BAB 4: Unbreakable

125 25 12
                                    

Hari kedua serangan insomnia. Akhir pekan ini Michel habiskan dengan berleha-leha di atas ranjang. Dia baru bisa tertidur ketika sinar matahari menembus jendela kamar. Empat jam lebih diistirahatkan pikiran dan tubuhnya, lalu bangun, mandi. Aktivitas berikutnya adalah bersiap untuk mencari sarapan-atau lebih tepatnya makan siang.

Michel duduk termenung melihat laptop perunggu yang tergeletak di atas meja belajar.

Apa dia bawa saja ke tukang servis laptop? Bisa jadi ada berkas tersembunyi yang hanya bisa dibuka oleh ahlinya. Spekulasi yang paling masuk akal, menurut Michel.

Kalau tidak salah, ada satu tempat servis di depan kampus. Dia dapat pergi ke sana dengan berjalan kaki, jaraknya tidak terlalu jauh. Rencana yang bagus.

Michel bisa sekaligus merenggangkan otot-ototnya. Berolah raga di siang bolong. Ide yang tidak buruk.

Gadis berambut hitam lurus itu menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskan napas panjang melalui mulutnya. Dia terus mengulangnya hingga rasa lelah yang entah berasal dari mana sumbernya perlahan terangkat. Sirkulasi kewarasan pun mengalir dengan lancar tanpa hambatan. Pasokan oksigen di dalam darah dan otak sudah sampai di ambang normal.

Sebelum pergi ke sana, demi keamanan, Michel akan menyambungkan laptop tersebut dengan internet gratis di taman kampus. Aplikasi yang belum dia buka adalah Onion. Mungkin saja dia akan menemukan riwayat pencarian pemilik sebelumnya.

Michel bukanlah orang yang benar-benar awam dengan masalah teknologi. Dia tahu ada kemungkinan lokasinya akan terlacak setelah menyambungkan laptop itu dengan jejaring nirkabel. Dan skenario terburuk itu tidak akan dia biarkan terjadi.

Michel mengenakan gaun terusan berlengan pendek dan selutut untuk memberikan kesan sejuk kepada penampilannya. Dibawa tas jinjing laptop berwarna jingga, kemudian memasukkan benda terkutuk itu ke dalamnya. Poni lurus kebanggaannya dia beri dua jepitan poni dengan kombinasi warna pelangi. Sangat cocok dengan gaunnya yang berwarna biru langit lembut.

Tidak lupa dia ambil penyuara telinga berwarna hijau muda dan menyumpalnya di kedua telinganya. Benda tersebut adalah barang wajib dalam ritual yang selalu Michel lakukan ketika akan pergi keluar rumah. Memberi kode kepada siapa pun yang berada di sekitar untuk tidak mengganggu dirinya.

Dia tidak terlalu suka dengan lingkungan indekosnya. Terlalu bising. Dari pagi buta hingga tengah malam, para penghuninya selalu saja sibuk dengan kegiatannya. Ada yang sedang membersihkan kamar dengan sapu dan pel, terdengar pula suara desisan ikan yang digoreng di lantai dua, atau dua gadis yang sedang berceloteh sembari mencuci baju di pekarangan. Memberi kesan hidup di gedung bertingkat dua tersebut.

Berbeda dengan kamar yang ditempati Michel, seperti berada di dunia lain. Kamarnya terletak paling ujung di lorong sayap kiri gedung indekos. Lokasi yang gelap dan lembab. Berbanding terbalik dengan kamar-kamar yang dilewati Michel sampai pagar luar yang langsung terkena sinar matahari sore.

Tidak ada suara candaan atau sosialisasi antar manusia. Sepi dan membosankan. Sesuai dengan keinginan Michel.

Semenjak kepergian ibunya, perlahan sifat Michel mulai tertutup. Dia tidak ingin menyusahkan orang lain dan kadang ragu meminta pertolongan. Selama Michel bisa mengerjakan urusannya sendiri, dia tidak perlu bantuan orang lain.

Sebelum meraih gagang pintu, Michel menyalakan pemutar musik di gawainya. Disentuh layar itu dengan cekatan. Lagu Unbreakable yang dinyanyikan oleh penyanyi kesayangannya-Kelly Clarkson-menjadi pilihan.

Show 'em who you are (Tunjukkan pada mereka siapa dirimu).

Show 'em that you're strong (Tunjukkan pada mereka bahwa kamu kuat).

Everlasting Maker ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang