Sebelum baca lanjutan ceritanya.kasih tau dong asal daerah kalian :)
ALEYA POV
Perasaanku campur aduk waktu tau dia sedang sakit dan dia gak bilang apa-apa. Parahnya lagi, Fasa pergi sama aku dengan keadaanya yang seperti itu.
Aku gak tau harus bereaksi seperti apa waktu temannya bilang kalo dia lagi sakit.
Shock sudah pasti. Tapi, lebih dari itu, rasa bersalah dan khawatir lebih besar dan terus menghampiri.Sedari awal, aku sebenarnya sudah memperhatikan dan curiga dengan gerak-geriknya yang berbeda. Mulai dari waktu aku menyeka keringatnya dan suhu tubunya yang memang terasa hangat, Fasa yang mengusap-usap hidungnya yang sedikit merah sepanjang mengobrol dengan Pak Agung dan Buk Sekar, bersin dan juga matanya yang berair dan sedikit memerah, makanan yang dia pesan hanya dimakan tiga suap, dan satu lagi suaranya yang serak.
Have some medicines already?
Iya. Pertanyaan itu yang langsung muncul dipikiranku.
Jawaban dia?
Hanya diam.
It means he doesn't have it.
Aku langsung mengajaknya pulang, karena untuk berlama-lama di sini bukan pilihan yang baik mengingat kondisinya yang lagi nggak sehat.
Aku mengetikan pesan ke salah satu teman dokterku dan menjabarkan kondisi Fasa sesuai pengamatanku. Aku memintanya ke apotek dulu dan membeli obatnya.
Setelah selesai, aku dan Fasa masuk kembali ke mobil dan menanyakan apakah dia ingin membeli makanan lain mengingat dia hanya makan tiga suap soupnya tadi. Tapi, dia menolak dan memberi alasan kalo dia nggak terbiasa makan makanan luar ketika sakit. Sedikit aneh dan berbeda. Tapi, mungkin Fasa adalah sekian dari banyak orang yang akan ribet dalam makanan ketika sakit. Contohnya, Papa.
"Kalau aku masakin. Mau?"
Pertanyaan itu sudah aku pikirkan ketika mendengar jawabannya, dan ekspresi dia shock dan hanya jawab 'ha'?
"Kalau aku yang masakin buburnya. Mau?" Ulangku lagi.
Dia menoleh dengan raut wajahnya yang masih sama. Aku memiliki rasa bersalah dan juga khawatir mungkin? Tapi yang jelas, hari ini dia banyak membantuku. Aku nggak tahu apakah situasinya akan semudah itu jika aku pergi sendiri ke rumah Pak Agung dan Buk Sekar tadi.
"Sa, kalau gak mau juga gak apa-apa." Bagaimana pun aku tetap meminta persetujuanya, kalo dia nggak mau juga gak apa-apa.
"Bukan, Ya. Bukan," balasnya cepat dengan wajah bingung. "Itu...aku...aduh gimana ya. Aku tuh mau banget dimasakin sama kamu. But, it will be so tired for you."
"Gak kok. Kan aku yang mau, Sa."
"Tapi, kan Ya..."
"You had helped me, and cooking is not as hard as you did to me today." Aku menjawab serius.
"Ya, i did it, because i wanted it. I am so glad to meet and talk with you. I never want that you have to return all i did to you. Hanya dengan kamu nerima aku dan gak risih dengan segala yang aku lakuin disekitar kamu. It's enough, Ya." Lihatnya ke aku, dan aku bisa lihat ketulusan dari kata-katanya.
Aku menetralkan degup jantungku dan berdeham sebelum bicara. "So...can i return it as same as your feeling towards me? Because i want it and i am so glad to meet and talk with you. So can i do that?" Aku memberanikan diri.
Dia menatapku sangat dalam, Lalu tersenyum lebar. "I don't even think twice to refuse you offer."
Aku tersenyum lega mendengarnya. "So, are we going to your mom's house?"
KAMU SEDANG MEMBACA
NATURAL (COMPLETED)
General Fiction"Ada sesuatu yang ingin kulindungi." "What?" "Anak kecil." "Ha? Lo udah punya anak?" "Bukan. Tapi anak kecil yang terperangkap di dalam tubuh orang dewasa." FARENDRA FASA HAIDIR Ada kalanya gue berpikir untuk menjadi penganut Hedonisme. dimana manus...