13. Tante Intan

41 8 40
                                    

Awalnya, eksistensimu 'tak begitu kuhiraukan
Namun lambat laun, jiwaku berkata, kau adalah pahlawan yang akan mewarnai hidupku yang kelam.

Apa yang harus kulakukan? Kau terus saja membahagiakan tanpa memberi luka.
Berterima kasih? Aku yakin kau sudah bosan
Dengan harta? Maaf, aku hanyalah si miskin.
Dengan kebahagiaan pula? Bahkan hidupku pun sangat tertekan.

Aku hanya bisa bersyukur atas segala yang telah terjadi pada hidupku kini
Burung, terima kasih, kau sudah memberi tahu Tuhan bahwa aku pun ingin bahagia
Tuhan, terimakasih telah mengirimkan sosok Defan dalam hidupku.
Def, jangan pernah pergi, aku bahagia bersamamu dan aku sangat membutuhkanmu untuk menjalani hidup ini.

Halmahera Dutami.

***

Satu minggu berlalu, aku menjalani hidup tanpa Defan, entah dimana saat ini Defan berada, yang jelas sudah seminggu ini dia tidak hadir dan aku tidak tahu dimana rumahnya sehingga sangat sulit bagiku untuk bertemu Defan, hal itu membuat Vina beserta teman-teman yang lain di sekolah semakin leluasa untuk menyakiti diriku.

"Belanja ke pasar semua keperluan yang udah Ibu catat!" perintah Ibu membuyarkan lamunanku yang sedang duduk di meja belajar, "iya, Bu."

Hari ini adalah hari minggu. Memang, ke pasar adalah rutinitasku setiap hari minggu, bagaimanapun juga aku tetap senang diberi tugas seperti ini oleh Ibu, karena aku bisa dengan bebas menghirup udara segar di luar rumah.

"Aww ..." teriakku ketika rok yang kupakai terciprat air oleh mobil yang melaju di sampingku. Apa dia tidak melihat bahwa ada orang di sini?

"Duh, gimana ini masa aku pulang pake rok basah dan kotor gini," aku hanya pasrah sambil terus mengibaskan tangan berusaha membersihkan noda pada rokku.

Ternyata mobil yang telah membuat rokku basah itu pun berjalan mundur dan menghampiri diriku.

"Aduh, maaf, ya, Nak. Tante nggak sengaja," ujarnya meminta maaf dengan ekspresi sedikit panik, "yuk, ikut Tante pulang ke rumah aja, kamu ganti pakaian kamu, liat, tuh, kotor gitu," ucap wanita paruh baya itu.

Saat aku mengangkat kepala dan menatap wanita ini, aku seperti mengingat sesuatu, loh, wanita ini 'kan ....?

"Tante yang waktu itu bayarin obat saya di apotek, 'kan? Makasih banget, ya, Tan, rok saya yang basah ini nggak sebanding, kok, sama kebaikan Tante ke saya," ucapku tersenyum meyakinkan.

"Tetap aja baju kamu harus diganti, nanti kamu masuk angin, loh, pake pakaian basah dan kotor gitu. " Aku menatap sekilas baju dan rok yang kupakai, wanita ini benar, tidak mungkin pula aku pulang dengan pakaian seperti ini.

Akhirnya aku mengangguk pasrah, "ya, sudah, Tan, saya mau ikut Tante ke rumah." Wanita ini pun tersenyum senang dan mengajakku masuk ke dalam mobil.

"Siapa nama kamu, Nak?" tanyanya saat di dalam mobil.

"Hera, Tan," jawabku sedikit canggung.

Sedikit ada kesenangan di dalam hatiku karena kini bertambah lagi satu orang yang baik hati kepadaku seperti Defan. Ya, Defan, entah apa kabar kamu kini.

"Oh, Hera. Kenalin, nama Tante, Intan," ucap Tante Intan sembari mengulurkan tangan kanannya, aku membalas uluran tangan itu dan Tante Intan kembali fokus menyetir mobilnya.

"Tante juga punya anak seumuran kamu, mungkin kamu bisa berteman dengan dia," tawar Tante Intan menatapku sekilas.

Aku pun bertanya-tanya, siapa anak Tante Intan? Apakah dia akan menerima kehadiran diriku dan apakah dia mau berteman dengan aku yang selalu terkucilkan ini?

'Tak lama, mobil Tante Intan pun terparkir di halaman rumah yang bisa dikatakan megah, aku yakin pasti Tante Intan adalah orang kaya.

"Ayo, Nak. Masuk ke dalam rumah Tante," ajak Tante Intan setelah kami keluar dari dalam mobil, aku pun membuntuti Tante Intan sampai kami tiba di dalam rumah itu.

"Loh, Hera?" ucap seorang lelaki saat melihat kehadiran diriku.

Aku pun terkejut, mengapa lelaki ini ada disini? Aku maju beberapa langkah dan kami saling tatap dengan ekspresi yang 'tak bisa ditebak.

"Jadi, kalian udah saling kenal?" tanya Tante Intan membuat kami berdua berhenti bertatapan.

"Ma, dia Hera, teman sekelas Defan yang selalu Defan ceritain ke Mama." Benar, lelaki tersebut adalah Defan. Aku sedikit 'tak percaya dengan apa yang kulihat, ada rasa rindu yang 'tak bisa terungkapkan. Ya, takdir kembali mempertemukan kami di sini.

"Oh, jadi kamu wanita yang selalu Defan bangga-banggakan ke Tante? Kamu cantik dan baik hati, sayang, Defan nggak salah milih kamu jadi temannya," ucap Tante Intan mengelus pelan rambutku. Bangga-banggakan? Apa yang Defan banggakan dari diriku kepada Mamanya? "Tante ke atas dulu, ya, ngambil baju untuk kamu, kalian bisa ngobrol berdua dulu," lanjutnya dan segera berlalu menuju kamar beliau.

"Def, kamu kemana aja selama ini? Aku kira kamu pergi dan ninggalin aku," ucapku dengan nada sedih mewakili semua pertanyaan besar di kepalaku.

"Hey, berapa kali aku bilang kalo aku nggak akan ninggalin kamu dan aku akan selalu ada untuk buat kamu bahagia."

"Tapi seminggu ini kenapa kamu nggak pernah masuk sekolah? atau jangan-jangan kamu pindah sekolah lagi?"

Defan hanya tersenyum dan menghembuskan nafas perlahan, "aku pergi ke luar kota ikut Ayah untuk bantuin dia ngurusin perusahaannya, makanya aku nggak pernah sekolah." Bohong! Aku tahu Defan berbohong karena nada bicaranya saja seperti sedikit kebingungan.

Tetapi aku hanya mengangguk paham seolah aku memang percaya dengan perkataan Defan, "waktu kamu nggak sekolah, Vina dan teman-temannya semakin sering nge-bully aku, Def."

"Maaf, ya, Her, seminggu ini aku nggak ada di sisi kamu saat kamu butuh aku." Defan seperti kecewa pada dirinya sendiri, "aku memang superhero yang nggak berguna," lanjutnya dengan nada penyesalan.

"Nggak apa-apa, Def, yang terpenting kamu nggak pernah ninggalin aku, dan semenjak kehadiran kamu aku juga udah mulai berani, kok, ngelawan mereka, walaupun cuma sedikit hehe," ucapku menunjukkan deretan gigiku.

"Ini, Nak, ganti dulu pakaian kamu," titah Tante Intan yang muncul dari dalam kamarnya.

"Oh, iya, Tan, maaf merepotkan," jawabku tersenyum canggung.

"Nggak apa-apa, kok, lagian juga emang Tante yang salah udah buat baju kamu basah gitu." Aku tersenyum kembali dan segera beranjak untuk mengganti pakaianku.

"Ma, jangan pernah kasih tahu apa pun tentang Defan ke Hera," pinta Defan dengan nada memohon.

Tante Intan tersenyum dan merangkul anaknya tersebut, "iya, sayang, Mama bakal ngelakuin apa pun asal kamu bahagia," ucapnya sambil mengecup kening Defan.

"Makasih, ya, Defan, Tante, udah nganterin Hera pulang," ucapku setelah turun dari mobil Tante Intan.

"Iya, Nak, kami langsung pulang, ya, soalnya sebentar lagi Papa Defan bakal pulang,"

"Oh, iya, Tan, sebentar." Aku beralih menatap Defan, "Defan, besok jangan lupa sekolah, ya! Awas kalo sampe kamu nggak sekolah." Aku berkata dengan nada sedikit mengancam. Defan hanya terkekeh melihat ekspresiku dan hanya menjawab dengan anggukan.

Mobil Tante Intan pun segera beranjak setelah aku melangkahkan kaki menuju pintu rumah.

"Darimana aja kamu?"

____________________________________

Alhamdulillah akhirnya bisa kembali update 😭
Dari kemaren sibuk sama tugas sekolah, maaf ya🙏
Yukk tinggalkan jejak 🌟

FIRST FRIEND AND FIRST LOVE (SUDAH TERBIT!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang