Ruang keluarga yang tadinya sepi mendadak menjadi ramai ketika suara dingin Angga terdengar.
Angga menatap Rena dingin. Yang ditatap enggan untuk menatap balik karena rasa takutnya.
"Mas, udah lah—"
"Diam kamu Yuna! Lebih baik kamu masuk kekamar kita dulu." perkataan Yuna terpotong oleh bentakan Angga.
Yuna sebenarnya khawatir pada Rena, namun mau bagaimana lagi? Jika ia tetap disini ia yakin Angga pasti akan lebih marah dari pada ini.
Rena hanya bisa menunduk setelah mendapat tatapan tajam dari Angga, keberaniannya semakin ciut.
"Kamu tahu apa kesalahan kamu?" suara itu terdengar pelan namun dingin.
"A-yah.."
"JAWAB!"
Rena terlonjak kaget, bahkan sangat kaget. Perlahan namun pasti air mata Rena air matanya mengalir dengan deras diikuti dengan suara isakan pelan dari bibirnya.
Baru kali ini Rena dibentak dengan begitu keras oleh ayahnya. Angga memang sering membentaknya tapi entah kenapa kali ini rasa sakitnya berbeda.
Rena ingin menjawab sialnya bibirnya terkunci rapat, tidak bisa berucap sepatah katapun.
Angga semakin marah tidak melihat perubahan Rena yang hanya menangis dalam diam. Mata mereka bertemu, Rena ingin mengalihkan penglihatannya namun dia tibak seberani itu untuk melakukannya.
"Sekali lagi kamu mengulanginya, ayah bakal usir kamu dari sini!" Kata Angga yang sangat menusuk hati Rena.
Angga meninggalkan tempat itu. Rena langsung bergegas menuju kamarnya,hatinya saat ini sedang dalam keadaan yang buruk.
Sakit.
Rena benar benar tidak tahu dimana letak kesalahannya. Apakah memang dirinya yang terlalu polos atau ayahnya yang terlalu berlebihan? Entahlah memikirkannya membuat hati Rena semakin sakit.
Rena ingat kejadian semalam. Dia memang salah namun setiap orang pasti pernah telambat bukan?
Rena merasa dunia begitu kejam padanya. Namun dia juga harus bersyukur setidaknya ia masih bisa melihat ayahnya.
Bi Tuti yang melihat anak majikannya itu ikut merasakan sakit yang dialami Rena. Tapi dia bisa apa? Dia hanyalah pembantu disini, dia tidak berhak mencampuri urusan majikannya.
Rena sudah memutuskan, bahkan keputusannya ini bisa dibilang sedikit gila. Tapi mau bagaimana lagi? Rena hanya bisa mengeluarkan rasa sakitnya dengan tulisan.
Dengan bantuan secarik kertas dan pena, akhirnya Rena menulis segala rasa sakitnya untuk sang ayah. Walaupun Rena tahu kemungkinan suratnya dibaca oleh sang yah sangatlah kecil.
Rena sadar kesehatannya semakin menurun akhir akhir ini. Apakah takdir akan selalu seperti ini dalam hidupnya. Miris, kebahagian belum pernah terasa dalam hidupnya.
Saat menoleh kearah jendala kamarnya ia melihat siluet seseorang.
Siapa dia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Strong girl
Teen FictionTuhan baik banget ya sama gua? Disaat gua lagi terpuruk, tapi tuhan dengan baiknya mampu melengkungkan senyum gua yang hampir saja hilang