3

6.1K 633 9
                                    

Ketika aku berusia tiga belas tahun Ayah dan ibu memberitahuku tentang cinta dan mereka bilang aku boleh saling mencinta dengan pria jika pada usia enam belas tahun. Tapi aku tidak pernah melakukan hal itu sampai usia dua puluh empat tahun ini.

Ayah bilang ketika dua orang memiliki rasa saling menyukai atau tertarik satu sama itulah awal mula yang di namakan cinta. Mereka saling merasakan bahagia, saling merindukan begitu banyak sehingga saat waktu nya sudah tiba mereka akan memutuskan sebuah ikatan serius dengan status mereka.
Tapi dibalik semua itu ada terbagi berbagai kisah cinta dalam versi lain di penjuru didunia ini. Salah satu nya adalah saat aku berusia empat belas tahun memasuki sekolah menengah atas ayah mulai memberitahu apa itu yang di nama kan Gay. Mereka adalah kaum yang mempunyai cinta terhadap sesamanya. Ayah bilang saat ada dongeng dunia yang mengatakan jika adam mencintai hawa maka itu berbalik untuk mereka.

Jika aku mendapati pria dan pria atau wanita dengan sesamanya saling mencintai itu yang dinamai LGBT. Dan mereka mempunya komunitas nama mereka sendiri yang hampir semua negara sudah mengetahui itu.
Ayah bilang itu cinta yang memalukan.
Itu juga yang masyarakat katakan.
Mereka tidak akan menanggapi kata-kata kita. Realitas mereka jelek, dan mereka tidak bisa melarikan diri dari semua itu.

Pernah suatu kali ibu berkata padaku ketika kami pergi ke Mall tanpa sengaja kami melihat sepasang wanita berciuman.
Aku hanya diam dan bergidik dengan memalingkan wajahku.

Sekali lagi ayah selalu memberitahuku homoseksual adalah penyakit mental karena pria dan wanita diciptakan satu sama lain itu sebabnya tuhan menciptakan kita dengan jenis kelamin yang berbeda, Itu memang cinta tapi menjadi gay akan memalukan.

"Aku bosan, kita punya libur dalam dua minggu perusahaan meliburkan hanya karena di ambang kebangkrutan, apa jadinya jika perusahaan itu benar-benar bangkrut? Aku malas mencari kerja lagi" Jisoo berkata saat kami tengah berjumpa di kafetaria.

"Kalau begitu kau tidak usah kerja, rebahan saja sampai badanmu itu mengendur" Ujar Nayeon dengan santainya.

"Diam Nayeon jika kau hanya membuatku semakin bosan saja"

Aku terkekeh melihat perdebatan mereka.

"Apa Irene unnie, Lisa dan Mina akan segera datang?" Nayeon bertanya pada rosé.

"Sudah ada di parkiran, Lisa mengirim pesan" Jawab rosé dengan mata yang sudah mengarah ke pintu masuk kafe ini.

Jantungku berdetak kencang sesaat ketika nama Lisa di lontarkan Nayeon.
Tak lama mereka datang. Irene duduk di sampingku sementara Lisa dan mina duduk di samping rosé. Aku tersenyum namun ketika mataku menghampiri Lisa aku dengan cepat menurunkan senyum itu.

Dia melihatku tapi masih dengan senyuman yang lebar.

"Jadi bagaimana unnie, pesta di adakan seminggu lagi apa kita harus memesan baju untuk hari special sepupumu?" Ucap Mina pada Irene.

"Itu hanya pesta biasa. Kalian tidak perlu memakai gaun yang luar biasa" Irene menjawab seraya terkekeh.

Aku menanggguk dan mulai ikut berbicara.

"Itu benar. Tapi tidak mungkin yang biasa saja unnie, kami ingin sepupumu melihat kami sebagai teman Irene yang tentunya modis dan berwibawa bukan?" Perkataanku di setujui Nayeon. Aku tertawa karena candaannya bahwa dia berkata kita adalah geng cantik yang terkaya di kota ini.

Sementara aku berfokus pada Irene, jisoo, nayeon dan mina. aku melirik Lisa sekilas dia masih fokus berbicara dengan rosé. Hanya dia yang belum mengatakan apa pun sejak tiba disini.
Dengan cepat aku mengalihkan mataku lagi ketika tahu dia kembali menatapku. Itu cepat tapi aku menyadarinya.

"Aku dengar sepupumu mendapatkan pria yang tampan apa itu benar unnie?" Kini giliran rosé yang bertanya sejak dari tadi dia asik bersama lisa.

"Tidak juga, dia disebut tampan hanya karena dia seorang pengusaha, itu biasa saja menurutku" Kata Irene dengan mengangkat kedua bahunya.

"Tapi Yoona unnie wanita yang cantik, dia pantas jika mendapatkan suami yang seperti itu dan itu akan menjadi nilai bunos ketika wanita yang cantik menikah dengan pria yang tampan. Its perfect" aku berkata dengan sedikit candaan pada Irene.

"Ya terserah apa kata kalian" Irene hanya mampu memutarkan mata nya tanpa berminat melanjutkan pembicaraan tentang sepupunya.

"Lisa kenapa kau diam saja dari tadi" Mina bertanya ketika menyadari Lisa belum mengeluarkan sepatah kata pun.

"Dia sedang pms mungkin" Canda Jisoo menimpali.

Lisa tertawa dan menggelengkan kepala nya sebagai jawaban.

"Tidak. Aku hanya sedang memikirkan perkataan Jennie. Baju apa yang harus aku pakai nanti, kalian tahu aku hanya bisa memakai pakaian casual"

"Kau boleh memakai pakaianku Lis. Kita sedikit sama tidak usah khawatir!" Ucap rosé mensiku perut Lisa dengan tangannya.

"Apa? aku tidak mau chaeng"

"Kenapa?"

"Kau terlalu banyak memakai warna pink, jangan pikir aku tidak tahu apa isi lemarimu"

Kami tertawa dengan ocehan mereka berdua dan aku pun sedikit menyunggingkan bibirku tersenyum.

"Kau benar Lis, rose lah yang paling feminin di antara kita" Saut Jisoo.

"Jennie lah yang cocok dalam warna yang sama denganmu, bukan begitu Jen?" Jisoo mengatakan sambil melihatku.

"Apa? Uh ya..benar" Aku menjawab Jisoo sedang segera. Itu memang benar di antara mereka memang aku dan Lisa yang menyukai warna tak jauh berbeda.

Jika aku memakai hitam dia akan memakai putih begitu pun sebaliknya. Itu sering dan tanpa di sengaja.

Aku kembali tersadar ketika mata Lisa sudah menatapku dengan senyumnya yang seperti biasa. Seolah tidak terjadi apa-apa di antara kita. Mungkin jika ada Miyeon disini dia akan menyadari kecanggungan Lisa sekarang. Aku merasa dari perkataannya dia terlihat lebih berhati-hati. Aku tahu kenapa, Tentu saja.

Dia masih menatapku tapi sekali lagi aku tidak bisa memberikan senyumanku lagi secara sembarangan seperti dulu. Senyuman perlahan menghilang dan mata besarnya yang coklat menjadi redup. Aku mengalihkan perhatianku dan memalingkan wajahku ke samping, aku tidak ingin berlarut terus melihat matanya ketika aku sudah merasa mata nya menujukan tatapan yang tak sama lagi bagiku.

Aku menghela nafas ketika aku menurunkan mataku ke lantai sesaat dan kembali menenggakkan wajahku. namun aku sedikit tersentak saat Irene yang duduk disampingku kini tengah menatapku dengan sedikit menyipitkan matanya seakan menaruh tatapan kecurigaan padaku.



















Hey sengaja merubah judulnya tapi inti cerita yang sama 😀
Ini bab pendek.
VOTE KOMENT

the rainbow isn't straightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang