Sendiri ....
Terpuruk ....
Diasingkan ....
Tidak ada yang peduli ....
'Tak di anggap ada ....
Benalu ....
Hama ....
Sampah ....
Caci maki ....
Cemoohan ....
Kebencian ...."Arghh ..." teriakku terbangun dari lamunan dan segala pikiran yang selalu menghantui hidupku.
Semua menatapku, semua berpaling untuk melihat ke arahku, tatapan tajam mereka sangat menusuk, bagai harimau yang siap menerkam mangsanya.
Bukan kepedulian yang akan mereka berikan, bukan uluran tangan yang akan mereka lakukan, bukan pula perkataan lembut yang akan mereka lontarkan. Tetapi perlakuan kasar yang siap menyambut diriku.
Bahkan mulut mereka pun sudah ternganga lebar siap mengeluarkan kata-kata yang akan membuatku semakin terjatuh dan ingin rasanya lari dari dunia ini.
"Woy, hama, nggak usah cari perhatian, deh! Pake segala teriak-teriak, biar apa? Biar semua orang kasian liat diri lo, ha?" teriak Vina teman sekelasku.
Hama? ya, itu nama panggilan untukku dari mereka. Apa kalian pikir aku benar-benar hama? Aku manusia sama seperti kalian.
"Diem lo, muak gua denger suara lo, cih!" teriak Rangga teman sekelasku yang duduk di depanku. Dia meludah tepat di depan mukaku, beruntung sekali tidak mengenai wajahku, karena ludah itu jatuh tepat di atas meja belajarku.
Semua menatapku dengan tatapan tidak suka, mereka mencaciku seperti ingin aku menghilang dari hadapan mereka.
Coba katakan padaku, apa kalian akan kuat diperlakukan seperti itu? Caci maki dan bentakan sudah menjadi makanan sehari-hariku di sekolah.
Apa aku harus melawan mereka? Apa aku harus membalas semua perlakuan mereka? Ah, itu hanya akan membuatku semakin tersakiti, karena sekuat apapun aku melawan mereka, tetaplah mereka yang akan menang, tidak akan ada yang membela dan memperdulikan diriku bahkan keluargaku sendiri.
Oh, iya, aku bukan pesuruh kelas yang selalu dijadikan pembantu oleh mereka, aku juga bukan gadis nerd yang cupu dan pendiam ataupun senang menyendiri, bukan pula gadis jelek yang gemuk dan penuh dengan jerawat, aku cukup cantik jika saja mereka bisa membuka mata mereka dengan lebar.
Sebenarnya aku orang berada, lahir dari keluarga yang memiliki beberapa perusahaan sukses di kota ini, aku juga cukup pintar dalam hal akademik. Jadi, apa yang membuat mereka begitu benci dan tidak suka kepadaku? Entahlah, nanti kalian akan mengetahuinya sendiri.
"Halmahera Dutami," panggil seorang guru yang muncul di balik pintu.
Aku sangat beruntung karena ada seseorang yang membuat teman-teman sekelasku menghentikan aksinya, "saya, Bu," jawabku ketika sadar bahwa ia memanggil namaku.
"Ikut saya ke kantor!" perintah guru itu dan segera berbalik meninggalkan ruang kelas.
Aku mengangguk dan segera berdiri untuk mengikutinya, tetapi saat aku sedang berjalan melewati beberapa temanku ....
Brukkk ....
"Aww ..." ringisku menahan sakit.
Aku terjatuh begitu saja di atas lantai tersandung kaki milik Vina yang sengaja ia ulurkan untuk membuatku terjatuh.
"Hahaha," semua yang melihat itu tertawa, mereka tertawa sangat bahagia melihat penderitaanku.
Aku bungkam, terdiam menahan pedih yang sedang kurasakan, tangisku hampir pecah, tapi kutahan sekuat tenaga agar tidak keluar. Karena aku tahu, jika aku menangis itu sama saja menunjukkan bahwa aku lemah di hadapan mereka dan itu akan membuat mereka semua semakin bahagia dan merasa menang atas penderitaanku.
Aku segera bangkit dan berlari sekuat tenaga menjauhi mereka, menumpahkan segala perihku dengan air mata.
Sungguh, aku sudah tidak kuat dengan semua ini.
Aku ingin lari dari dunia ini, aku ingin terbang bebas mencari kebahagiaanku. Seseorang, siapapun itu, tolong aku!
____________________________________
Hai, readerss!
In syaa Allah cerita ini bakal aku buat sampe ending, beneran kok nggak bohong. Tungguin terus, ya, sampe aku update, hihi.Semoga kalian suka cerita ini😉
Tinggalkan jejak ❤️
Happy reading. 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST FRIEND AND FIRST LOVE (SUDAH TERBIT!!)
Lãng mạnPLAGIAT DILARANG MENDEKAT!! BUKU SUDAH DITERBITKAN DAN BISA DIDAPATKAN DI TOKO BUKU ONLINE ATAU WEBSITE guepedia.com Sinopsis: Seorang wanita yang hidup dalam kesengsaraan, menjalani hidup dalam kepedihan. Kebahagiaan 'tak pernah berpihak padanya, b...