Aku masih terkurung dalam
Sebuah pemikiran.
Sedangkan kamu, perlahan pergi
Meninggalkan apa yang tengah terjadi
Langkah kaki Fio terhenti dikala melihat didepan kamar cowok itu dirawat, disana begitu ramai. Ia kembali melanjutkan langkahnya, mendekati Tante Arini yang hanya diam tanpa bicara.Gadis itu memeluk Tante Arini erat, mencoba memberi kekuatan pada wanita paruh baya itu. Ya, walaupun Fio tak yakin bahwa ia bisa melewati ini dengan begitu kuat, tanpa tangisan.
"Ma, Kak Varo kenapa?." Tanya Fio.
Tante Arini melerai pelukan itu, mengelus setiap inci wajah anak yang dicintai putranya itu. Gadis ini begitu baik, sangat wajar rasanya jika Alvaro begitu mencintai gadis ini.
"Keadaan Alvaro sempat menurun Fio. Dan sekarang, para dokter sedang memeriksanya." Ujar Tante Arini.
Fio menegang seketika, ia tak tau harus merespon bagaimana. Satu hal yang ia rasakan, ia sangat ketakutan. Bagaimana jika Alvaro pergi meninggalkannya begitu saja?.
Egois memang, Fio ingin cowok itu selalu berada disekitarnya. Menampakkan diri dikala ia tengah kesusahan. Memeluknya begitu erat dikala ia tak sanggup lagi melangkah.
Ia begitu takut Alvaro pergi begitu saja. Kondisi cowok itu tak menentu, membuat ia selalu takut tiap detiknya. Apapun dapat terjadi, ia sangat ketakutan memikirkan hal itu.
"Ma, Alvin gak kesini?." Tanya Fio.
Ia baru menyadari hal itu kemarin, Fio tak melihat penampakan adik dari Alvaro itu. Bukankah seharusnya Alvin ada disini?. Ya, sekedar untuk menghibur Mamanya yang tengah bersedih.
Tante Arini menghela nafasnya kasar. "Dia gak mau kesini sayang. Dia gak bilang alasannya apa. Tapi, Mama yakin kalau dia takut melihat kondisi Alvaro yang seperti itu."
Fio hanya diam, seketika ketakutannya itu semakin membesar. Ternyata bukam hanya ia saja yang merasakan ketakutan itu. Banyak orang yang mencintai Alvaro, ia harusnya tau itu.
"Mama pulang dulu ya. Kan Mama udah semalaman disini, Mama juga butuh istirahat. Biar aku yang jagain Kak Varo." Gadis itu menggenggam tangan Tante Arini.
Tante Arini menggelengkan kepalanya, menolak usulan Fio. "Gak Fio, Mama takut terjadi sesuatu sama Alvaro jika Mama pergi dari sini.""Aku janji Ma. Selama aku masih disini, aku gak bakalan biarin hal buruk terjadi sama Kak Varo."
🌿🌿🌿
Fio mendorong pintu kamar dimana Alvaro tengah dirawat secara perlahan. Ia takut akan mengganggu waktu istirahat cowok itu. Apalagi, keadaan Alvaro tadi sempat menurun.
Ia menutup pintu dengan pelan, lalu menyandarkan tubuhnya pada pintu tersebut. Ia hanya menatap Alvaro yang tengah berbaring dengan mata yang memerah menahan tangis.
Tak pernah Fio bayangkan bahwa ia akan menyaksikan keadaan Alvaro yang seperti itu. Ia rela jika hubungan antara ia dengan Alvaro berakhir, asalkan cowok itu dalam keadaan sehat.
Ia perlahan berjalan mendekati Alvaro, mendorong kursi secara pelan lalu duduk disamping bankar cowok itu. Ia menggenggam tangan Alvaro kuat, mencoba menahan tangisannya sekuat mungkin.
"Kak, hari ini Mama datang ke apartemen aku. Dan itu semua karena Kak Varo. Terima Kasih Kak, Maaf aku gak bisa membalas semua kebaikan Kak Varo." Ujar Fio menatap Alvaro yang tengah menutup matanya.
Tangan Fio tergerak mengusap rambut tebal milik Alvaro, pergerakan tangannya berhenti pada pipi cowok itu. Alvaro masih tetap saja tampan bahkan dalam keadaan seperti ini.
"Kak Varo curang ya, dalam keadaan sakit aja masih ganteng. Lah aku, kalau sakit kayak mayat hidup Kak." Kekeh Fio, diiringi air matanya yang perlahan menetes.
Dering pada telfonnya membuat Fio menghapus kasar air matanya. Gadis itu melihat benda pipih itu, nama Devin terpampang pada layar ponselnya. Tak memikirkan apapun, Fio mematikan ponselnya.
Saat ini Alvaro membutuhkannya, ia hanya ingin menghabiskan waktu miliknya untuk Alvaro. Saat ini hidupnya hanya tentang Alvaro, ia rela dipandang buruk oleh Devin, hanya untuk kali ini.
Ia benar-benar sering mengecewakan cowok itu, berkali-kali menyakiti Alvaro dengan perbuatannya. Dan cowok itu masih berbaik hati padanya, memberikan cinta dengan berlimpah.
Andai waktu dapat diputar kembali, ia rela menunggu Alvaro lebih lama. Jangankan lima tahun, berapapun lamanya itu akan tetap menunggu. Bukan malah meninggalkannya untuk pria lain.
Fio menenggelamkan kepalanya pada bankar Alvaro dengan tangan yang terus menggenggam tangan cowok itu. Perlahan ia tertidur, dengan mata yang masih memerah.
Perlahan Alvaro membuka matanya, menatap Fio yang tengah tertidur dengan wajah datarnya. Ia memiringkan tubuhnya, memutuskan untuk terus memandangi wajah cantik Fio yang tengah tertidur.
"I love you, my Ex-Girlfriend."
***
Mohon
Vote
Dan
Comment.Follow my akun wattpad ya.
Mohon kerja samanya.