S1 | 1. Emang Boleh Langsung Meninggal?

8.1K 1K 760
                                    

[Name] menghela napas panjang. Kelas baru saja berakhir, siswi yang masih menginjakkan kaki di jenjang pendidikan atas semester terakhir itu pun menenggelamkan kepalanya di satu lipatan tangannya yang ada di atas meja. Tahunya, di bawah tangannya malah membuka telepon pintar pribadinya, masuk ke aplikasi hijau dan mulai menggulir dari atas ke bawah.

Baca webtoon.

"Baam badas kali, bjir. Mau dong dipanah kamu, aw!" gumamnya seperti wanita gila. Noh manusianya sekarang sedang memerhatikan Baam di season-3 yang ada di tengah-tengah perang FUG dengan kubunya Zahard. Jari-jarinya terus menggulir layar secara brutal, memelototi gepengan yang tak akan nyata sampai kapan pun juga.

"Biasa aja kali liatinnya. Kayak mau makan orang, jir. Balik gak luwh?"

Maka gadis tak terlalu waras itu mendongak, nampak sahabat laknatnya yang paling disayanginya memandangi wajahnya dengan tatapan penghakiman. Apa ini, apakah dia tidak suka melihat kegilaan [Name] atau dia cemburu padanya? Astaga, [Name] tidak tahu dia sepopuler ini.

"Sayang, jangan cemburu."

"SIAPA CEMBURU ANJENG, gue gebuk juga lu." Berekspresi horor, gadis itu mengangkat kepalan tangannya ke atas seakan bersiap untuk memukul [Name] yang sewaktu-waktu halusinasinya kambuh.

"GAK ENGGAKK!! Gak mw puwlang, bwa aq puwlankkk bwrsamamuh, Enviraaa!!" [Name] bersimpuh di lantai kelas sembari menarik-narik rok Envira seperti minta dipungut. Berusaha tidak terjatuh pada tatapan maut itu, sayang sekali usahanya gagal dalam sekali intip. Memang kemampuan bawaan yang terlalu luar biasa dari [Name].

"Ya udah, nginep. Mumpung abang gue ga ada di rumah, toh besok juga hari sabtu, libur."

[Name] langsung menatap berbinar penuh harapan pada sang sahabat, segera air mata yang sebelumnya menggenang di kelopak matanya menghilang. Gadis itu langsung menarik tangan Envira pergi ke luar kelas.

"Kuy!" katanya.

"Ambil baju lu dulu ya, ntar telpon gue, ok?"

"Oke, sip, siap! Lu emang paling mantep sih , Vir."

Envira hanya mengacungkan jempol dengan wajah datar. Sudah sangat jelas bahwa Envira telah mengetahui kebusukan keluarga [Name] di balik layar, ia bahkan membantu [Name] untuk mencarikan pekerjaan sampingan agar [Name] bisa terbebas saat lulus nanti. Beasiswa sudah diraih, tempat sudah disediakan, pekerjaan sudah terjamin, tinggal menunggu kelulusan saja.

Dengan hati bahagia, [Name] pulang ke rumahnya. Langkahnya ringan seperti tak memiliki beban di punggungnya, ya, memang tidak punya sih, kan dia bebannya.

Namun, semua itu berubah semenjak tangannya membuka pintu rumah, wajahnya langsung memamerkan ekspresi datar seperti papan tulis. Cepat-cepat [Name] masuk ke kamarnya dan menguncinya. Ia mengambil beberapa helai pakaian untuk persiapan menginapnya. Tak lupa barang wajib seperti charger dan dompet ia masukkan ke dalam tas.

[Name] kemudian menelepon Envira setelah semuanya siap, teleponnya terhubung dengan earphone. Ia bisa mendengar suara Envira dari sana tanpa didengar oleh orang lain.

"Di mana nih?"

"Masih di rumah. Jemputin gue, dong!" [Name] membalas dengan volume yang pelan agar tak didengar keluarganya.

"Yauda tunggu, gue ada di toko ga jauh dari rumah lu."

[Name] tidak mematikan teleponnya, begitu juga Envira. Entah mengapa sudah menjadi kebiasaan mereka tak mematikannya sampai keduanya benar-benar bersitatap secara langsung.

Tok! Tok!

[Name] mengernyitkan dahi mendengar suara ketukan di luar pintu kamarnya. Tumben-tumbenan mau akhir pekan begini dia diusik oleh keluarganya, disuruh ikutan ibadah sesat, kah?

Enter the Tower || Tower of God ft.Reader [ON REWORK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang