9) Bryan

49 15 10
                                    

Raut bahagia tak pernah luntur sejak pagi. Sudut bibir yang manis itu selalu tertarik ke atas, membentuk senyuman indah.

Mata indah milik Rena terus memperhatikan jalanan. Sesekali dia memainkan jarinya untuk menghilangkan rasa gugupnya.

"Gugup ya?" tanya Yuna sambil tersenyum.

Rena menoleh melihat Yuna yang duduk di depannya, "Eh iya bun, sedikit kok hhe" Rena menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.

Angga menghentikan mobilnya didepan rumah mewah yang tak lain adalah rumah ibunya. Lalu mereka yang berada di dalam langsung turun mengikuti Angga yang memasuki rumah itu.

Rena sedikit cemas melihat saudara saudaranya. Apalagi ia sudah lama tidak berkumpul seperti ini.

Rena menggigit bibir bawahnya untuk menghilangkan rasa cemas nya. Tidak perlu dikhwatirkan

"Ayo sayang, ayah udah nunggu." Rena dan Yuna berjalan beriringan.

Disana terlihat sangat ramai, tempat ini didesain sedemikian rupa hingga menyerupai rumah rumah ala eropa, membuatnya terheran heran dengan semua ini. Setelah mengamati suasana lalu dia mencari ayahnya yang entah kemana.

Lalu mata Rena menemukan sosok yang di carinya. Angga terlihat sedang berbincang bincang dengan saudaranya. Tidak, dia tidak akan kesitu karena mungkin itu hal yang penting untuk orang dewasa bukan untuknya.

Rena bingung ingin berbuat apa, ia sungguh bosan. Rena ingin duduk tapi semua kursi disini sudah penuh dengan sanak saudaranya.

Yuna pun sedang berbincang entah dengan siapa. Akhirnya Rena menemukan tempat duduk yang kosong, tapi saat ingin mendaratkan bokongnya seseorang lebih dulu menepuk pundaknya.

"Rena? Udah lama ya kita ga ketemu."

Rena hanya tersenyum tapi sedetik kemudian senyum itu luntur. Iya, dia baru sadar siapa lelaki yang ada didepannya ini.

Saat ingin pergi tangan Rena ditarik oleh pemuda tadi "kenapa?"

Rena menggeleng entah kenapa suasana hatinya memburuk. Dia berharap hari ini akan menyenangkan, tapi apa? Hal tak terduga menimpa padanya.

"Aku tau aku adalah saudara yang buruk untukmu. Tapi aku janji sekarang aku akan selalu melindungimu."

Rasanya Rena ingin tertawa mendengar ucapan Bryan. Apa tadi yang Bryan katakan tadi? Melindungi? Rena bukanlah bocah yang takut kegelapan lagi.

"Gak usah dibahas."

Bryan tersenyum kecut, dia memandangi Rena dengan lekat. Rena masih sama dengan dulu. Dia akan menjadi gadis cantik dengan senyuman yang tak pernah pudar.

"Rena?"

"Iya."

"Lo masih marah sama gua?"

"Mungkin" jawab Rena tidak pasti

"Gimana kalo kita ngobrolnya di taman belakang aja?" ajak Bryan pada Rena

"Ayo"

Mereka berdua berjalan ke taman yang ada dirumah itu. Seperti tidak peduli dengan acara yang sedang berlangsung mereka lebih memilih tempat yang sepi untuk berbincang.

Setelah sampai ditaman mereka duduk di kursi yang ada di taman tersebut. Disini sangat sepi karena orang orang sedang menikmati acara yang sedang berlangsung.

"Lo kangen ga sama ibu  lo?" Bryan mencoba untuk membuka obrolan

"Kangen, banget."

"Sorry karena waktu itu gua gabisa dateng kerumah lo buat nyelamatin ibu lo."

Rena menatap Bryan dengan tatapan yang tak bisa Bryan baca. Dia kembali menghadap ke semula namun dengan kepala yang tertunduk.

"Iya gak papa gua ngerti lo pasti sibuk kan?"

Satu tetes, dua tetes air bening itu lolos dari matanya. Dia tidak ingin dibilang cengeng. Dengan cepat dia menghapus air matanya.

"Lo kalau mau nangis gak papa, gua siap dengerin."

Tubuh Bryan langsung mendekap tubuh Rena yang sudah bergetar. Bryan selalu ragu untuk membahas keluarga Rena, karena gadis itu akan berakhir dengan menangis.

Rena perlahan mendapatkan kehangatan. Perlahan namun pasti Rena memegang erat lengan Bryan.

Sayang langkah kaki keras itu mengganggu momen mereka. Yuna menarik tangan Rena dan Bryan dengan cepat karena acara puncak akan di mulai.

"Ternyata kalian disini, ayo cepetan acara puncaknya udah mau mulai."

Mata Rena terbuka sempurna. Apa yang telah ia lakukan? Hal yang menurutnya spesial telah ia rusak dengan sendiri.

Strong girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang