4. First Friend and First Love

105 43 86
                                    

Pagi yang indah, aku menapaki jalan dengan langkah gontai dan mata yang dipenuhi lingkaran hitam. Ditemani embun pagi yang menciptakan hawa dingin.

Tiba-tiba ....

"Awas ..." teriak seseorang yang berada 'tak jauh dariku.

Aku terkejut dan berteriak ketika mengetahui ada sebuah mobil yang akan menabrakku.

"Aaaa ..."

Aku membuka mata dengan posisi tubuh yang tertidur di atas rerumputan yang ada di pinggir jalan, aku baru saja terjatuh karena seseorang telah mendorongku untuk menghindar dari mobil itu.

"Aw ..." ringisku ingin berdiri sambil mengangkat tanganku yang sedikit sakit, beruntung tidak ada luka serius pada tubuhku.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya pria itu sambil membantu diriku untuk berdiri.

Aku menggeleng, "enggak, harusnya aku yang nanya kamu, kamu nggak apa-apa, 'kan?" tanyaku dengan kepala menunduk.

"Kamu aneh, ya, harusnya aku yang nanya kaya gitu, 'kan, kamu yang hampir ketabrak tadi."

Aku tersenyum sambil sedikit mengangkat kepalaku, "aku nggak apa-apa, makasih ya udah nolongin aku."

"Iya sama-sama."

"Eh, kamu cewek yang waktu itu, 'kan? yang di depan warung makan itu?" tanya pria itu mengingat bahwa kami pernah bertemu sebelumnya.

Aku mengangkat sebelah alisku, aku baru menyadari kalau pria yang berada di depanku ini adalah pria yang sudah dua kali aku jumpai sebelumnya.

"Kenalin, nama aku Defanda Herdiansyah, kamu bisa panggil aku Defan," ucapnya tersenyum sambil mengulurkan tangan kanannya.

Aku tersenyum dan membalas uluran tangan itu, "aku Halmahera Dutami, panggil aja aku Hera."

Ya, Hera, nama panggilan yang selalu ingin aku dengar dari orang-orang di sekitarku, selain dari Hama dan nama menyakitkan lainnya.

"Seragam kamu kotor, penampilan kamu juga acak-acakan dan wajahmu pucat, kamu sakit?" tanya Defan memperhatikan tubuhku dari atas kepala hingga ujung kaki, sepertinya dia bisa menebak bahwa ada sesuatu yang disembunyikan olehku.

"Ha? Eng-enggak, kok, aku nggak apa-apa," jawabku mengelak dan sedikit terharu karena baru kali ini ada yang sudi untuk peduli pada diriku.

Defan menggeleng, "enggak, kamu pasti bohong, aku tau kamu sakit, atau kamu belum makan? Wajah kamu pucat banget, mending kita mampir ke warung makan sekitar sini, ya, biar aku yang traktir," ajak Defan sambil menarik pelan tanganku, sudah dua kali Defan menyentuh tanganku begitu saja seperti ini.

"Oh, maaf," ucap Defan menyadari pandangan mataku yang memperhatikan tangannya. Bukan karena aku terbawa perasaan atau mulai jatuh cinta, aku hanya tidak menyangka bisa bertemu dengan seorang Defan yang sangat baik dan mau menyentuhku seperti ini, walaupun perkenalan kami belum terlalu lama.

Aku membenarkan posisi tas yang berada di punggungku, "nggak apa-apa."

"Ya, udah, yuk, kita cari makan," ajaknya ramah. Aku hanya mengangguk dan mengikuti langkah kaki Defan.

"Makannya pelan-pelan, dong, jangan buru-buru gitu," tegur Defan menahan tawanya melihat cara makanku yang seperti baru bertemu dengan makanan setelah sekian lama. Ya, kalian bisa membayangkan bagaimana rasanya ketika perut kelaparan selama hampir dua hari.

"Hehe, kamu kenapa nggak makan?" tanyaku mulai mengakrabkan diri.

"Liat kamu makan sebanyak itu, perut aku udah kenyang duluan, haha."

"Jangan gitu, ayo makan!" ajakku menghentikan sebentar aktifitas makanku.

"Iya, iya. Oh, iya, kamu sekolah dimana?"

Sekolah? Ah, iya, bicara tentang sekolah, aku sampai lupa kalau aku harusnya sudah berangkat ke sekolah saat ini.

"Ya, ampun, udah jam berapa ini? Aku, 'kan, harusnya berangkat sekolah sekarang, aduh, pasti telat, deh, aku." Aku sangat panik sekarang.

Defan melirik sekilas jamnya dan menarik tanganku untuk tenang dan kembali duduk. "Jam 8, gerbang sekolah pasti udah ditutup, mending nggak usah masuk sekalian aja daripada kamu telat dan dihukum dengan keadaan kaya gini," ucap Defan terlihat prihatin dengan penampilanku, andai aku tidak berpenampilan kusut saat ini, mungkin aku akan terlihat sangat cantik dengan rambut yang tergerai bebas dan mata berwarna coklat jernih.

Aku menghela nafas dengan kasar, "makasih banget, ya, kamu udah baik banget sama aku, perkenalan kita bukan sampai disini tapi aku harus segera pulang sekarang," ucapku segera berdiri untuk keluar dari dalam warung makan itu.

"Hey, kamu belum menjawab pertanyaanku, sekolah dimana kamu, dan dimana rumahmu?" tanya Defan sebelum aku benar-benar berjalan semakin jauh.

Aku menghentikan langkah dan membalikkan tubuhku, "jangan tahu terlalu dalam tentang kehidupan aku Defan, nanti kamu akan menyesal dan menjauhiku," ucapku memaksakan senyum ini, senyum yang menggambarkan banyak sekali luka terpendam.

"Aku nggak peduli, aku mau berteman sama kamu," tegas Defan 'tak ingin perkataannya ditolak.

Aku masih melengkungkan senyum palsuku, "you will be my first friend," jawabku singkat sambil pergi melanjutkan langkah kakiku.

Defan terlihat tersenyum sambil menatap kepergianku.

"Maybe you say i will be your first friend, but i think, you will become my first love."

______________________________________

Haiii, author comeback 👋😂
Iya, akhirnya Hera bertemu seseorang yang mau peduli sama dia, ya, hihi^^

Pencet vote dan komenn sekaraang!
Hargai karya orang lain jika dirimu juga ingin dihargai 😊

FIRST FRIEND AND FIRST LOVE (SUDAH TERBIT!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang