Langit tanpa bintang disulap menjadi atap megah yang tingginya tak terhingga. Berbeda dengan angkasa yang terlihat kesepian, muka bumi dipenuhi lampu warna-warni yang elok, tersebar menjadi bintang imitasi untuk menemani sang rembulan yang malang. Lampu lampion dan sinar laser dipancarkan ke berbagai arah. Puncak acara Dirgahayu Fakultas Ilmu Budaya dimulai malam ini.
Gedung fakultas dipenuhi ratusan orang dari berbagai macam golongan; mahasiswa, akademisi, umum—semua menikmati seni yang dipertunjukkan dari para seniman muda dengan penuh kepuasan. Wajah ceria dan gelak tawa memenuhi udara malam, membuat mereka tidak menyadari penurunan suhu setelah hujan turun tadi sore.
Jurusan Seni Rupa membuat ekshibisi karya seni yang dihasilkan dari tangan-tangan berbakat di ruang galeri yang berada di lantai dua, tepat di atas lobi fakultas. Ruangan bercat putih bersih nan lapang itu memamerkan berbagai macam maha karya dengan tema tertentu.
Lukisan tersemat di dinding dan sketsel (1), membentuk labirin berbingkai yang bisa menjebak para pengunjung untuk terus merasakan estetika yang membekas. Patung pahat, kerajinan logam, sampai keramik; semua karya seni berbentuk tiga dimensi berdiri tegak di tiap meja putih yang dilapisi kain merah seakan menjadi panggung tunggal untuk mereka. Ditambah sinar dari dua lampu sorot kecil yang semakin menarik perhatian banyak pasang mata.
Suasana tenang dan senyap membuat para pengunjung tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun. Namun, peraturan yang sudah ditulis besar-besar dan terpampang nyata sebelum masuk ke dalam ruangan tidak diindahkan pemuda yang mengenakan jaket katun abu-abu.
Lea sengaja melangkahkan kaki tinggi-tinggi agar sandal yang dia gunakan bergema akibat tubrukan dengan lantai tehel. Cowok yang mengenakan kupluk itu mendekati lukisan yang dipajang satu per satu, melewati batas aman yang ada. Dia juga menyentuh seni rupa terapan yang dipamerkan di tengah ruangan bagaikan membuka tudung saji makanan.
Tingkah laku Lea sama persis dengan bocah lima tahun yang bertindak sesukanya karena tidak diawasi orang tuanya.
Michel membuang muka, menganggap Lea bukanlah orang yang dia kenal. Gadis berponi lurus itu menyesal mengajak Lea masuk ke pameran. Sial sekali nasib Michel jika ada orang yang tahu bahwa mereka berdua sudah menghabiskan waktu bersama dan berpikir yang tidak-tidak tentang hubungannya dengan cowok jahil satu itu. Michel juga tidak mau sampai ketahuan Endro kalau dia masih terus menempel dengan Lea.
Gadis itu berjalan ke sana ke mari untuk memastikan bahwa kondisi masih aman.
Langkah kaki Michel terhenti tepat di depan sebuah kanvas yang memiliki papan nama bertuliskan Michelia Alba.
Betapa membanggakannya melihat hasil buah imajinasinya menjadi sebuah kenyataan dan dapat dinikmati banyak orang. Lukisan Michel selesai tepat pada waktunya. Namun, jauh di bagian terdalam hati kecilnya, dia bisa merasakan sebuah kegundahan yang sulit dijelaskan.
Lukisan milik Michel di dominasi dengan warna biru dongker yang kelam. Siluet wanita mengenakan pakaian yang hanya tertutup di bagian depan tubuh sambil berusaha menutup wajah dari puluhan pasang mata yang menatap ke arahnya.
Wanita itu sebenarnya mengenakan pakaian yang layak, namun dia merasa seperti ditelanjangi. Dada Michel terasa sakit ketika melihatnya.
Wanita di dalam lukisan itu adalah cerminan dirinya sendiri. Itulah yang dia rasakan selama ini.
Michel seolah mengenakan topeng untuk menyamar, tetapi semua orang tahu itu adalah dirinya, mau sekeras apapun dia berusaha. Dia tidak memiliki kekuatan cenayang, tidak dapat membaca pikiran, namun entah mengapa dia bisa mendengar suara hati orang lain di dalam kepalanya. Entah itu ilusi atau kenyataan yang dia dengar dengan kedua telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everlasting Maker ✓
Mystery / Thriller[TAMAT, Reupload] Dunia yang kita lihat sekarang hanyalah sebuah ilusi untuk menyembunyikan kegilaan yang terdapat pada setiap insan. Tinggal sepandai apa kamu menyamarkannya--menunjukan seolah dirimu waras--dari mata yang tertuju kepadamu. Michel y...