***
Kathlyn sudah mengelilingi jalan-jalan di dekat rumah Alice berada untuk mencari gadis itu. Rumahnya kosong, tidak ada tanda-tanda orang sama sekali di sana. Mungkin Alice dan Alex sedang pergi mencari Caroline, karena sedari tadi siang dia tidak pulang dan handphone-nya tidak aktif. Itu membuat Alice khawatir bukan main, karena dia terlambat menjemput adik sepupunya sekitar 15 menit dan ternyata Caroline sudah tidak ada di sana.
Dia terus menengok ke kanan dan ke kiri, memastikan kalau dia sudah menemukan Alice. Akhirnya di depan sebuah mini market, Kathlyn melihat seorang gadis dengan jaket abu-abu dan celana jeans hitam. Kathlyn segera meminggirkan mobilnya lalu keluar dari sana.
"Alice! Wait!" panggil Kathlyn lalu Alice menengok ke belakang.
"Kathlyn?"
"Kamu harus ikut sekarang!" Kathlyn menarik tangan Alice dengan paksa tapi berhasil ditepis olehnya.
"Nggak bisa, aku harus mencari Caroline," ucapnya.
"Tapi ini lebih penting! Ini sangat darurat! Please believe me," kata Kathlyn membuat wajahnya sesedih dan sekhawatir mungkin supaya Alice percaya padanya. Tidak ada jawaban sama sekali dari mulut Alice, padahal mereka tidak punya banyak waktu lagi sekarang.
"What are you doing?! Lepaskan!" Akhirnya Kathlyn memutuskan untuk menarik paksa Alice dan mengurungnya dalam mobil supaya tidak memakan waktu lagi.
"Shut up. Kita harus menyelamatkan Justin!"
"Apa yang terjadi padanya?!" tanya Alice, matanya membulat dan jantungnya berdegup kencang sekarang.
"Dia akan mati malam ini kalau kamu nggak menyelamatkannya." Seketika kata-kata Kathlyn membuat Alice sesak nafas sekarang.
Tidak tahu kenapa, Alice bisa langsung percaya begitu saja dengan perkataannya. Mungkin karena matanya yang memang jelas tidak memancarkan kebohongan. Dan Alice tahu kalau Kathlyn menyukai Justin, maka ia terlihat khawatir.
Lima belas menit kemudian, mobil Kathlyn terparkir dengan gesit dan rapi tepat di belakang mobil Jason. Tanpa basa-basi, Alice yang melihat banyak sekali keributan, orang-orang kriminal, dan beberapa orang berlari untuk menghindar langsung berlari ke arah Justin berada. Kedua tangannya dikekang oleh anak buah Max yang berbadan besar. Sedangkan Jason sudah mengarahkan pistolnya ke arah Justin.
"Hentikan!" teriak Alice. Sontak semua langsung melihat ke arahnya. Alice berdiri di depan Justin sambil membentangkan tangannya dan menatap ke arah mata Jason dengan dalam.
"Al-Alice?! Menyingkir dari sana atau aku akan menembakmu!" seru Jason, masih mengarahkan pistolnya yang terarah tepat pada kepala Alice sekarang.
"Tembaklah aku dulu sebelum kamu menembak Justin."
"What are you doing?! Ku bilang, pergi dari sana!" seru Jason sekali lagi yang malah dibalas sebuah gelengan keras dari Alice.
"Keras kepala," gumam Jason. Setelah itu ia berjalan ke arah mobilnya dan memanggil seseorang untuk keluar. Dia sudah mengenakan topi dan jaket, ditambah slayer untuk menutupi bagian hidung sampai mulutnya. Rambutnya yang panjang dikucir seperti ekor kuda.
Butuh tenaga yang kuat bagi Jason untuk menyeret gadis itu keluar dari mobil dan menjalankan misinya. Dari lekuk tubuh dan tinggi sekitar 155 cm membuat Alice kembali teringat pada Caroline yang belum juga ditemukan. Dia sudah memutuskan untuk menghubungi polisi, tapi kata Alex jangan karena akan panjang masalahnya.
"Baiklah kalau kamu nggak mau pergi dari situ, aku nggak akan menembakmu," kata Jason membuat Alice menghembuskan nafas lega. "Tapi dia yang akan menembakmu." Jason memberikan pistolnya kepada gadis dengan topi hitam dan slayer yang menutupi wajahnya.
"W-what? Kenapa aku?" bisik Caroline pada Jason.
"Supaya aku nggak membongkar kehancuran keluargamu."
"Kamu jahat Jas! Kamu memang sangat kejam!" bisik Caroline agak keras. Jason tidak menghiraukannya dan mengarahkan pistol Jason yang dipegang Caroline pada kepala Alice. Sebenarnya pria itu agak takut jika Caroline benar-benar menembak Alice, gadis yang ia cintai. Tapi misi adalah misi. Jika seseorang yang disayangi harus mati, itulah resikonya.
"Shoot her." Suaranya terdengar bergetar, tapi Jason tetap yakin lalu mengarahkan sebuah pistol juga pada perut Caroline dan memegang lengan kirinya erat, berjaga-jaga agar gadis itu tidak kabur walaupun memang banyak anggota The Bloods Gang mengelilingi mereka.
"No! Kalau kamu membunuhnya, kamu akan mati ditanganku!" seru Justin yang masih berusaha melepaskan dirinya dari tiga orang anggota The Bloods Gang berbadan besar itu. Setelah itu yang satu langsung meninju perutnya.
"You wish, brother. Dia ingin melindungimu, biarkan dia berkorban untukmu."
"Jason, ku mohon hentikan drama ini!" seru Alice mencoba mengubah pikiran Jason. Tapi hasilnya nihil, tidak ada tanggapan apapun darinya, dia hanya tersenyum miring seperti apa yang biasanya dilakukan. Sesungguhnya Jason mencoba agar tidak terlihat gugup ataupun takut sekarang ini.
"Kalau kamu nggak menekan pistol itu dalam hitungan ke tiga, aku akan menekan pistol yang ku bawa ini," bisik Jason mengancam kepada Caroline. Gadis itu masih terus mengelak darinya walaupun tangan kanannya bergetar hebat.
"Baiklah, kesempatan terakhirmu Alice. Dua menit untuk berpikir, kamu masih ingin hidup atau mati."
"Jason, kamu masih ingat kan aku ini sahabatmu?" tanya Alice yang mulai mengeluarkan air mata. Jason tidak bisa melihat pemandangan seperti ini. Tapi ia harus tetap bersikap bijak di depan anggota The Bloods Gang, menunjukkan loyalitasnya.
"One." Jason mulai menghitung sambil berbisik ditelinga Caroline.
"Two" Suaranya mulai terdengar bergetar sekarang, sama dengan Caroline yang diam-diam sudah menangis dibalik topengnya alias slayer yang menutupi wajahnya.
"Everything's gonna be alright," bisik Alice sambil menengok ke belakang, ke arah Justin yang sudah berkeringat dingin.
"Three!" Tembakan keras terdengar dari dalam gang sepi yang sedetik kemudian membuat orang-orang di sekitar sana berteriak ketakutan. Caroline masih memejamkan matanya begitu pula dengan Alice.
Tidak ada sedikit pun rasa sakit yang dirasakan oleh Alice setelah pistol itu ditekan dan pelurunya meluncur dengan tepat pada kepala seseorang. Setelah Alice membuka matanya, dia melihat sosok orang yang masih dicintainya tersenyum parau di hadapannya. Dia menahan rasa sakit yang ada pada kepalanya, mencoba terlihat kuat supaya tidak membuat Alice khawatir.
"Justin?!" Mata Alice mulai berkaca-kaca.
"Everything's gonna be alright, love you." Hanya itu yang ia katakan, dan mungkin itu bisa menjadi kata-kata terakhirnya.
Alice memeluknya, menahan tubuh Justin yang sudah sangat lemas dan tidak bertenaga. Matanya mulai terpejam perlahan-lahan. Seketika lutut Alice juga mulai melemas, rasanya dia ingin pingsan sekarang. Gadis itu terduduk sambil memegangi belakang kepala Justin yang dipenuhi darah.
"Justin, don't leave me, please. I love you, i love you too." Butiran-butiran air mata itu tak henti-hentinya keluar dari mata Alice. Semakin lama tangisannya semakin keras.
"Cepat pergi dari sini!" seru Jason sambil berlari menarik Caroline dan masuk ke dalam Ferrari-nya lalu melesat begitu saja meninggalkan Alice dan Justin yang sudah sekarat di sana.
"Justin, wake up! I'm begging you! I can't live without you."
-To Be Continued-
----------------------
Haii, maaf ya part ini terlalu dramatis, jelek, abal, pendek.. Masih butuh kritik dan saran dari kalian nihh
Menurut prediksi kalian, Justin mati ga nih? Kalo engga, Justin bakalan gimana selanjutnya? Komen yg aneh2, kocak, terserah mau komen apa aja silakan :3
Vote aja atau komen kalo mau lanjut ya loves. Jgn jadi silent readers okay ;)Much love, alifa <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovers 2 (Justin Bieber Fanfiction)
Fanfic(Book 2 of Lovers: Justin Bieber Love Story) Justin dan Alice resmi bertunangan kali ini. Tapi ancaman The Bloods Gang yang datang terus menerus menghantui hubungan mereka, membuat keduanya harus berpisah. Untunglah Jason selalu ada disisi Alice saa...