Part 35

72 19 0
                                    

Sudah beberapa hari ini Dania hanya bermalas-malasan di dalam apartemen miliknya. Ia dikeluarkan dari sekolah karena tindakannya yang dianggap membahayakan nyawa orang lain. 

"Ini semua gara-gara lo, Senja! Liat aja gue akan balas perbuatan lo!" ucap Dania dengan penuh amarah, kedua tangannya terkepal.

Ia tidak terima karena sudah dikeluarkan dari sekolah, sebenarnya Dania tidak bersedih. Ini bukan pertama kalinya ia di drop out, tetapi ia tidak terima karena harga dirinya telah direnggut oleh Senja. Dania tak peduli siapa yang melaporkannya, yang pasti ini semua karena gadis yang bernama Senja itu.

"Hahaha, gue kuat, gue gak lemah."

Dania tertawa dengan senyuman smirk-nya. Ia berjalan menuju meja riasnya, menatap dirinya yang jauh dari kata anggun. 

"Lo salah berurusan sama orang, gue jamin mulai detik ini hidup lo gak akan tenang!" Dania bermonolog dengan dirinya sendiri di depan pantulan cermin.

***

Hari ini Sherly tidak masuk sekolah. Kesehatannya kembali drop, jadi kedua orang tuanya tidak mengizinkan Sherly bersekolah.

Sherly sedang duduk di ruang tamu sambil menonton televisi. Tadi pagi ia sudah memberitahu Arsen untuk tidak menjemputnya.

"Sher, istirahat gih," pinta mamanya yang berjalan dari arah dapur.

"Iya, Mom, Sher ke kamar dulu ya." Sherly beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju kamarnya. Tiba-tiba dadanya terasa sangat sakit, Sherly meremas bagian dadanya untuk mengurangi rasa sakitnya.

Kedua orang tua Sherly segera berlari menghampiri putri semata wayangnya yang tengah kesakitan.

"Kenapa, Sher?" tanya papahnya panik sambil menuntun Sherly kembali menuju sofa.

"Sshhhhss, sakit, Dad," ringis Sherly dengan wajah menahan sakit. Rasa sakit di dadanya itu sangat luar biasa. Rasanya begitu sesak, bagai dirajam oleh beribu pisau.

"Daddy bawa kamu ke rumah sakit." Gibson segera menggendong tubuh Sherly ke mobil yang diikuti oleh Sonya.

Sesampainya di rumah sakit, Sherly segera ditangani oleh dokter. Sonya dan Gibson menunggu di depan dengan harap-harap cemas.

"Kamu tenang yaa, aku yakin Sherly pasti baik-baik aja," ucap Gibson sambil mengelus punggung istrinya untuk menyalurkan sedikit ketenangan.

Sebenarnya, dirinya juga sama khawatirnya dengan istrinya itu. Gibson takut putri satu-satunya itu kenapa-napa. Hanya saja, ia harus terlihat tegar agar Sonya tidak terlalu bersedih.

Tak lama kemudian, pintu ruangan pun terbuka. "Dok, gimana keadaan putri saya?" tanya Sonya dengan perasaan cemas.

Dokter itu menghela nafas. "Keadaan putri Ibu dan Bapak semakin buruk, kemoterapi yang dijalankannya sudah tidak mampu melawan sel-sel kanker yang semakin ganas. Kita hanya bisa berharap adanya sebuah keajaiban. Kalau begitu saya permisi dulu."

Sonya yang mendengar penjelasan dari dokter tersebut pun reflek langsung menutup mulutnya dengan tangannya. Perlahan air matanya mulai menetes. Ia takut jika Sherly tidak bisa sembuh.

"Pahh, aku takut," ucap Sonya dengan lirih.

"Sherly pasti sembuh." Gibson berusaha menenangkan.

Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang