macity police station

382 44 8
                                    


Bullet

***

“Vokalis utama dari band Chicago meninggal setelah ia mengambil pistol 9mm, menempelkannya tepat di kepala dan menarik pelatuknya. Kupikir ini sama persis, Ketua Bang.”

“Bunuh diri?”

“Tidak. Dia bilang pada orang-orang di sana untuk tidak khawatir karna dia pikir klipnya tidak ada di dalam pistol.”

“Ah … candaan yang berakhir kematian.”

Han Jisung—detektif Kepolisian Macity—yang sedang mengopi di kantin bersama Bang Chan, atasannya. Hujan sedari tadi masih belum reda dan insiden beberapa hari yang lalu masih menyisakan duka.

“Apa kalian pikir itu wajar? Maksudku, apa dia sebodoh itu sampai tidak tahu jika pistolnya masih berisikan peluru? Atau setidaknya … dia mengecek dulu.”

“Ya. Memang tidak masuk akal, Jeongin. Kemungkinan besar, pistolnya sudah dikokang sebelumnya, jadi peluru tersimpan di selongsong pistol, tinggal menunggu pelatuk dan... bom.” Jisung menyeruput kopinya selagi hangat. Sedangkan Jeongin masih memikirkan kasus yang mereka tangani. Seorang pengusaha properti menembakan pistol ke kepalanya sendiri saat berkunjung ke tempat kolektor senjata. Mungkin dia mengira pistol asli yang diberikan padanya sebagai hadiah itu aman.

“Ya. Ini bisa jadi hasil manipulasi. Pistolnya dikokang, lalu safety button ditekan. Saat dia menerima pistolnya, dia menekan safety button untuk mengeluarkan clip amunisi, karena yakin pistolnya aman, dia mengarahkannya ke kepala dan yeah ….” Chan menyendok sup ayamnya. Jeongin sepertinya mulai menemukan titik terang untuk ini. Walau masih sebuah hipotesa.

“Kalian hanya sedang mengutip komentar dari forum creepypasta ‘kan?”

“Uhuk!” Semua yang ada di sana terbatuk mendengar perkataan orang yang baru datang, Hyunjin. Menoleh padanya yang langsung duduk dan menaruh pesanannya di meja. Moodnya belum benar-benar membaik setelah dia merasa tidak enak badan, cuaca mendung benar-benar merusak harinya. Jadi jangan tanya kenapa dia selalu menohok sekitarnya dengan ucapan kejam.

“Ekhem! Tapi setidaknya memang bisa saja seperti itu ‘kan?” Jisung berdalih, apa salahnya mengutip hipotesa orang lain? Lagipula memang kasus mereka hampir sama.

“Semua yang ada di sana sudah diperika. Termasuk sang kolektor.” Hyunjin menyendokan salad buahnya ke mulut. Menatap satu persatu rekan kerjanya dengan tatapan datar. “Menarik saat aku dengar mereka memiliki cinta segitiga.”

“Ah … jangan lagi. Kenapa selalu klasik begini?”

“Jangan mengeluh dulu Jeongin. Sepertinya aku mengerti apa yang dimaksud Hyunjin dengan cinta segitiga.” Jisung menyahut Jeongin, meraih buku catatannya dan menggambar pola. Jeongin yang tertarik berpindah kursi ke sampingnya. Mengamati coretan Jisung. Sedangkan Chan mungkin sudah bisa menebak-nebak.

“Ah … aku mengerti. Pria A mencintai Si Gadis, Si Gadis mencintai Pria B, Pria B mencintai Si Gadis. Pola seperti ini tidak membentuk segitiga.”

“Kau benar Jeongin. Karna jika itu pola segitiga, maka yang lebih tepat adalah—”

“Pria A mencintai Si Gadis, Si Gadis mencintai Pria B, Pria B mencintai … Pria A.” Chan memotong ucapan Hyunjin dan membuat raut Jeongon berubah menjadi aneh. Seriously? Hanya karna itu? Mengingat Macity menjunjung tinggi kebebasan dalam hal seksualitas.

“Bukan soal orientasinya, mungkin ini lebih ke image publik. Lagipula, pola mereka juga tidak sepenuhnya segitiga. ” Hyunjin terlihat hanya mengaduk-ngaduk salad buahnya.

MagellanicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang