena misi utamanya untuk membakar perahu, sudah dilakukannya.

Dan sepasang mata di balik pohon, memerhatikannya sedari tadi.






















































"Kapan lo bakal berhenti, Kim Seungmin?"

[2] Alarm | TXT ft. SKZ『√』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang