Perempuan itu terus saja berjalan entah kemana. Yang dia butuhkan saat ini hanyalah menghindar dari kerumunan orang lain maupun sahabatnya sendiri. Dia benar benar marah atas kelakuan mantan pacarnya tadi saat di kantin.Alvin menuju taman belakang sekolah yang sangat sepi, cocok untuk dirinya yang sedang ingin sendiri.
Alvin menuju kursi kayu yang berada di dekat pohon beringin besar. Matanya tertuju pada seorang perempuan yang sedang membaca buku. Dan dia adalah Rena.
"Lo! Ngapain lo disini?" tanya Alvin saat memutuskan untuk menemui Rena
Rena terkejut mendengar suara lelaki yang ia yakini adalah kakak kelasnya kemarin.
"Kakak yang ngapain kesini? Aku udah dari tadi disini." jawab Rena
"Suka suka gue lah."
Cukup lama mereka saling terdiam diri, tanpa ada satupun yang bersuara. Mereka memilih sibuk dengan urusan masing masing. Alvin menatap surai rambut Rena yang lurus terurai.
"Na.."
Mendengar namanya dipanggil, Rena mendongak, " iya ada apa kak?" Rena menatap manik mata milik Alvin. Tanpa disadari Alvin pun juga, sampai dirinya engga untuk menatap ke arah lain.
Kenapa baru sekarang Rena mendapat tatapan seperti itu. Tatapan yang teduh dan hangat, semua itu hanya mengingatkan nya pada sang ibu.
Karena sudah merasa risih akan tatapan itu, mereka sama sama membuang muka. Pipi Rena langsung merah padam. Jangan baper, dia cuma natap pliss jangan baper! Batin Rena
"Kemarin lo sampek rumah jam berapa?" Rena menoleh ke arah Alvin, sayangnya tidak terjadi seperti tadi. Dia tersenyum kearah Alvin dan manampilkan sederet gigi putihnya. "Jam 4"
Alvin mengernyit mendengar jawaban Rena bagaimana tidak bingung Rena bahkan Pulang dari pukul 2 siang tetapi pukul 4 sore baru sampai dirumahnya.
Seolah tahu apa yang di fikirkan Alvin, Rena langsung dengan cepat memberi penjelasan "kemarin aku ke supermarket dulu, jugaan aku bawa sepedanya ga kebut kebutan jadi lama deh hhe".
"Kan bisa gua anterin, lu si bandel mau pulang sendiri." ucap Alvin seraya mengacak acak rambut Rena.
Disini adalah awal perkembangan mereka menjadi teman. Ah sungguh aneh mereka ini, berteman dengan cara yang tak wajar.
"Kok muka kakak kaya kesel gitu?" tanya Rena dengan wajah penasaran nya
"Gue gpp."
"Gak papa kali kak, cerita aja. Aku ga bakal cerita ke orang orang kok."
Hari ini Alvin benar benar terbuka pada seseorang yang baru ia kenalinya dengan jangka waktu tak lebih dari 1 minggu. Entah ada rasa nyaman bertabur ketenangan bisa bersama Rena.
"Mantan gue buat rusuh di kantin." Mulainya. "Dia ga terima gua putusin, padahal gua sama dia udah putus dari lama. Tapi dia tetep ngotot buat gamau putus." akhirnya
"Tenang aja kak, aku yakin pasti nanti dia juga bakal bosen perjuangin kakak kalo kakaknya aja ga ngerespon." kata Rena
"Thanks" Rena tersenyum, senyum yang membuat Alvin terpaku.
Sampai akhirnya Rena melihat jam yang melingkar ditangannya. Rena menoleh kearah Alvin, "Kak udah hampir masuk nih, aku kekelas dulu ya."
Rena beranjak dari duduknya, namun mendengar langkah kaki Alvin yang mengikutinya membuat Rena berhenti.
"Eh kakak juga mau kekelas? Yudah ayok bareng!"
Mereka berdua berjalan beriringan, salah satu diantara keduanya melontarkan lelucon. Sampai hal tak terduga, lengan tangan Rena di tarik seseorang. Yang membuatnya menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang.
Plak....
Tubuh Rena didorong secara paksa oleh perempuan yang mengenakan seragam sama sepertinya. "Lo apa apaan si!" bentak Alvin, lantas dia menghampiri Rena yang tengah meringis memegangi pipinya.
"Jadi ini alasan kamu gamau balikan sama aku?" Perempuan itu menarik tangan Alvin yang ingin membantu Rena berdiri.
"Anjing, gua dari tadi diem karena ngehargain lo sebagai cewek. Tapi lo malah ngelunjak!" Alvin sudah tancap gas
Alvin menarik paksa Naomi agar pergi dari sana, karena ia tak mau sampai terjadi hal buruk pada Rena.
Rena memegangi pipinya yang terasa sakit. Dia melangkah pergi menuju kelas karena pasti pelajaran sudah dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strong girl
Teen FictionTuhan baik banget ya sama gua? Disaat gua lagi terpuruk, tapi tuhan dengan baiknya mampu melengkungkan senyum gua yang hampir saja hilang