Ginga.

1.6K 96 19
                                    

di luar angkasa yang terpisah dari seluruh galaksi yang ada sebuah eksistensi kehidupan yang tidak diketahui tengah berdebat akan sesuatu. yang satu menginginkan seluruh kehidupan di hentikan, sementara satunya memiliki harapan besar pada seluruh kehidupan di semesta.

"Kau terlalu naif! 'mereka' hanya akan merusak seluruh alam semesta berkali - kali." kata sisi gelap. "kau lihat sendiri bukan Ginga?"

"kau salah! memang 'mereka' bisa merusak, tapi 'mereka' juga bisa memperbaiki apa yang 'mereka' rusak." sanggah sisi terang. "berilah harapan pada 'mereka' Lugiel."

Lugiel mendengus kesal pada Ginga, dia tidak percaya bisa memiliki sisi naif seperti itu. "kalau begitu lebih baik kita berpisah disini Ginga."

Ginga langsung terkejut saat mendengar kata - kata Lugiel, keterkejutannya bertambah saat dirinya serasa di dorong keluar oleh energi tak kasat mata. tangannya terulur berusaha menggapai Lugiel yang hanya diam tanpa melakukan apapun.

"Lugiel! Lugiel! LUGIEEEELLL!!"

"Lugiel!"

seorang Ultra kid terbangun menyerukan sebuah nama, anak itu terlihat tidak peduli dengan air mata yang mengalir.

"Ginga?" panggil seseorang dari luar kamarnya. "kau baik - baik saja?"

"iya Hikari-san maaf menganggu tidurmu."

Ginga lalu mendengar Hikari tertawa. "aku sudah bangun dari tadi Ginga, boleh aku masuk?" 

"boleh."

pintu kamarnya terbuka dan seorang Ultra bewarna biru masuk, wajah serius yang biasa ia perlihatkan pada koleganya melembut saat ia berjalan menghampiri Ginga dan duduk di tepi kasurnya. tangannya mengusap air mata yang mengalir.

"mimpi buruk yang sama lagi."

Ginga mengangguk. "hanya yang ini lebih jelas, beberapa hari lalu semua mimpiku tidak terlalu jelas."

"mau bicara?"

"uhm." Ginga menyetujui dan mendekatkan diri pada Hikari. "di mimpi ini aku bersama seseorang namanya Lugiel sedang berargumen."

"apa yang kalian debatkan?"

"Ideologi perdamaian."

Hikari menyerngit bingung tapi meminta Ginga untuk melanjutkan ceritanya. "Lugiel menginginkan semua bentuk kehidupan di hentikan sementara aku yang entah mengapa terdengar seperti orang dewasa justru menaruh harapan pada semua kehidupan, Lugiel yang kesal akan pendirianku yang menurutnya naif langsung membuat kami menjadi eksistensi berbeda. a... aku mencoba meraih Lugiel tapi dia hanya diam tanpa meraih tanganku yang terulur padanya."

"Lugiel bagaimana penampilannya?"

"dia hitam kelam dengan mata merah yang terlihat begitu menakutkan." jawab Ginga. "aku lupa wujud kami saat menjadi satu eksistensi."

"begitukah? bagaimana sudah lebih tenang?"

Ginga mengangguk sebelum ia mencium bau gosong. "Hikari-san masakannya gosong."

Hikari langsung berlari keluar dengan wajah panik, Ginga yang penasaran langsung mengikuti Hikari yang sudah ada di dapur. di dapur Ginga melihat Hikari meletakkan kain lembab di atas panci yang isinya terbakar.

"Hikari-san maaf, karena mendengar ceritaku masakan Hikari-san jadi seperti itu."

"tidak apa - apa bukan salahmu, aku kira sudah kumatikan apinya tadi ternyata masih menyala." ujar Hikari. "Ginga bisa buka semua jendelanya tidak?"

Ginga langsung membuka semua jendela sesuai yang diminta Hikari, beruntung ia termasuk anak yang tinggi sehingga dia tidak perlu repot - repot memakai kursi kecil sebagai pijakannya. sementara di dapur Hikari membuka kulkas dan mengambil dua butir telur, satu - satunya bahan makanan yang masih ada. Hikari segera menggoreng telur tersebut, salah satunya ia masak setengah matang karena tahu Ginga menyukai telur setengah matang.

"Ginga ayo makan!" seru Hikari sambil meletakkan dua piring nasi dengan telur sebagai pendampingnya.

Ultra kid yang memiliki kristal di tubuhnya langsung memasuki ruang makan dan duduk di sebelah Hikari, Ginga dengan lahap memakan makanannya kontras sekali dengan Hikari yang makan dengan kalem.

"Ginga pelan - pelan saja nanti kau kesedak."

menelan makanannya Ginga menjawab. "baik Hikari-san." ia langsung melanjutkan makanannya hanya saja sedikit lebih pelan dari sebelumnya.

~...~

Hikari menggenggam tangan kecil Ginga agar anak itu tidak hilang ditengah kerumunan, kedua berjalan di area supermarket yang menjual bahan pangan. merasa sudah membeli semua yang mereka perlukan kedua Ultra yang terlihat bagaikan ayah dan anak itu langsung menuju antrian kasir yang bejibun banyaknya dengan ibu - ibu Ultra.

"Hikari-san aku bantu bawa sebagian ya?" tawar Ginga.

melihat - lihat apa yang bisa ia tawarkan pada anak tersebut Hikari langsung memberikan beberapa ikat sayur berbagai jenis. Ginga menerimanya dengan senang hati, setidaknya Hikari mau mempercayainya untuk membawa sebagian belanjaannya.

~...~

Ginga berjongkok menatap bunga kristal indah yang berjajar rapi di taman, begitu indahnya sampai anak tersebut mengingat tentang Lugiel.

"kau melihat makhluk hidup hanya dari sisi buruk mereka Lugiel." Ginga lalu memetik salah satu bunga. "kalau kita bertemu suatu hari nanti ku harap kita bisa berjalan berdampingan, karena kita satu eksistensi."

"Ginga."

anak itu menoleh dan berlari ke arah Hikari yang telah berdiri di belakangnya, Ginga menerima tangan Hikari yang terulur padanya. Keduanya lalu berjalan pulang kerumah mereka, Ginga tersenyum dengan kehangatan yang diberikan Hikari padanya.

'Aku percaya kedamaian akan tercapai saat semua makhluk hidup saling menerima dan menghargai, ketika mereka dapat menerima kesedihan itu kebahagiaan bisa tercapai.'

New Generation: Kid Stories.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang