Taeyong berputar dan menendang dengan keras kemudian memukul samsak tinju yang tergantung di depannya.
Bukk,
Samsak itu dipukul, berayun, dan kembali lagi. Ia berkeringat, rambutnya basah. Dan sesekali Taeyong menyumpah.
“Itu bukan lawanmu Lee Taeyong” Ujar seorang pria tua yang berjalan ke arahnya.
“Urusi saja urusanmu”,
Taeyong membalikan badan, ditatapnya pria tua di depannya, "Dan jangan pernah libatkan aku dalam urusanmu lagi”.
Pria tua itu tersenyum kecut. “Kau anakku bukan? Kau mewarisi darahku…...…baiklah, katakan apa maumu?”.
Taeyong mendesah, melepaskan sarung tinju, dan meninggalkan pembicaraan.
Ponsel Taeyong berdering ketika ia berjarak 3 kilometer dari apartemennya. ia pasangkan airpods. Menarik rem, dan melihat sekeliling tempat kejadian 2 hari yang lalu.
“Pergi darisana bodoh, detektif masih mengintai. Aku tunggu di tempat biasa”
Lamunannya tersentak pada pernyataan Yuta. Taeyong membanting stir dan menginjak gas. Suara gesekkan kapak masih terngiang di kepalanya. Matanya berbinar penuh emosi.
...
“Aku baik-baik saja Jae”.Ujar Doyoung, meyakinkan.
“Jaehyunaaaah” Teriak Yuta yang tengah berjalan ke arahnya. Menuju bar utama. Taeyong mengekori.
"Heeeyy hyung” Jaehyun berbalik dan memperlihatkan lesung pipinya yang dalam.
Doyoung terdiam merasa tak asing dengan dua pria yang ada di hadapannya. Namun Yuta mendapati Doyoung lebih awal. Yuta menyipitkan matanya.
Jaehyun mencoba memahami situasi. Diliriknya Yuta dan Doyoung bergantian. “Dia pegawaiku, Kim Doyoung”. Yuta tersenyum kecut, maniknya memberi isyarat pada Taeyong yang mulai mengingat pada pria bermata kelinci itu.
Bau menthol menghilir di bawah hidung Doyoung, seketika itu juga ia menyadari dua pria yang menatapnya kini. Doyoung membulatkan matanya, menunduk , menghindari tatapan tajam dari keduanya.
aku pikir orang ini yang mati
“Kim Doyoungshi? Tolong layani aku di ruang VIP”. Taeyong menyunggingkan bibirnnya dan meninggalkan mereka.
Doyoung terkejut dan sedikit takut. Perlakuan kasar padanya kemarin masih membekas di ingatannya. Menarik kerah dengan paksa lalu mendorongnya sampai jatuh. Sudah pasti orang itu jahat. Batinnya kesal. Walau tak ada kata keluar dari mulutnya, namun gerak gerik Doyoung yang gugup terbaca sudah oleh Jaehyun. “Kau kenal dengannya?”. “Tidak” doyoung menggeleng dengan membawa baki beer mugs.
Doyoung menghirup udara lalu dihembuskan pelan sebelum masuk ruangan itu. Ia menyadarkan dirinya bahwa ia akan baik-baik saja. Niatnya kemarin adalah untuk keselamatan mereka, tidak lebih.
Ia meraih gagang pintu, berjalan menghampiri mereka, dan menaburkan wine. Dari sudut matanya ia melihat bahwa kedua pria ini menatapnya. “Ada lagi yang bisa saya bantu?”.
Taeyong melirik Yuta memberi isyarat, Yuta melenggangkan kakinya keluar. Meninggalkan mereka berdua dalam ruangan berukuran 150 x 210 cm. doyoung menelan salivanya, masam.
Taeyong melangkahkan kakinya, mendekat,
"Kau kenal aku?”
“Sudah kukatakan, tidak”.
“Jangan bermain-main denganku, kau kenal aku?”
“Maaf tapi aku punya banyak kerjaan saat ini”. Doyoung menjilat bibirnya yang terasa kering.
Taeyong mendesah. Banyak sekali tanda tanya yang muncul di pikirannya. Ia meraih beer mugs dan meminumnya,
“Bagaimana caranya kau tau geng kapak itu akan datang?”
Doyoung terdiam. Tidak tahu dari mana harus memulai. Ia pikir lawan bicaranya kali ini tak mungkin percaya pada hal seperti itu. Apa harus Doyoung katakan bahwa ia melihatnya dalam mimpi atau ia berbohong saja seolah ia mendengar kabar burung? Ini membuatnya frustasi. Maniknya belari kesana kemari. Gugup.
Taeyong menengadahkan desert eagle di depan kening Doyoung. Moncongnya masih berbau amis bekas ia targetkan pada lawannya yang berkapak. “Aku tak suka orang yang bertele-tele”Ujarnya.
Bukan tanpa alasan, ia mengeluarkan pistol saat ini. Tapi ini harga dirinya. Doyoung mundur perlahan, sembari mengacungkan telapak tangannya.“Baiklah, dengarkan aku. Bisa saja kau tak percaya padaku, tapi ini faktanya. Aku melihanya dalam mimpi. Aku melihat kejadian kemarin dalam mimpi. Tempat, kapak, bahkan mayatnya yang beratto. Aku serius”
Taeyong menurunkan pistolnya, sedikit tidak mengerti pada pernyataan Doyoung,
"Kau gila?”
“Semua orang menganggapku seperti itu. Terserah. Ini hanya penglihatanku dalam mimpi. Aku berlari ke tempatmu, mengatakan itu semua, sementara kita tak saling kenal. Tidak ada untungnya bagiku.” Doyoung memperjelas.
Taeyong rasa ini tak rasional namun melihat Doyoung yang tak berbelit belit, sepertinya perkataannya jujur. Taeyong mengerutkan dahinya, mengusap bagian belakang lehernya. Doyoung pun berusaha menyuarakan pikirannya dengan sungguh-sungguh.
“Ini pertama kalinya bagiku mendengar alasan sekonyol itu, bagaimanapun peluru ini akan menancap di jantungmu jika kau berbohong” Mata Taeyong membelalak.
Doyoung hanya mengangguk dan melenggangkan kaki keluar ruangan. Seperti yang Doyoung bayangkan, akan berakhir dengan ancaman dan menganggapnya gila.
...
Doyoung membasuh tubuhnya, sesekali ia memijat lengannya yang terasa pegal. Kamar mandi terasa hangat saat ia mengeringkan tubuh dengan piyama, mengusap kulitnya sebelum memberi minyak ke tubuhnya. Hari ini sangat panjang. Melelahkan dan emosional. Apalagi jika teringat pada pria yang menodongkan pistol ke dadanya. Bajingan.
Ia mencari obat tablet ibuprofen di kotak p3k, berharap bisa meringankan harinya yang berat serta migren di kepala.
Namun itu tidak berhasil. Ia malah menangkap bayangan di cermin. Rambut Doyoung yang basah kini bercampur dengan keringat dingin yang mengalir di tengkuknya. “Sial” bisik Doyoung, jantungnya terpompa cepat.
Doyoung menangkap gambaran kursi roda elektrik, namun ……rusak.
Doyoung mencoba menopang tubuhnya untuk berdiri. Ia gemetar. Kulit Doyoung merinding.
Muncul lagi,
Rokok,
Ada korban lagi malam ini.
Doyoung mendesah, lelah. Ia rasa berbeda, apakah kemampuan cenayang ini meningkat? Tidak mungkin. Bukan mimpi, ini terjadi secara tiba-tiba. Doyoung semakin sulit bernapas. Pikirannya kalut. Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana menghentikannya? Pembunuh ini mengganggu, sialan.
Diliriknya arloji dilengan kirinya. Pukul 4. Dengan terpaksa demi meredakan migrennya, Doyoung berlari menuju apotik 24 jam di samping apartemennya yang berjarak beberapa blok saja.
Langkah Doyoung terhenti saat gambar yang ia kenali muncul,
Wajah,
Dengan berceceran darah,
Persetan. Doyoung menyumpah. ia cengkram kuat kepalanya yang terasa pening. Air matanya mengalir di ujung mata.
Ia tertatih,
Ambruk.
Sebuah mobil G-Class berhenti mendadak, cahayanya menyorot lurus ke depan mendapati Doyoung yang pingsan.
Seseorang keluar dari mobil,
Lee Taeyong.
.
.
.Sama kaya doyoung, hari ini panjang dan melelahkan:(
Tapi bisa up heheheStay healthy, yeorobun
Terima kasih telah membaca 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooded [END]
Teen FictionTAEDO Ketika fakta-fakta yang menyebabkan luka dan darah itu terkumpul dan semakin meneguhkan kepercayaannya terhadap Doyoung, Taeyong mendapati dirinya justru semakin tidak kuasa menahan pesona sisi lain dari Doyoung Ini kutukan atau hadiah ? 🔞 ©...