BAGIAN 29

299 21 8
                                    

Terima kasih telah memutuskan
Untuk pergi.
Kamu aman, dari rasa sakit.

Pandangan Alvaro masih lurus menatap kearah depannya. Ia hanya menatap kosong aktivitas rumah sakit disaat itu. Melihat orang-orang yang berlalu lalang dengan datar.

Posisinya terbilang nyaman, dengan kepala yang ia sandarkan pada bahu Fio serta genggaman tangannya pada tangan gadis itu. Mereka tengah berada ditaman rumah sakit.

Fio berinisiatif mengajak cowok itu ketaman ini agar Alvaro tidak terlalu bosan didalam ruangan rawat inapnya. Setidaknya, menghibur Alvaro dengan cara sederhana cukup membuatnya bahagia.

"Nyaman." Gumam Alvaro.

Fio tersenyum kecil, cowok itu sangat bertingkah manja akhir-akhir ini. Jujur saja, ini terlihat tidak seperti Alvaro yang biasanya. Dingin, cuek?. Sifat itu seakan hilang begitu aja.

"Kak, Kania kemana?. Kok udah ga keliatan lagi." Tanya Fio.

Alvaro melirik Fio dari posisinya itu. "Dia udah balik ke Belanda. Ga kuat katanya buat dapetin gue."

"Idih. Apanya. Kak Varo kepedean ih." Celetuk Fio.

Alvaro terkekeh pelan. "Siapa yang dulu ngejer-ngejer gue sampai segitunya?. Bahkan, ucapan kasar gue waktu itu aja gak mempan buat bikin lo nyerah."

"Kak Varo mau tau rahasia gak?. Aku suka Kak Varo dari awal aku masuk sekolah ini." Ujar Fio tiba-tiba.

Sontak saja Alvaro bangkit dari posisinya, ia menatap gadis disampingnya itu menuntut penjelasan. Seingatnya, ia bertemu Fio hanya ketika ia berada dikelas akhir.

"Kak Varo ingat ga sama gadis yang berdiri di tembok belakang sekolah. Aku waktu itu ragu buat manjat tembok belakang sekolah, karena hari pertama aku sekolah malah telat. Dan Kak Varo tanpa sepengetahuan aku datang tiba-tiba, ulurin tangan buat bantuin aku naik."

"Tapi, pas pulang sekolah aku malah liat Kak Varo sama cewek lain, dan ternyata itu Kak Filia, pacar Kak Varo. Dan aku berani dekatin Kak Varo ya pada saat aku kelas dua." Lanjut Fio.

Alvaro tersenyum kecil, menatap Fio begitu dalam. Fio yang menyadari itu membuang wajahnya malu. Bagaimana bisa Alvaro tersenyum dengan jarak sedekat itu dari wajahnya.

"Lo tau, kita lagi kayak selingkuh tau." Ucap Alvaro tiba-tiba.

Fio yang tak mengerti akan ucapan Alvaro itu mengerutkan dahinya bingung. "Maksudnya?."

"Lo calon istri orang Fio. Dan sekarang, kita malah berdua-duaan disini." Kekeh Alvaro.

Fio hanya diam, menundukkan kepalanya dalam. Ia tak dapat merespon ucapan dari cowok itu. Ia benar-benar merasa disudutkan akan pernyataan dari Alvaro.

"Gpp. Sekali-kali kita jadi orang jahat. Disini, gue cuma mau barengan sama orang yang gue suka. Perihal status lo, gue ga peduli."

🌿🌿🌿

Tatapan Fio lurus kedepan, kendaraan yang sedari tadi berlalu lalang tidak mampu mengambil alih fokusnya. Pemikirannya bercabang, terlalu rumit untuk dijelaskan.

Ia menjadi memikirkan mengenai Devin setelah Alvaro menyinggung mengenai cowok itu tadi. Semenjak Alvaro di rawat, ia tak pernah menghubungi ckwok itu. Ia mengabaikan Devin.

Hal ini seperti sebuah siklus yang berulang. Bersama Alvaro, disakiti Alvaro, bersama Devin, menyakiti Devin lalu kembali bersama Alvaro. Fio merasa jijik dengan dirinya sendiri.

Bahkan Fio tak menyadari bahwa ada sebuah mobil parkir didepan halte dimana ia berada. Tatapannya masih lurus, dengan pemikiran yang membuat kepalanya hampir pecah.

"Hei, apa kabar."

Fio refleks melebarkan matanya tak percaya terhadap apa yang dilihatnya. Bahkan, ia tak dapat menjawab pertanyaan dari cowok itu. Lidahnya tiba-tiba merasa kaku.

Mengapa Devin ada disini?, bukankah cowok itu masih berada diluar kota untuk mengurusi urusan pekerjaannya?. Apa mungkin Devin kembali untuk menanyainya sebuah kepastian?.

"K-kak Devin." Ujar Fio gugup.

Devin tersenyum tipis, lalu mengambil posisi untuk duduk disamping gadis itu. "Apa kabar?."

"B-baik Kak." Fio menolehkan kepalanya sebentar.

Devin menghela nafasnya kasar. "Gue gak tau mau ngomong dari mana Fio. Yang jelas, gue udah tau bagaimana keadaan Alvaro saat ini. Lo pasti khawatir ya, gue doain supaya Alvaro baik-baik aja."

"K-kak, aku m-"

"Fio, mau lo sekarang apa?. Gue mau lo jujur, bukan malah mengatakan omong kosong karena terbawa keadaan. Hati gue, gak sekuat itu." Potong Devin.

Mata Fio berkaca-kaca, suara Devin yang terdengar bergetar membuat perasaan bersalahnya semakin menumpuk diruang hatinya, menyesakkannya secara perlahan.

"Lo begitu licik. Lo bertahan sama gue hanya karena gak mau merasa tidak dicintai lagi. Dan di satu sisi, lo masih berharap bisa milikin cinta lo. Dan gue, lo jadiin cadangan jikalau apa yang lo harapkan itu gak dapat terjadi."

"Lo itu dicintai banyak orang Fio. Jadi, jangan bergantung sama gue hanya karena lo takut gak bakalan ada yang cintai lo lagi, gak bakalan ada yang jagain lo lagi. Fio, lo gak boleh seegois itu." Lanjut Devin.

Fio terisak, apa yang dikatakan Devin begitu menohok pada dirinya. Ia benar-benar menjadi gadis jahat sekarang. Memanfaatkan orang lain, hanya untuk kenyamanan dirinya sendiri.

"Saat ini, lo fokus dulu sama Alvaro. Gue pergi."



***
Mohon
Vote
Dan
Comment.

Follow my akun wattpad ya.

MAGNETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang