05--the truth

78 32 216
                                    

ᴬᵏᵘ ʳᵃˢᵃ ᵏᵃˡⁱᵃⁿ ᵗᵃʰᵘ ᵇᵃᵍᵃⁱᵐᵃⁿᵃ ᶜᵃʳᵃ ᵐᵉⁿᵍʰᵃʳᵍᵃⁱ ᵏᵃʳʸᵃ ˢᵉᵒʳᵃⁿᵍ ᵖᵉⁿᵘˡⁱˢ :⁾
ᴴᵃᵖᵖʸ ʳᵉᵃᵈⁱⁿᵍ~



Takdir. mengapa kata-kata itu seolah menjelma menjadi mata pisau yang tajam dan akhirnya menusuk tepat di jantung.
Mengapa kebahagiaan enggan berlama-lama singgah ke dalam kehidupan nya, dan anehnya mengapa hwara masih bisa bertahan di tengah-tengah kehancuran, diantara kepingan masa lalu yang hampir semuanya terasa pahit. Bahkan mungkin, ia dapat menghitung berapa banyak adegan manis yang ia cecap selama hidup nya belakangan ini.

Ia merasa seperti hidup diantara kematian. Semuanya terasa seperti mati rasa, bahkan untuk menangis pun rasanya air matanya telah mengering hingga tak bisa keluar lagi. Hatinya seolah mati rasa, ia tak lagi merasakan sakit atau pun sesak dengan segala sumpah serapah yang kerap kali diucapkan untuk nya, juga umpatan yang selalu terdengar saat langkah kakinya berpijak.

Bahkan saat tubuh kurusnya bertemu dengan lantai marmer yang dingin, ia hanya bisa menangis tanpa suara. Matanya sembab, beberapa bagian tubuh nya memar bahkan terdapat banyak bekas darah yang mengering di beberapa tempat. Kelopak matanya bengkak, dengan hidung yang terus mengeluarkan cairan berbau besi karat.

"a-akhh..s-sakitt, bu.." hwara merintih saat jemari wanita yang ada di depan nya menarik rambut nya dengan paksa. Membuat nya terpaksa mendongak, menatap sang ibu dengan harapan jambakan tersebut mengendur karena dirinya sungguh tidak tahan lagi.

Sementara wanita setengah baya itu tersenyum puas, menatap putri nya dengan senyuman miring. Ia nampak begitu bahagia melihat keadaan anak nya. Atau mungkin, kurang.

"kau cantik sekali jika seperti ini... Tapi, lebih bagus lagi jika kau mati!"

Setelah perkataan itu mengudara, hwara mendapat tendangan hingga kembali merasakan dingin nya marmer. Ia kembali menangis, merasakan sakit luar biasa di sekujur tubuh nya. Dengan darah yang tak berhenti mengalir dari kedua hidung nya secara terus menerus.

Aku tidak kuat lagi..

Namun belum sempat ia berbalik, sang ibu kembali menarik rambutnya sekali lagi. Membuat nya mendongak juga memekik kecil saat merasakan kulit kepalanya seperti terkelupas.

"ibu..hikss..ampun.."

Namun wanita itu hanya bisa mengumbar senyum iblis nya, tertawa penuh kemenangan layak nya orang sinting. Seraya meremas rambut sang putri makin kuat.

"kau..bukan putri ku, ingat itu! Dan jangan memanggilku dengan sebutan ibu! Kau dengar!.. sekarang kau akan mati. Anak penyakitan seperti mu tidak layak untuk hidup di dunia ini." hwara menggeleng pelan. Memohon agar sang ibu menghentikan semua ini, beraharap jika yoongi datang dan menolong nya.

"matilah, enyahlah dari kehidupan dan keluarga ku anak sialan!"

Itu adalah ucapan terakhir yang ia dengar sebelum tangan sang ibu mencekik leher nya kuat-kuat.

Siapapun tolong aku..

Kak yoongi..

Jungkook..

Siapapun, kumohon..

"TIDAAKKK!!"

Hwara berteriak sekuat tenaga, dadanya terasa sangat sesak dengan keringat sebesar biji jagung yang mengalir pada pelipis nya.

"hwara! Ada apa?!"

Suara yoongi memecah keheningan. Matanya ikut terbelalak saat melihat kondisi kacau sang adik, Dan dengan secepat kilat yoongi berlari kearah hwara, Menarik nya ke dalam pelukan. wajah nya terlihat begitu tegang saat melihat kondisi sang adik barusan. Jantung nya terasa hampir copot saat mendengar pekikan hwara di tengah malam.

Evanescent Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang