Part 19: Almost

2.6K 169 19
                                    

***

"Woah, semalam adalah malam yang panjang ya," ucap Jason memandangi Caroline yang baru saja membuka matanya. Ia tengah duduk di sofa yang menghadap pada kasurnya, sedari tadi menunggunya bangun. Gadis itu terbangun dalam keadaan bingung sekaligus takut sekarang.

"Di mana aku sekarang?!" tanya Caroline takut sambil menutupi tubuhnya yang sudah tidak lagi dibalut dengan pakaiannya semalam, maksudnya sudah berganti dengan kaos longgar tanpa celana.

"Di rumahku."

"Jangan katakan kamu yang mengganti pakaianku?!" tanya gadis itu sedikit membentak memberanikan diri.

"Aku yang menggantinya, memang kamu mau memakai seragammu yang bau itu? Menjijikkan." Jason menggidikkan bahunya seraya bangkit dari kasurnya dan menuju lemarinya. Kali ini perasaannya benar-benar malu bercampur marah, bahkan pipinya memerah.

"Tapi seharusnya--" Ucapan Caroline terpotong dengan sebuah deringan dari ponsel Jason.

"Yes boss? Oh baiklah. Kamu akan senang mendengar kabar baik ini." Caroline masih memperhatikan tingkah laku Jason yang mengutak-atik lemarinya. "Sepertinya enggak. Dia tidur bersamaku tadi malam."

"What?!" sontak Caroline berkata seperti itu dalam hati. Jantungnya berdegup kencang, lebih kencang dari yang sebelumnya. Ia berharap semoga tidak terjadi apa-apa semalam.

"Membawanya ke markas? Baiklah, terserah." Jason menutup ponselnya.

"Nggak terjadi apa-apa kan semalam?" tanya Caroline curiga.

"What do you mean?"

"Kamu tidur di sampingku kan?" tanya gadis itu sekali lagi. Jason hanya mengangguk sekali membuat Caroline membelalakkan matanya. "Kamu nggak menyentuhku kan?"

"Tentu saja aku menyentuhmu," jawab Jason santai sambil berjalan ke arahnya.

"Apa?!"

"Cepat mandi. Kamu boleh memakai ini dulu." Jason melemparkan kaosnya yang lain dan jaket tanpa menjawab pertanyaan tidak penting Caroline barusan. Jason bukanlah orang yang suka basa-basi. Caroline meneriakinya sambil memperhatikannya melangkah keluar. Menyebalkan.

**

Pagi ini bukanlah pagi yang indah bagi Alice. Terbangun dengan mata yang sembab dan kepala yang pusing bukanlah hal yang menyenangkan. Dia masih berpikir saat membuka matanya. Apakah yang terjadi semalam itu nyata? Justin telah mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkannya. Itu artinya dia masih mencintai Alice. Tapi disaat gadis itu telah menyadarinya, Justin sudah tidak ada. Tidak ada disisinya lagi.

Tak lama kemudian seorang dokter keluar dari ruangan operasi Justin bersama beberapa suster di belakangnya yang sedang membawa alat-alat operasi. Apakah mungkin itu dokter yang mengoperasi Justin semalam?

"Dokter, apakah operasinya berjalan lancar?" tanya Alice khawatir.

"Maksud Anda operasi Justin Bieber yang terkena peluru semalam? Maaf, tapi Anda ini siapa ya?" tanya dokter itu balik, Alice langsung menganggukkan kepalanya cepat.

"Aku Alice, temannya dok."

"Ohh, dia sudah dipindahkan ke kamar rawat."

"Jadi operasinya berjalan lancar kan?" tanya Alice sekali lagi.

"Cukup lancar, tapi...," dokter itu membenarkan kaca matanya. "Pasien masih mengalami koma." Senyum yang ada dibibir Alice karena sebelumnya mendengar operasinya berjalan lancar, luntur seketika saat mendengar kata 'koma'. Untuk yang kedua kalinya Justin mengalami koma. Dan semua disebabkan olehnya. Alice merasa sangat bersalah kali ini. Dia bisa saja membunuh dirinya saat ini, tapi ia yakin Justin masih membutuhkannya.

Lovers 2 (Justin Bieber Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang