BAGIAN 02

548 41 6
                                    

Aku ingin hidup nyaman
Memilih logika itu lebih baik


Fio menatap jalanan yang berada di depannya, ramai seperti biasanya. Mungkin ia telah lama tidak berbaur dengan lingkungan seperti ini. Ya karena Devin yang terus mengantar dan menjemputnya.

membahas mengenai Devin. Hari ini, cowok itu memberi kabar bahwa ia tidak bisa untuk menjemput Fio. Dan karena itu berakhirlah Fio di sini, tengah duduk di halte bus untuk menunggui kendaraan umum itu.

Entahlah, Fio juga tidak mengerti kenapa Devin tiba-tiba tidak bisa menjemputnya. Ia kenal cowok itu, bahkan Devin akan sangat bersikeras untuk menolongnya walaupaun cowok itu dalam kesusahan.

Gadis itu segera bangkit dari duduknya setelah melihat bus yang ia tunggu telah datang. Ia mengambil duduk di dekat jendela, fikirannya langsung tertuju pada Alvaro.

Apa yang ia takutkan ternyata terjadi, Alvaro benar-benar menghilang dari kehidupannya. Ia rindu cowok itu, tidak bisakah kedua magnet itu kembali bersatu?.

Fio mengernyitkan dahinya bingung ketika membuka pintu cafe. Mengapa tempat ini gelap?. Bukankah saat ini waktunya cafe ini buka?. Atau Lita yang melakukan ini dengan sengaja?.

"K-kak Devin?."

Baru menghidupkan lampu cafe, gadis itu di kejutkan dengan keadaan cafe yang tak biasa. Tak hanya itu, ia melihat Devin di tengah-tengah cafe, dengan Lita yang berdiri tak jauh dari cowok itu.

Devin berjalan mendekat ke arahnya, tatapan cowok itu begitu serius. Fio yang merasakan aura yang berbeda itu pun menjadi gelisah sendiri. Apa yang tengah terjadi saat ini?. Fio benar-benar tak mengerti.

Fio membelalakkan matanya kaget dikala Devin menunjukkan sebuah cincin padanya. Cowok itu berjongkok, dengan mimik wajah yang serius. Fio menelan ludahnya susah payah.

"Lo tau Fio sesayang apa gue sama lo. Dan lo tau, seberapa berartinya lo bagi gue."

"Gue tau kalau lo mencoba menghindar jika gue berkata terus terang soal perasaan gue sama lo. Gue mohon, kasi gue kesempatan. Gue gak ada niatan buat gantiin Alvaro Fio. Tapi, gue cuma mau ada dihati lo. Please, buka hati lo buat gue."

Fio hanya diam, tak dapat berkata-kata. Tenggorokannya terasa tercekat saat ini. Ia tak percaya jikalau Devin dapat bertindak sampai sejauh ini.

"Fio, gue mau pergi keluar negri untuk urusan bisnis. Tolong, kasi alasan agar gue bisa kembali ke sini lagi. Fiorenza Quenzi, lo mau nikah sama gue?."

🌿🌿🌿

Tatapan Fio menembus manik mata Devin yang melihat ke arahnya. Keduanya saat ini tengah berada dibandara. Ya, Fio pergi mengantarkan Devin.

"Lo yakin gak mau megang mobil gue aja?. Kan repot Fio kalau lo harus naik angkutan umum dulu." Tutur Devin.

Fio menggelengkan kepalanya, menolak usulan cowok itu. "Gak usah kak. Aku bisa sendiri."

"Ya udah, gue pergi dulu ya. Jaga diri lo. Kalau ada apa-apa kabarin gue ya." Titah Devin, diangguki kepala oleh Fio.

Fio hanya menatap datar punggung Devin yang mulai menghilang. Ia terkekeh pelan ketika menyadari suasana ini, ia merasa tak asing akan situasi ini.

Perlahan ia melangkahkan kakinya, berjalan keluar dari bandara. Ia teringat ketika mengantarkan Alvaro ke bandara dulu. Ia ingat segala ucapan cowok itu dulu.

Tanpa sadar bulir bening meluncur bebas melewati pipi Fio. Ia selalu sakit ketika mengingat hal itu, Fio tak dapat menampik hal bahwa perasaannya masih untuk cowok itu. Namun hidup harus terus berlanjut bukan?.

Tak tahan ingin mengeluarkan tangisannya yang sudah tak kuasa ia tahan, gadis itu berjongkok, menenggelamkan kepalanya diantara kedua tangannya. Bahunya bergetar, Fio menangis hebat.

"Kenapa sih posisi lo ketika gue pergi dan kembali lagi selalu jongkok kayak gini?."

Fio mendongakkan kepalanya, ia kenal suara itu. Fio sangat mengenal suara serak itu, dadanya berdesir hebat. Fio membelalakkan matanya kaget. Apa ia tak salah melihat?.

"Kak Varo?."



***
Mohon
Vote
Dan
Comment

Follow my akun wattpad ya.
Mohon kerja samanya

MAGNETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang