Michel meletakkan dua kodi kertas jawaban kuis yang diberikan Endro setelah kelas pagi di atas mejanya. Ruangan prodi Jurusan Seni Rupa terdiri dari sepuluh kubikel dan tiga ruangan terpisah: ruang ketua jurusan, sekretaris, dan ruang rapat. Endro sekarang menjabat sebagai sekretaris jurusan. Ruangannya berada di paling ujung dekat dengan jendela besar yang memperlihatkan motor-motor mahasiswa yang diparkir rapi di pekarangan fakultas.
Endro sepertinya belum kembali dari lantai atas. Sebaiknya Michel cepat angkat kaki dari sana sebelum dosen yang lain mencurigai dirinya akan melakukan hal yang tidak terpuji.
Baru saja Michel akan pergi, gadis itu tidak sengaja menyenggol tumpukan berkas yang berada di ujung meja Endro. Kertas-kertas putih berjatuhan bagaikan susunan kartu remi yang disulap menjadi air terjun yang tertumpah ruah, menutupi seluruh lantai.
Dia telah membuat keonaran di ruang pembimbing akademiknya. Hanya masalah dan kecurigaan yang akan dilayangkan orang lain kepadanya. Memikirkannya saja membuat gadis itu gemetar ketakutan.
Dengan sigap Michel memungut kertas yang berserakan. Untung saja semua berkas sudah dia rapikan di atas meja tidak lebih dari satu menit. Setidaknya Michel aman dari spekulasi yang liar itu.
Tiba-tiba iris kecokelatan Michel menangkap selembar kertas yang mencolok. Terlihat sangat tidak biasa di tumpukan kertas yang menggunung. Penasaran, dia mengambilnya tanpa berpikir panjang.
Kertas itu lumayan tebal. Bau apak sekilas tercium dari jarak dekat. Ada ornamen berbentuk mawar dengan tangkai berduri yang mengelilingi tiap sudut kertas kuning tersebut. Terukir menawan dan memberikan kesan elegan. Seperti kertas surat yang sering digunakan pada abad kedua belas di Eropa.
Tinta yang digunakan pun bukanlah tinta biasa. Terlihat dari ketebalan dan aroma biji rami (1) yang pekat. Tulisan indah sang penulis begitu elok. Semakin membuat Michel ingin membaca sekilas isi surat tersebut.
--- --- ---
Kenangan yang Abadi
Aku hanya ingin memelukmu, sangat erat, hingga terjatuh dalam lautan dingin yang akan membekukan tubuh. Menjadikan kita satu, tak terpisahkan.
Selama tanganmu masih bisa kuraih, kematian hanyalah kata tabu tak berarti bagiku.
Aku akan mengukir kenangan dalam pusat memorimu. Kenangan itu akan tercermin di hadapanku, tapi tidak dihadapanmu.
Kala itu ... aku tak bisa memutuskan benang merah di kedua tangan ini, walau aku tahu bahwa matamu memancarkan kebencian.
Aku ingin tetap bersamamu, meskipun kau akan mendorongku dengan jijik. Luka yang kau torehkan di tubuhku, akan menjadi memento indah yang akan terus terpancar di dalam matamu.
Dirimu yang tak tahu akan rasa sakit, terdiam ketika simpul kuat itu terputus.
'Sebenarnya, kau itu siapa?' Kau membisikan kutukan ke dalam telingaku. Kenangan ini akan terus hidup, hingga telingaku membengkak dan hancur.
Kau meninggalkan fatamorgana yang kita buat bersama. Sambil menggenggam kenangan, kau jatuh ke dalam lautan kegelapan, hingga ke dasar keabadian.
--- --- ---
Bulu roma Michel meremang. Puisi yang indah dan begitu mendalam. Bisa dipastikan Endro menuliskannya dengan penuh penjiwaan. Gadis itu sampai membacanya berkali-kali dan mulai mengingat kata tiap kata pada setiap barisnya.
Puisi itu bisa mengandung banyak makna. Apakah tentang dua sahabat yang berpisah, atau sepasang kekasih. Bisa sebuah cinta tak terbalas, atau curahan hati bagi yang ditinggalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everlasting Maker ✓
Mystery / Thriller[TAMAT, Reupload] Dunia yang kita lihat sekarang hanyalah sebuah ilusi untuk menyembunyikan kegilaan yang terdapat pada setiap insan. Tinggal sepandai apa kamu menyamarkannya--menunjukan seolah dirimu waras--dari mata yang tertuju kepadamu. Michel y...