18. Kembali terpuruk

35 5 5
                                    

"Ibu?"

Aku sedikit berteriak sekaligus terkejut dengan apa yang kulihat. Suara seorang wanita yang sedang marah-marah tadi ternyata adalah Tante Intan, dan lelaki yang dimarahinya 'tak lain adalah suaminya sekaligus Papa Defan, Anton. Dan satu lagi, wanita bersama Anton adalah Ibuku sendiri. Aku sangat malu sekali dengan kelakuan Ibu.

"Hera! Jadi ini Ibu kamu?" tanya Tante Intan menyadari kehadiranku, "Tante nggak nyangka ternyata bitch ini Ibu kamu!" Tante Intan berkata seolah 'tak percaya dengan nada kecewa, ia menangis dan terus mengumpat kepada suaminya dan selingkuhannya, Ibuku.

Defan menghampiri dan memeluk Tante Intan, 'tak tega dengan keadaan Mamanya. "Papa jahat! kenapa Papa ngelakuin ini semua!" bentak Defan sangat marah kepada Om Anton.

Aku hanya bisa terdiam, menyaksikan adegan di depan mataku dengan air mata yang terus mengucur 'tak terbendung. Hatiku sakit, kenapa Ibu berselingkuh dengan Om Anton? Padahal istri dan anaknya sudah sangat baik sekali kepadaku.

"Def, Papa bisa jelasin."

"Jelasin apa, Pa? Semua ini udah ada di depan mata. Papa udah selingkuh di belakang Mama, padahal Papa pamit untuk tugas keluar kota, 'kan? Papa jahat! Papa udah mengkhianati aku sama Mama." Suara Defan bergetar, ia seperti ingin menangis tetapi ia tahan sekuat mungkin. Tante Intan masih terus berlindung dalam pelukannya.

"Bahkan Papa sempat mau menjodohkan Defan seolah sangat menginginkan yang terbaik untuk hidup Defan. Tapi apa, Pa? Papa malah buat Defan kecewa sekarang, Papa nggak sayang lagi sama Defan dan Mama!" Om Anton terlihat hanya bisa menunduk dan terdiam, di satu sisi sepertinya ia terlihat menyesal, tetapi di sisi lain sepertinya ia lebih memilih Ibu tiriku.

Ibu menatapku tajam, seperti menyuruhku untuk menjaga rahasia ini rapat-rapat dari Ayah. Aku hanya bisa menunduk dan bingung harus berbuat apa.

"Ayo, Mas. Kita pergi dari sini," ucap Ibu tanpa berdosa sama sekali. Dan bodohnya Om Anton malah mengangguk dan menuruti perkataan Ibu. 'Tak memperdulikan istri dan anaknya yang kini sedang kecewa begitu besar. Sudah kubilang, perkataan Ibu tiriku itu memang seperti sihir, mampu mempengaruhi siapapun, aku tidak mengerti ilmu apa yang ia gunakan.

Tanpa perasaan bersalah sedikitpun, mereka keluar dan pergi. Tante Intan hanya bisa meratapi kepergian suami dan selingkuhannya dengan tangisan yang turun 'tak henti-henti.

Defan dan teman Tante Intan yang sedari tadi bersamanya terus menenangkannya, "pergi kamu dari sini!"

Aku terkejut, jantungku seperti berhenti tiba-tiba. Diikuti rasa takut dan sedih, saat mendengar bentakan Tante Intan yang sangat memekik di telingaku. Padahal baru tadi siang ia menghibur dan memberiku sebuah ponsel. Tapi kini dan di detik ini, ia membentak dan mengusirku.

"Ma," lirih Defan seperti tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Tante sakit hati sama Ibu kamu, pasti kamu juga nggak jauh beda sama Ibu kamu. Sekarang kamu pergi dan jangan pernah lagi dekat-dekat dengan Defan!" serunya dengan amarah yang terus membara.

Aku membelalakkan mata masih tak percaya, seorang wanita yang sudah kuanggap sebagai Ibuku sendiri, dan yang telah menyemangatiku, kini terlihat sangat benci dengan diriku. Aku menangis sejadi-jadinya, menumpahkan segala kepedihan ini sambil berlari meninggalkan Defan dan Tante Intan.

Bersama derasnya hujan dibawah cakrawala berwarna hitam. Jalanan sepi 'tak berpenghuni, pun aroma tanah yang menyeruak ke dalam hidungku. Aku terus berlari menjauh dari sana, ditemani tangisku bersama bisingnya air hujan.

"Aaa ..." teriakku seperti orang kehilangan akal. Aku masih 'tak percaya dan sangat sulit sekali rasanya jika menyatakan bahwa semua yang terjadi malam ini adalah kenyataan dan bukan mimpi.

FIRST FRIEND AND FIRST LOVE (SUDAH TERBIT!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang