BAGIAN 23

268 19 2
                                    

Dalam langkahmu yang rapuh
Kujanjikan aku ada.
Namun bukan untuk
Memperjelas sebuah perasaan.


Alvaro menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Tak ada perasaan apapun yang menggerogoti perasaannya. Tak ada rasa bahagia ataupun kesedihan. Hanya hampa.

Sudah tiga hari semenjak kepulangannya dari puncak. Dan selama itu pula ia tak pernah bertemu dengan Fio. Cowok itu hanya mengurung dirinya disini, disertai pemikirannya yang berkecamuk.

Ada sesuatu hal yang tak bisa dimiliki padahal nyata untuk dimiliki. Dan ada sesuatu hal yang dapat dimiliki padahal tak mudah untuk dimiliki. Karena perasaan bukan menjadi penentunya.

Suara notification pada ponselnya membuat perhatian Alvaro teralihkan. Cowok itu menatap benda pipih itu, membaca pesan yang dikirimkan Dani dan Dika untuk mengajaknya bertemu.

Sebenarnya mereka berdua sudah sering mengajaknya, namun memikirkan tempat pertemuan itu di cafe milik Lita. Tentu kemungkinan besar ia bertemu dengan seorang Fio.

"Oke. Gue kesana."

Alvaro menyambar jaket dan kunci motor miliknya. Cowok itu memutuskan untuk pergi, toh cepat atau lambat ia akan bertemu dengan seorang Fio. Mengingat bahwasannya pernikahan gadis itu akan segera dilaksanakan.

"Apa kabar lo. Udah lama gak keliatan." Sapa Dika ketika Alvaro baru mendudukkan tubuhnya disebuah kursi.

Mengenai permasalahan yang terjadi di Fila beberapa waktu lalu. Dika dan Dani memutuskan untuk melupakan hal itu. Berbeda dengan Lita, gadis itu masih menyimpan dendam sedangkan Yola hanya bersifat netral.

Alvaro tersenyum tipis. "Baik."

"Mau minum apa?." Tanya Dani.

"Es jeruk aja." Jawab Alvaro seadanya.

Dani menganggukkan kepalanya, lalu menyoraki Lita untuk membuat minuman yang dipesan Alvaro. Tentu saja reaksi Lita masih kesal, namun Dani dapat mengendalikan amarah istrinya itu.

"Lo gak mau balikan sama Yola Ka?." Tanya Dani.

Dika terkekeh pelan. "Gue mah jalanin aja dulu. Yang masalah itu si Alvaro nih. Masalah percintaan ni anak bagaimana?."

"Anjir. Kenapa bahas gue." Sanggah Alvaro tak terima.

Dani menampilkan raut wajah mengejeknya. "Menurut gue, hubungan percintaan Alvaro udah gak bisa diselamatkan."

"An-"

Niat Alvaro yang ingin menyanggah omongan Dani terhenti dikala melihat Fio keluar dari dapur cafe. Alvaro terdiam ketika tatapannya beradu dengan tatapan datar milik Fio.

"Lo mau kemana Fio?." Tanya Dika.

Fio menolehkan kepalanya. "Aku mau kerumah mama Kak. Aku mau ngabarin ke mama kalau aku mau nikah. Tapi, aku bingung mau pergi sama siapa, aku takut. Lita mau jaga cafe, sedangkan Kak Devin lagi keluar kota buat kelarin urusan pekerjaannya."

"Biar gue yang anter."

🌿🌿🌿

Kedua manusia itu hanya diam tak membicarakan apapun disepanjang perjalanan. Fio yang sesekali melihat pemandangan yang dilewatinya dan Alvaro yang fokus menatap ke depan.

Sebenarnya Fio sudah menolak tadi, namun cowok itu memaksanya dan mau tak mau Fio harus mengiyakan. Tentu Fio mempunyai banyak alasan untuk melakukan itu, salah satunya karena suasana canggung ini.

Motor sport milik Alvaro telah berhenti didepan sebuah rumah. Fio perlahan turun diiringi rasa takutnya. Alvaro yang menyadari itu menggenggam tangan gadis itu dan menariknya memasuki halaman rumah itu.

"Permisi." Sorak Alvaro didepan pintu utama rumah itu.

Perlahan seorang wanita paruh baya keluar dari rumah itu, Fio hanya bersembunyi dibalik tubuh Alvaro. Menyadari itu, Alvaro menarik Fio untuo menghadap pada mamanya.

"Mau apa kamu?." Tanya Tante Damita ketus.

Fio menundukkan kepalanya. "A-aku mau kasi tau mama, kalau minggu depan aku mau nikah."

Tante Damita menampilkan wajah kagetnya, seperkian detik kemudian wanita itu menormalkan kembali raut wajahnya. "Terus, urusan sama saya apa?."

"W-walaupun bukan Mama yang lahirin aku. Tapi, Mama udah sangat berjasa buat rawat aku. Mama tetap Mama aku, jadi aku sangat berharap Mama mau hadir kepernikahan aku Ma." Ujar Fio.

Tante Damita tertawa keras, membuat Fio mendongakkan kepalanya. "Dengar Ya, sampai kapanpun saya udah gak mau lagi ikut campur dalam masalah hidup kamu."

"T-tapi Ma, aku butuh Mama disana. Lag-"

"Kamu kenapa masih belum paham sih?!. Ini udah berapa tahun Fio?!. Dan kamu masih sepolos ini?!. Kamu kira saya membenci kamu hanya karena kamu anak selingkuhan dari suami saya, hah?!."

"Saya tidak sejahat itu, saya bahkan tau jika itu bukan salah kamu. Masalahnya disini, kamu udah bikin saya kehilangan anak saya. Kamu tau, hanya karena mainan boneka bodoh kamu itu saya tergelincir dan akhirnya keguguran. Kamu bayangkan sesakit apa saya hanya dengan melihat kamu!." Bentak Tanta Damita tak kuasa menahan amarahnya.

Fio diam mematung, air mata gadis itu terus membasahi pipinya. Ia tak menyangka jika kesalahannya lebih parah dari menjadi seorang anak yang tak diharapkan. Ia juga menjadi pembunuh pada usia dini.

"M-Maaf Ma. Dan terima kasih."

***
Mohon
Vote
Dan
Comment.

Follow my akun wattpad ya.
Mohon kerja samanya

MAGNETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang