***
Caroline berjalan menyusuri lorong menuju ke lokernya sambil membawa beberapa buku ditangannya. Dia terus berjalan sambil menatap lurus ke depan. Kata-kata Jason ditelepon semalam masih terngiang-ngiang di kepalanya.
Kamu harus membantuku untuk menyingkirkan Justin, dari dunia ini.
Gadis itu hanya memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan ucapan Jason yang terputar diotaknya berulang kali sejak semalam. Mungkin murid lain mengiranya sudah gila bertingkah bodoh seperti itu. Dia tidak pernah setuju untuk membantu Jason. Tapi jika tidak, Jason akan membunuhnya atau hidupnya tidak akan pernah tenang lagi.
Setelah sampai di loker, dia membukanya perlahan sambil menarik nafasnya panjang lalu mendengus keras. Mengeluarkan semua yang membuatnya stres akhir-akhir ini. Semenjak ia bertemu dan berbicara dengan Jason, hidupnya benar-benar berubah total, seperti apa yang dialam Alice. Seharusnya dia mendengarkan Alex saat ia memanggilnya kemarin. Orang tua memang selalu benar.
Setelah berjalan keluar ke parkiran, dia melihat seseorang dengan jaket kulit dan kacamata sedang bersender di mobil mewahnya, dan sepertinya dia mengenalnya. Caroline melihat ke kanan dan kiri, mencari apakah Alice sudah menjemputnya atau belum, karena dia bilang akan mengajaknya membeli makanan untuk makan siang. Tapi tidak ada tanda-tandanya sama sekali, padahal biasanya dia selalu tepat waktu.
"Lepaskan!" seru Caroline saat tiba-tiba pria itu berjalan ke arahnya dengan cepat dan langsung menarik tangannya dengan keras.
"Bisa kah kamu menarik tanganku dengan sedikit lebih lembut? Ini sakit tau," protes Caroline sambil mengelus-elus tangannya, sedangkan Jason hanya diam saja dan fokus ke jalanan.
"Kita mau ke mana?"
"Shut up, love. Kamu akan tau nanti," jawab Jason sambil tersenyum miring. Caroline tahu ada yang tidak beres kali ini. Sejujurnya dia sangat takut berada dalam satu mobil dengan Jason. Perasaan ini selalu muncul saat dia ada di dekat Jason. Perasaan takut kalau dia mungkin akan mati ditangan Jason kapan saja. Terdengar berlebihan, tapi itulah kenyataannya.
"Baiklah, kita sampai. Turun dan tetap di belakangku." Caroline menuruti kata-kata Jason. Pria itu melakukan semacam tos rahasia dengan anggota The Bloods Gang lainnya. Gadis itu benar-benar ketakutan melihat orang-orang dengan tato, rokok, dan minuman kerasnya.
"Ini Caroline. Dia akan membantu kita bekerja malam ini," ucap Jason memperkenalkan Caroline pada teman-teman kriminalnya. Gadis itu hanya tersenyum bingung ditambah ketakutan.
"Don't be afraid, girl," kata seseorang yang masih menghisap rokoknya dan membuang asapnya ke arah Caroline, membuatnya ingin pingsan.
"Apa maksudmu bekerja? Aku benar-benar ingin keluar dari sini, atau aku akan mati sekarang juga."
"Jangan berlebihan. Kamu akan suka di sini," balas Jason lalu menuangkan minuman yang biasa dikenal dengan wine itu. "Mau?" Jason menawarkan minuman beralkohol itu kepada Caroline. Gadis itu hanya mengerutkan dahinya.
"Yang benar saja."
***
Jason kembali menyalakan rokok untuk yang kedua kalinya. Hal ini membuat Caroline sedikit tidak nyaman berada dalam satu mobil dengan Jason. Gadis itu masih menutup hidungnya dengan kedua tangannya, membuat Jason sedikit terkekeh tapi tetap menghisap rokoknya dengan nikmat.
"Bisakah kamu berhenti merokok dan memberi tau kita akan pergi ke mana?" tanya Caroline sambil menekankan setiap katanya.
"Bisakah kamu berhenti menanyakan pertanyaan yang sama setiap kali kita ada dalam satu mobil?" tanya Jason sarkas.
"Kalau begitu berhenti merokok."
"Never. Cuma ini yang bisa membuatmu diam." Caroline hanya terdiam mendengar jawaban Jason. Dia selalu mencoba berani saat berada di depan Jason agar pria itu tidak menindasnya. Padahal di dalam dirinya, ia merasa takutnya bukan main melihat Jason membawa beberapa pistol diperjalanan.
"Kenapa kamu sangat ingin membunuh kakakmu?" tanya Caroline.
"I hate him, so much."
"Why?"
"Dia merenggut semuanya dariku. Dia selalu merasa lebih baik dan selalu mengaturku," jelas Jason.
"Tapi itu memang tugasnya. Dia kakakmu," ucap Caroline memberanikan diri.
"I don't care who he is. Aku akan membencinya seumur hidupku, nggak ada yang bisa mengubahnya." Caroline hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku yakin dia menyayangimu, dan kamu cuma salah pa--"
"Shut up or i'll kill you." Jason benar-benar berhasil membuat Caroline diam kali ini.
"Kalau aku nggak berhasil membunuh Justin malam ini, kamu yang akan meneruskannya untuk selanjutnya," kata Jason lalu menginjak pedal gasnya dengan kencang yang sepertinya akan menyalip sebuah mobil. Jantung Caroline berdegup kencang mendengar perkataan Jason barusan. Dia terus menolak kata-kata Jason dalam dirinya yang pada kenyataannya tidak bisa.
Mereka berhenti tepat di depan sebuah gang yang sangat sepi. Kebetulan hanya beberapa orang saja yang lewat di sana. Ferarri hitam Jason berhenti tepat di depan Ferrari putih yang hampir saja menabraknya. Pria itu keluar dari mobilnya dengan angkuh lalu mengetuk kaca sang pemilik Ferrari putih tersebut.
"Ada masalah apa lagi? Apa ini soal Alice? Kamu tau kan aku udah putus dengannya? Itu kan yang kamu mau?" tanya Justin sambil keluar dan menutup pintu mobilnya.
"Justin..Justin, come here." Jason mengajak Justin berdiri di depan mobilnya, agak jauh supaya lebih leluasa dan tidak terlihat orang-orang atau mereka akan melaporkannya ke polisi walaupun semua orang tahu The Bloods Gang dan tidak ada yang berani dengan mereka. "Aku tau kalian putus dan itu membuatku bahagia. Jadi, aku ke sini ingin bilang terimakasih."
"Terserah. Aku ingin pulang, biarkan aku pergi."
"Nggak secepat itu kak," kata Jason tersenyum miring. Kemudian beberapa anak buahnya keluar dari mobil mereka dan menghadang Justin, kecuali Caroline yang masih belum mendapat perintah dari Jason untuk keluar. Tiga orang dari mereka memegangi kedua tangan Justin dan membuat pria itu terpojok karena di belakangnya sekarang adalah gang dengan jalan buntu.
"Kamu memang pengecut Jason! Kalau berani ayo kita satu lawan satu!" seru Justin berusaha memancing emosi Jason. Tetapi Jason malah tertawa kencang.
"Sayang sekali Justin. Ini perintah dari Max, bukan kemauanku. Lain kali kita akan bertarung satu lawan satu, kalau kamu masih hidup setelah ini," ujarnya sambil mengeluarkan pistol dan menekan pelatuknya.
-To Be Continued-
----------------------
Sebelumnya pengen minta maaaaf banget karna ga bisa update sesering dulu :( aku masih sibuk sekolah, tugas banyak banget sumpah #curhatgapapakan? Makasih buat yg udah setia nungguin cerita ini, vote dan komen kalian bikin aku semangat beneran deh <3
Menurut kalian kalo Justin nya mati aja gimana tuh? :p
Vote atau komen aja buat next yaa babes. Jangan jadi silent readers pleaseeMuch love, alifa <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovers 2 (Justin Bieber Fanfiction)
Fanfiction(Book 2 of Lovers: Justin Bieber Love Story) Justin dan Alice resmi bertunangan kali ini. Tapi ancaman The Bloods Gang yang datang terus menerus menghantui hubungan mereka, membuat keduanya harus berpisah. Untunglah Jason selalu ada disisi Alice saa...