T

966 121 4
                                    


FASA POV

"Loh Nak Fasa?" Ekspresi wajah pak Agung kelihatan terkejut waktu pandangan matanya fokus melihat wajah gue. Dia meletakan sapu lidinya dan berjalan mendekat lalu mendekap gue sambil menepuk-nepuk punggung gue pelan.

"Bapak baik nak. Kamu apa kabar?" Tanya pak Agung tersenyum lebar.

"Baik juga pak," jawab gue tersenyum lebar.

"Ini..ada hal apa nak Fasa kemari?" Tanya pak Agung melihat tentengan belanja di tangan gue.

"Oh ini.." gue menjeda kalimat gue, dan lihat Yaya berdiri mematung dengan ekspresi bingung. Gue tahu dia pasti bingung banget lihat gue yang dengan mudahnya dapat rumah pasutri ini, dan tahu nama bapak sedang berdiri dekat gue

"Sini, Ya. Ini namanya Pak Agung yang punya rumah ini," ujar gue ke Yaya.

Dia melihat pak Agung dan tersenyum. "Halo pak. Saya Aleya."

"Ohh iya iya, saya Pak Agung nak Aleya," ujar pak Agung tersenyum lebar lagi. Bapak ini memang ramah banget.

"Saya ada rejeki sedikit buat bantu bayi-bayi yang bapak asuh secara suka rela di sini," ujar Aleya sopan.

"Alhamdullilah ya udah yuk masuk dulu, gak enak ngobrol di luar," ajak pak Agung.

Kami berjalan di belakang pak Agung. Gue melirik Yaya yang melihat area sekitar rumah pak Agung.

"Buk..buk...ini ada nak Fasa datang," panggil pak Agung setengah menjerit, waktu kami sudah masuk ke dalam rumah dan disambut tangisan bayi dari ranjang tua bewarna coklat.

"Eh nak Fasa..." suara wanita datang dari balik tirai bewarna biru. Dia menghampiri gue dengan senyum cerahnya.

Gue meletakan barang belanjaan dan menyalim tangan Buk Sekar.

"Apa kabar, Nak?" Tanyanya.

"Baik Buk, Buk Sekar apa kabar?"

"Ah sehat, sehat semua kok." Dia tersenyum hangat, lalu matanya melihat Aleya."Ini siapa?"

"Ini Aleya Buk, yang punya hajat buat bantu bayi-bayi di sini," jawab gue.

"Halo buk saya Aleya," sapa Aleya dengan senyum manisnya dan menyalim tangan Buk Sekar.

"Aleya? Cantik bener," ujar buk Sekar, dan Yaya hanya tersenyum sopan serta melirik gue sebentar.

"Duduk dulu nak Fasa, nak Aleya. Maaf ya, gak ada kursi. Ibu bentang tikar dulu ya," ujar buk Sekar ke gue dan Yaya.

"Gak usah repot-repot buk. Duduk di sini aja, gak papa kok." Yaya  mencegat kegiatan Buk Sekar. Memang rumah ini gak ada kursi atau sofa. Rumahnya juga sudah penuh dengan tempat tidur bayi yang berjejer rapi.

"Jangan gitu, Nak. Gak enak Bapak sama Ibu nyuruh kalian duduk di lantai tanpa alas," ucap buk Sekar.

"Gak usah Buk, biasanya juga Fasa duduk di lantai. Jadi, gak usah repot-repot," ujar gue.

"Ih itu mah beda, Nak Fasa. Kalau biasanya Nak Fasa kan dateng sendiri dan sudah hapal juga isi rumah ibu. Kali ini mah beda, ya kan pak? Gak sendiri lagi datenganya," ujar buk Sekar dengan kekehan pelannya. Gue melirik Yaya yang hanya tersenyum malu.

Akhirnya, gue dan Yaya duduk beralaskan tikar yang sudah dibentang Buk Sekar. Pak Agung permisi sebentar, karena mau gendong bayi yang menangis ketika kami datang tadi.

"Ibu tinggal bentar ya buat minuman dulu. Bapak juga bentar lagi ke sini. Gak apa-apa, kan Nak?" Tanya buk Sekar.

"Gak usah repot-repot buk." Aleya bilang begitu.

NATURAL (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang