1

4.5K 314 4
                                    



"Sepertinya kau membutuhkan mainan lagi” Yuta mengamati Taeyong saat ia memasukkan mobil ke area parkir.

“Bagus, mungkin aku bisa meminjam salah satu punyamu”. Taeyong meraih gagang pintu dan menutup mobil Marcedes-Benz G-Class kemudian masuk ke dalam gedung. Yang tidak ia butuhkan adalah nasihat dari seorang gangster bertato naga bernama Yuta.

“Hei, aku pria lajang saat ini”. Yuta bersikeras dan Taeyong hanya mendengus, mengangguk. Yuta mengekori Taeyong. “Sebentar, temanku bilang dia punya barang bagus, karena aku sahabatmu kali ini akan ku beri padamu”. Yuta menyombong sementara matanya masih menatap layar handphone.
"Sudahlah” Taeyong memandang Yuta untuk menyuruh berhenti. Yuta tidak mundur,

“Tapi....aku penasaran, banyak wanita yang sudah tidur denganmu, apa tidak ada satupun yang menarik?”

Taeyong hanya tersenyum kecut mengeluarkan rokok filter, menyalakannya, dan menghembuskan asap rokok seperti awan. Ia bisa saja dengan mudahnya mendapatkan yang ia mau, seperti uang atau wanita. Siapa yang menyangka pria dengan scars itu anak mafia pemasok “barang” di kawasan kota.
Di apartemen nya penuh dengan Smith & Wesson 500 magnum, yang kecepatan pelurunya bisa terhempas mencapai kecepatan 632 meter per detik. Puluhan rusa dan musuh telah menjadi korbannya.

Taeyong menggulung lengan baju menuju balkon, merasakan sesekali angin menyapu rambutnya dan berkata pada dirinya kalau Yuta benar. Sepertinya rasa bosan ini karena Taeyong butuh mainan.

Ia butuh mainan.









...








“Tidaaaaaaak !”

Mata Doyoung terbuka. Teriakannya menggema dalam kamar. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, tubuhnya basah oleh keringat, gambaran mimpinya sangat jelas seperti ia menyaksikan langsung pembunuhan itu. Keji.

"Ini terjadi lagi". Batinnya.

Sakit kepala terasa di bagian bawah kepalanya dan menjalar ke atas. Doyoung melihat jam. Pukul tiga. Sambil meletakan tangan di kepala, Doyoung memijat pelipisnya. Beberapa gambar selalu terekam. Doyoung menunduk, disudut matanya berair.

kenapa?kenapa aku?

Penglihatan itu muncul ketika Doyoung sejak kecil. Takdir ini entah hadiah atau kutukan baginya, mewarisi bakat cenayang sang nenek.

Ini semua karena kau anak sialan!”

Teriakan itu menggema lagi di kepala, membuatnya semakin pening.
Gongmyung, kakak kandung Doyoung yang 3 tahun lalu meninggal karena kecelakaan hebat tabrak lari. Doyoung sudah memperingatkannya. “Aku akan baik-baik saja, tenang” itu kata-kata terakhir darinya. Mengusap puncak kepala Doyoung dan dikecupnya pelan. Bukan sekali dua kali Doyoung bermimpi dan menjadi nyata. Ketika bermimpi beberapa gambar dan ditemukannya wajah Gongmyung, Doyoung tersadar dan menangis.

Doyoung mengekori Gongmyung pergi. Keramaian kota membuat Doyoung sesekali kehilangan jejaknya. Jaket levis dengan topi hitam, ia menandai Gongmyung. Dari kejauhan Doyoung melihat sepasang kekasih yang saling bergandengan tangan, Doyoung senang melihat kakaknya tersenyum bahagia. Doyoung melihat beberapa food truck yang beragam, ia sedikit takjub karena Doyoung tak sering datang ke tempat ramai seperti ini.

Maniknya terhenti pada penjual es di sebelahnya. Doyoung merogoh saku untuk 2 won ice cream mint. Namun tanpa aba-aba kepalanya mendadak pening, ia mengerjap, badannya tak mampu menopang lagi, ia tersadar akan satu hal “mimpinya”.
Doyoung mencoba mencari Gongmyung dengan matanya yang sedikit kabur, namun nihil. Sampai ia mendengar suara keras dari ujung jalan, gendang telinganya menangkap suara itu.

"aku terlambat” Doyoung terbata.

Ini semua karena kau anak sialan”.

Tak terkejut ucapan itu ia dengar dari orang yang telah melahirkannya. Ibu Doyoung sangatlah kasar, diawali makian kemudian ancaman. Itu juga yang membuat Doyoung selalu berada dalam rumah. Bukan karena terlalu melindunginya, namun lebih tak ingin bakat Doyoung diketahui orang lain.

Runtuh sudah harapan dan cintanya. Disaat hanya Gongmyung yang selalu membela Doyoung, kini ia seorang diri mengepalkan tangan dan menahan bulir air matanya.

Doyoung menghela napas dan menyeka air matanya sembari berjalan menuju dapur. Diteguknya soju sisa semalam yang ia beli di toko sebrang. Lalu ia mengusap sikutnya yang pedih karena luka, haruskah ia mengutuk segerombolan pria yang mencegatnya tadi malam?























.
.
.
Duh aku moody banget, tapi semoga cerita ini berlanjut.

Terima kasih telah membaca 💚

Blooded [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang