7

5.3K 580 9
                                    



Kami mencari tempat lain untuk bicara karena aku tidak ingin tiba-tiba Chahee atau Mina mendengar percakapan kami.

Sekarang kami duduk menghadap laut malam yang indah. Irene dengan sengaja membiarkan aku yang harus memulai dulu karena dia sudah diam lebih dari satu menit ini.

"Jadi kau sudah tahu tentang Lisa?" Tanyaku memulai.

"Aku tidak tahu"

"Apa? Kau beberapa saat yang lalu mengatakan Lisa gay. Itu artinya kau tahu kan?"

"Aku tidak tahu, mungkin belum tahu. Justru aku ingin membicarakannya denganmu sekarang."

Aku sedikit kesal dengan jawabanya. Jadi dia belum tahu lalu sekarang dia seperti akan mengintrogasiku.

"Jangan bercanda denganku Irene. Aku ingin istirahat dan tidur."

"Serius Jennie. Baik sekarang aku akan bicara padamu. Aku mengatakan Lisa gay karena aku ingin memastikannya darimu. Kenapa aku bicara denganmu tapi bukan Lisa? Karena itu berhubungan dengan sikapmu sekarang."

Aku menyeritkan keningku. Aku tahu dia aku membicarakan semuanya.

"Kau selalu berubah ketika Lisa bergabung bersama kami. Kita sudah berteman bertahun-tahun jen jadi jangan pikir aku tidak bisa merasakannya. Hawa kalian terlalu canggung belakangan ini dan sikapmu menunjukkan itu semua."

"Irene jika itu yang kau pikirkan. Itu tidak benar aku hany-"

"Aku belum selesai bicara. Dan soal Lisa gay, aku pernah melihatnya disuatu tempat dia sedang berkumpul dengan sekompok wanita dan yang aku tahu tempat itu terkenal dengan tongkrongan Lgbt. Aku masih tidak percaya awalnya mungkin dia hanya mampir di tempat itu tapi pikiranku berubah lagi sampai aku melihatmu seperti menghindarinya terus terutama ketika dia selalu tersenyum melihatmu dan sikapmu tidak membalasnya lagi. Ayolah jennie kau dan Lisa begitu akrab seperti saudara kami tahu itu, dan sekarang apa yang aku lihat itu sangat berbeda. Jadi inilah saatnya aku bertanya padamu, apa yang terjadi dan apakah ini ada hubungannya dengan apa yang aku tanyakan dari awal? Lisa gay kan?."

Irene menatapku dengan serius dan aku hanya bisa diam mencerna semua ucapannya. Apa yang dia katakan itu benar tapi apa yang harus aku lakukan sekarang? Jadi aku harus memberitahunya? Jika Irene tahu sudah pasti dia akan sepertiku dan Lisa akan mengira aku lah penyebab dari semua ini.

"Jennie.."

Aku mengambil nafas dalam-dalam dan kini menghadap irene.

"Irene...aku.."

"Jen, jangan sembunyikan apa pun dari kita. Kami sudah berjanji apa pun itu kami akan menghadapi nya bersama"

Aku menelan ludah dan akhirnya mengakui itu semua.

Aku menceritakan pada Irene dari awal sampai akhir bagaimana aku tahu dan bagaimana Lisa menjadi seperti itu.
Tak seperti dugaanku Irene hanya diam dan sesekali menganggukan kepalanya mendengarkan ceritaku.

"Kuharap kau tidak akan marah padanya. Cukup aku yang-"

"Kenapa harus marah? Aku tidak peduli jika dia gay. Aku hanya ingin tahu apakah itu nyata atau hanya halusinaku"

Aku menatapnya bingung. Apa yang dia katakan?

"Kau tidak keberatan teman kita bagian dari mereka? Kau tahu itu-"

"Aku tahu jennie, tapi itu adalah haknya. Kita hanya temannya tidak ada hak untuk mengatur hidupnya. Selama dia masih di jalur baik maksudku tidak menjadi kriminal aku akan baik-baik saja."

Irene adalah kakak tertua kami didalam pertemananku dan dia selalu menyuruh kami untuk tetap berada dijalur yang baik. Maksudku dia selalu menerapkan kebenaran dalam dirinya dan menularkan pada kita lalu sekarang salah satu dari kami ada yang salah dan dia membiarkannya begitu saja?

"Aku tidak mengerti denganmu. Kau harus memberitahu Lisa bahwa ini salah. Kau selalu membenarkan apa yang salah lalu sekarang apa yang aku dengar ini..?"

Aku melihat Irene menghela nafas dan kemudian menatapku.

"Lalu kau mau sepertimu? Menjauhi nya atau memaksanya untuk menyukai pria? Jennie...dia tetap Lisa kita teman kita hanya saja perasaanya yang beda dan itu tidak masalah."

"Tetap saja salah! Apa kau tidak aneh dengan mereka? Mereka menyukai gadis dan gadis secara nyata."

"Kenapa? Kau terdengar seperti homophobic yang keterlaluan jen. Aku tahu kau tidak menyukai mereka tapi jangan berlebih seperti ini."

"Karena itu tidak sehat. Dan Lisa terpengaruh oleh mereka!"

"Kenapa tidak sehat?"

"Homoseksual adalah penyakit mental."

Kini aku melihat Irene memejamkan matanya dan kembali melihatku dengan tatapan tajam. Dia akan menatapku seperti ini jika dia sudah mulai kesal.

"Bagaimana kau bisa mengatakan itu? Jennie dia-"

"Karena pria dan wanita mempunyai jenis kelamin yang berbeda."

"Lalu bagaimana jika dia terlahir dengan seperti itu? Dia gay secara alami"

"Dia- dia .. mungkin merasa kesepian saat kecil-"

Irene hanya tertawa dan menggelengkan kepalanya melihatku.

"Aku bertanya serius padamu Jen."

"Aku juga serius, karena manusia dilahirkan secara heteroseksual" Irene hanya menyeringai mendengar jawaban dariku.

"Ya mungkin kau benar, tapi itu kata-kata dari seseorang yang belum pernah merasakannya"

Irene sedikit tertawa dan akan segera berdiri.

"Diam irene. Setidaknya aku bukan orang berdosa seperti mereka." Aku segera berdiri mengikutnya.

Irene kemudian menghadapku lagi dan tersenyum lemah.

"Ini adalah pertama kali aku mendengar pendapatmu tentang lgbt setelah bertahun-tahun kita berteman. Tapi aku tidak peduli tentang pendapatmu yang harus kau lakukan tetap anggap Lisa teman kita apa pun yang terjadi karena aku tidak ingin persahabatan kita semua berantakan hanya karena pendapatmu itu."

"Apa? Aku hanya mengatakan tentang kebenaran-"

"Kau mengatakan karena belum merasakan. Simpan kebenaran yang ini dulu. Mulai besok aku mau kita semua baik-baik saja, mengerti jennie kim?."

Irene menatap mataku dengan tatapan kematiannya dan aku hanya bisa menganggukan kepala jika dia sudah menatapku seperti ini.

Aku mendengus cemberut kalah lagi jika berdebat dengannya.

Aku mengangkat bahu dan berjalan mengikutinya. Semilir angin menerbangkan rambutku sesaat.

Aku berhenti untuk melihat laut sebentar. Perkataan Irene masih melekat dalam otakku.

Irene benar Lisa adalah teman kita. Tapi aku menganggapnya sudah berbeda karena perasaanya. Mungkin sedikit yang harus aku ubah adalah tidak terus memikirkan bagian dari perasaanya.

Tapi ini untuk persahabatan kita bukan berarti aku menerimanya. Lagi pula kenapa Irene berkata seperti itu? Tidak akan ada yang merasakannya seperti
kecuali jika kita terpengaruh.

Dan aku tidak akan pernah merasakannya. Tidak akan pernah.

Aku menggelengkan kepalaku dan sedikit bergidik.

Aku segera berlari begitu melihat Irene sudah jauh berjalan.

"Ireneeee tunggu aku!!"













Ini adalah double up. Menikmatinya 😏? Beri vote dan koment

the rainbow isn't straightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang