Ayah adalah cinta pertama untukku,yang tak mudah mengikhlaskanku untuk cinta yang lain.
Naira Aifa Putri
•••••Ku ikuti langkah kaki Kanha yang mulai mendekati lapangan itu. Gadis itu tengah berlari sambil memegang ponselnya didekat telinga, mengangkat telepon? Mungkin.
Aku duduk disebelah Kanha. Menikmati pemandangan yang bagiku sangat mengagumkan. Rambut Nino terlihat acak-acakan, keringat yang membasahi sekujur tubuhnya. Menbuatku ingin terus-menerus diposisi sekarang.
Kakinya dengan lincah berlarian kesana-kemari memainkan sebuah bolah yang dipantulkan ke tanah. Serangan musuh rupanya tak mampu mengalahkan kelincahannya. Dengan sekali melompat, ia berhasil mencetak skor untuk timnya. Ini hukan pertandingan, hanya sebatas bermain-main dengan adik kelasnya.
Hanya beberapa murid yang kukenal di sini, sepertinya sebagian adalah kelas 12. Terlihat beberapa anak yang duduk di tribun sepertiku.
"Sumpah dah Nino keren bingit!" gumamku gemas. Melihatnya bermain basket seperti ini semakin menambah kekagumanku.
"Biasa aja!" cecar Kanha. Anak ini kenapa? Sepertinya sewot sekali.
"Apa sih lu ngikut-ngikut mulu!" sinisku.
"Bodo!"
Hening.
Aku hanya ingin memfokuskan kedua bola mataku untuk melihat Nino. Terlihat lebih menyegarkan dimataku.
Jam tanganku telah menunjukkan pukul 16.50 WIB. Sudah lumayan sore, dan tak biasannya aku belum pulang jam segini. Kuraih ponselku yang sedari tadia berada di dalam kantong seragamku. Menyampaikan pesan pada mama jika aku pulang terlambat.
Mother :
Ma, aku pulang telat ya? Liat basket di sekolah. Maaf, telat ngabarin. Aku pulang nggak sampe malem kok. See u ma!Ku kantongi kembali ponselku, dan menatap ke arah lapangan. Rupanya pertandingan itu telah usai, beberapa anak kulihat mengepalkan tangannya ke udara, termasuk Nino. Sudah kupastikan, ia memenangkan pertandingan.
Nino berlari kecil ke arahku, oh? Mungkin ke arah Kanha.
"Hai, bro!" ucap Nino ketika sampai di depan kami. Tangannya mengepal lalu mendekatkannya dengan tangan Kanha yang juga mengepal. Ber-tos ria ala laki-laki.
"Eh, Nay," sapanya ketika menyadari keberadaanku. Apakah sedari tadi ia tak melihat tubuhku? Huh!
Hanya kubalas dengan senyuman saja.
Tangannya mengambil sebuah handuk kecil yang berada di atas tas punggungnya. Mengelap keringat yang bercucuran di dahi dan lehernya. Tampak sangat mengagumkan.
"Balik sekarang?" tanya Kanha disela kesibukan Nino.
"Iya, ayok!"
Kami bertiga berjalan bersamaan. Rasanya senang sekali bisa berjalan bersama Nino. Mimpi yang tak pernah terbayangkan bida menjadi kenyataan.
"Eh? Naira pulang naik apa? Dijemput?" tanya Nino ketika kami sampai di hall.
"Enggak kak, nggak tahu nanti. Naik taksi mungkin," ucapku sekenanya.
"Loh? Yaudah ayok bareng gua aja," ajaknya.
What the hell? Diajak pulang bareng Nino? Oh! Aku sih yes aja.
"Apa-apaan lu? Kan lu pulang sama gua," sahut Kanha.
"Ya, 'kan lu laki-laki, ngojek sana!" perintah Nino.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, KANHA
Ficção AdolescenteUPDATE SETIAP HARI! STAY TUNE OKE Sebait catatan untuk azdillah Kanha Farezi. Catatan tentang sebuah kenangan yang tersimpan rapi di dalam ingatan, tanpa pernah sedikitpun terlupakan. Mungkin ini hanya catatan usang di dalam hati yang lapang. Namun...