(08) . tentang akhir bahagia?

66 18 5
                                    

      JAM DINDING menunjukkan pukul tujuh, Rion sudah mendudukkan dirinya di kursi meja belajar bersiap untuk ujian sekolah besok. Rion menghela napas pelan, dalam hati menyemangati diri sendiri. Gawainya berdering di tengah fokus Rion, ternyata ada telpon dari gadisnya.

      “Halo?”

      Rion tersenyum kecil, kenapa suara Nala begitu lucu? “Hm.”

      “Belajar, ya?”

      “Iya.”

      “Ku ubah ke fitur video call, ya?”

      “Kamu tidak belajar?”

      “Bosannnnnn.”

      Rion terkekeh lagi. “Ya sudah.”

      “Ya sudah, apa?”

      “Katanya mau video call.”

      Bisa Rion dengar disebrang sana gadisnya bersorak.

      Dalam sekejap, panggilan suara mereka berubah menjadi panggilan video.

      “Kamu belajar aja, aku temenin.” Nala berujar sambil meminum bubble tea kesukaannya.

      Rion yang memang belum belajar sama sekali mengangguk setuju.

      Tanpa percakapan, Nala yang sibuk memandangi Arion yang sangat fokus akan soal matematika yang akan ia pecahkan.

      “Yon,”

      Rion menjawab dengan deheman. Masih belum berniat mengalihkan fokusnya untuk sekarang.

      “Percaya dengan akhir bahagia?”

       Jemari Rion seketika berhenti menuliskan rumus yang semula terancang apik dalam kepala. Fokusnya berpaling ke arah sang kekasih yang diam seakan menunggu jawabannya.

      Rion masih mematung dan mengerjab, masih mencoba mengerti apa ini sebuah kode atau hanya pertanyaan biasa?

      “Kenapa nanya begitu?” Rion memilih balik bertanya.

      Nala dari seberang mengangkat bahu. “Penasaran aja.”

      “Menurut saya, akhir bahagia itu bersifat relatif. Tergantung bagaimana masing-masing kepala manusia memprosesnya. Nyatanya, bersama gak akan selalu membahagiakan, dan perpisahan juga gak akan selalu menyedihkan,” jelas Rion memilih mengeluarkan isi kepalanya.

      Diam-diam Nala meremat erat celananya, menahan tangis yang seakan menyesaki dadanya.

Tolong, satu pertanyaan lagi...

      Nala tersenyum cerah menutupi semuanya sambil mengangguk-angguk mengerti.

      “Kalau nanti, akhir kita itu perpisahan... Akan menjadi akhir membahagiakan atau menyedihkan, Yon?” suara Nala tanpa sadar tercekat di akhir.

      Rion menggenggam erat pensil dalam tangannya yang mungkin sebentar lagi akan patah. Sambil berusaha tegar Rion menjawab,

      “Akan menjadi akhir dari sebuah cerita yang tak akan pernah saya lupakan, karena terlalu banyak bahagia disana.” Rion tersenyum, lega akan jawabannya. “Kamu nangis?” tanya Rion khawatir yang seperti menyihir Nala untuk menangis lebih deras.

      Sambil mencoba menutupi mata basahnya, Nala mencoba menutup panggilan mereka dengan berbagai alasan.

      Rion menidurkan kepalanya lelah di meja belajar. Tak lama, gawainya bergetar.

Nala 🐥 : aku akan lanjut sekolah di kota yang sama dengan kakakku, yon.

Atau dalam arti lain, mereka akan segera berpisah.

seharusnya update kemarin, tapi aku lupa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

seharusnya update kemarin, tapi aku lupa...

iv. antalogi √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang