Cuaca mendung menghiasi langit sore dengan memamerkan gumpalan kapas abu-abu pada dunia. Satu persatu rintik hujan jatuh, membuat para penghuninya kalang kabut saat disapa. Sore itu, orang-orang berlarian mencari tempat berlindung sambil melindungi kepala mereka dari serangan langit yang terlihat sedang menangis. Menangis seperti pria yang masih setia berdiri di pinggir trotoar sembari menggengam bunga mawar layu yang sudah kehilangan setengah dari kelopak-kelopak indahnya.
Pria itu terus menatap kosong warung kopi klasik di seberang jalan tanpa menghiraukan hujan yang semakin deras, membasahi sweater hitam dan celana jeansnya. Iris matanya masih menatap siluet indah yang duduk membelakanginya, terlihat sedang bergurau dengan pria lain. Terlihat sangat bahagia, bahagia yang tanpa sadar menyakiti orang lain.
“Jisung?” Pria itu menoleh saat merasa namanya terpanggil, tersenyum tipis pada sosok yang menghampirinya sambil memeluk erat tas di depan dada.
“Kenapa kau hujan-hujanan, Hyunjin?” tanyanya balik masih dengan senyuman, tidak berniat menghapus air mata di pipinya. Yang pastinya sudah membaur dengan air hujan.
“Kau sendiri? Kenapa hujan-hujanan?” Hyunjin tidak menjawab, memilih balik bertanya yang sayangnya sama sekali tidak mendapat jawaban. Sedetik kemudian mata Hyunjin menangkap pemandangan yang mungkin adalah penyebab linglungnya Jisung saat ini, tersenyum miris saat menyadari pemandangan di warung kopi klasik itu.
“Sudahlah. Ayo pergi!” Jisung memang tidak berniat menjawab, memilih menarik tangan Hyunjin dan pulang tanpa pelindung kepala.
“Bunga itu kau beli dua minggu yang lalu, jika kau membiarkannya layu di tanganmu berarti kau memang sedang bermasalah dengannya. Kenapa kau tidak meminta dia mengambil keputusan? Misalnya, bercerai?” Tangan Hyunjin menelusup, berusaha kabur dari gengaman tangan Jisung. Matanya sedari tadi menyadari jika temannya itu menggengam bunga mati yang entah kenapa masih berada di tangannya dan bukan tangan ‘orang itu’.
“Kurasa, aku tidak perlu menjelaskannya kan? Aku yang bodoh.” Ucapan Jisung membuat Hyunjin sedikit terkekeh. Dipukulnya lengan itu sampai sang empunya meringis kesakitan.
“Dasar menyedihkan!” ujarnya kemudian, membuat sang pria mengerutkan kening tidak terima.
“Kau sendiri? Kenapa kau pulang tanpa membawa payung? Bukankah kau selalu membawa payung tiap pergi bekerja?” Jisung menghujaninya dengan pertanyaan, seolah mencari celah untuk mengejek temannya itu balik. Membuat Hyunjin memalingkan wajah ke arah lain.
“Jika aku jawab, kau pasti mengataiku bodoh juga, ” cicitnya yang langsung membuat Jisung tertawa puas. Melupakan semua yang dia lihat saat hujan tadi, di warung kopi yang seharusnya menjadi tempatnya berkencan dengan seseorang.
“Tidak apa-apa.” Aura di sekitar mereka menjadi sendu saat tawa itu berhenti. Berganti dengan ucapan lirih serta usapan Jisung pada kepala si manis Hyunjin, “Tapi lain kali, jangan lakukan itu lagi, ” lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magellanic
FanfictionHyunsung, Han dom :) Semua cerita tentang Jisung, di mana Hyunjin menjadi Terungkunya. Fanfiction Alternative Universe 🌌