19. Together

854 135 25
                                    

Lisa menyerngitkan kening setelah membuka matanya, ini bukan kamar Kai. Ia melihat sekeliling dan langsung tersentak. "ini ruang kesehatan kantor polisi." gumamnya.

Dengan cepat la menyibak selimut dan turun dari bangsal, dengan langkah tertatih ia mencoba mencaai pintu. Kepalanya masih sedikit pusing hingga langkahnya selalu oleng. Saat berhasil keluar ia melihat Ten yang tengah berjalan kearahnya, sahabatnya itu langsung mempercepat langkahnya kala melihat dirinya di ambang pintu.

"Kau sudah siuman?" tanya Ten seraya mengapit bahu Lisa.

"kenapa aku bisa berada disini? Dan siuman? Aku hanya tidur."

Ten menghela nafas sebelum kemudian memeluk Lisa dengan erat. "tenangkan dirimu."

Bukannya tenang, Lisa malah panik. Ten akan memeluknya seperti ini jika terjadi sesuatu, ia mendorong Ten hingga pelukannya lepas. "dimana Kai? Dimana Jeno?"

"aku mohon tenangkan dirimu terlebih dahulu." Ten mencoba kembali meraih Lisa, namun sahabatnya itu mengambil langkah mundur.

"katakan padaku dimana mereka!"

Ten menghembuskan nafas panjang. "untuk Jeno aku tidak tahu, tapi Kai berada di ruang isolasi."

Lisa membelalakan matanya. "aku belum menurunkan surat perintah penangkapan dan buktinya masih ada di tanganku!"

"enam bulan yang lalu, aku mengambil alih kasus ini."

BUGH!

Ten terhuyun kebelakang saat Lisa melayangkan satu bogeman mentah pada rahangnya. "aku tak pernah merasa menandatangani surat penyerahan kasus ini, jadi bagaimana bisa kau mengambil alih kasus ini!"

Ten menarik Lisa keruang kesehatan dan mengunci pintu sebelum kemudian membawa lisa ke bilik yang paling ujung yang tak tertangkap oleh CCTV. "dengarkan aku, ini semua permintaan Kai. Dia sendiri yang menyerahkan bukti-bukti itu padaku, bahkan bukti yang bisa membuatnya dihukum mati."

"jangan membual!"

"apa aku terlihat seperti sedang membual? Dia melakukan ini karena ingin kau berhenti bekerja, tubuhmu tak tagi bisa berada di bidang ini."

Sorot mata tajam Lisa berubah menjadi berkaca-kaca, ia menggeleng dan menolak percaya apa yang didengarnya barusan.

"Kai yang merencanakan ini semua enam bulan yang lalu,  dia mengatur semuanya. Dia menanggung semua hukuman seluruh anggotanya, dia melakukan ini semua untuk mu. Untuk tanda tanganmu, i can make your signature, if you forget." lanjut Ten.

Lisa memikirkan apa saja yang terjadi enam bulan terakhir, kalimat Kai empat bulan yang lalu, mansion yang perlahan sepi, kepindahan Sehun ke Belgia, dan jarangnya kepala eksekutif untuk berkumpul di waktu yang sama. Ia merasa bodoh sekarang, karena tak menyadari itu semua.

Ten menangkup wajah Lisa dengan lembut. "tepati janjimu, dengan begitu pengorbanan Kai tak akan sia-sia."

"ruang isolasi mana?" tanya Lisa parau.

"paling ujung."

Tanpa mengatakan apapun lagi, Lisa langsung memutar langkah menuju ruang isolasi. Sedangkan Ten langsung bergegas ke ruang kerjanya selama enam bulan ini, ia tak akan membiarkan orang lain melihat apa yang terjadi di ruang isolasi paling ujung tersebut. Karena akan runyam urusannya jika sampai ada yang tahu.

*
*
*

Diruangan tak terlalu luas namun juga tidak sempit dengan penerangan minim dari satu lampu di atap dan tiga buah ventilasi yang sangat tinggi, Kai duduk diam seraya menunduk. Matanya terasa perih karena tidak tidur semalaman, ia tak akan bisa tidur sebelum mengetahui keadaan Lisa.

Hingga ia mendongak saat mendengar pintu besi itu terbuka, tersenyum tipis saat melihat Lisa tengah berjalan kearahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Kai bergerak untuk berdiri dan ikut berjalan mendekat, ia tersenyum saat Lisa langsung meneluknya dengan erat yang ia balas tak kalah erat. "kau baik-baik saja?" tanyanya.

Lisa menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kai dan menangis dengan keras. "Kenapa?...hiks"

Kai mengelus rambut Lisa dengan lembut dan mengecup puncak kepala sang kekasih berkali-kali. "karena aku mencintai mu, aku tak ingin kau menapati janjimu dengan kasus berat. Dengan begini, kau hanya perlu mencari saksi untuk meringankan hukumanku."

"tapi kau tak harus sampai sejauh ini...hiks"

Kai melepaskan pelukan Lisa, ditangkupnya wajah basah sang kekasih dan ibu jarinya bergerak untuk menghapus air mata itu. "dengarkan aku, tak masalah bagiku harus mendekam di penjara selama beberapa tahun. Kau harus tetap aman dan baik-baik saja, karena kau adalah prioritas ku."

Lisa memandang wajah Kai lamat-lamat, dengan gemetar tangannya terangkat untuk menangkup rahang tegas sang kekasih. "aku mencintai mu...hiks...aku mencintai mu Kai."

Kai tersenyum namun air matanya menetes, ini adalah kali pertama Lisa mengatakan tiga kata itu. Selama mereka menjalin hubungan, Lisa selalu membalas pernyataan cintanya dengan kalimat aku juga, atau me too. Hari ini, tiga kata itu keluar dari lisan Lisa  dan ia mendengarnya dengan jelas. "aku juga mencintai mu." ia mengecup kening Lisa dalam-dalam.

Lisa memejamkan matanya, menikmati cara Kai menyalurkan kasih sayang padanya. "aku mencintai mu, aku mencintai mu, aku men—"

Kai membungkan bibir Lisa dengan bibirnya, melumat bibir bergetar itu penuh perasaan. Mengecap rasa manis dari bilah ranum sang kekasih, untuk pertama kalinya.

Ya, mereka baru melakukannya sekarang, karena selama ini hanya sebatas kecupan ringan namun tetap memiliki efeksi tersendiri.

Lisa mengalungkan tangannya pada leher Kai, menyambut ciuman Kai dengan baik dan membalasanya dengan lembut.

Kai melepaskan pangutannya saat merasakan Lisa yang mulai kehabisan nafas, disatukannya kening mereka dan menatap wajah Lisa dengan lekat. "setelah ini tepati janjimu, dan tunggu aku hingga kita bisa kembali bersama. Menjalin cinta, dan menciptakan keluarga bahagia dengan anak-anak kita kelak. Aku sudah merangkai semuanya, dan tugas kita saat ini adalah mewujudkannya. Secara perlahan, menikmati setiap prosesnya hingga menimbulkan kenangan yang tak terlupakan, meskipun sedikit buruk untuk dijadikan kenangan. Namun tak apa, sebuah kenangan tak harus selalu indah untuk dikenang, karena terkadang, yang buruk itu jauh lebih berkesan."

Lisa mengangguk pelan. "ayo kita berjuang bersama-sama mulai sekarang, membuktikan bahwa kenangan buruk tak harus selalu dilupakan. Aku akan menunggu, menunggu saat waktu itu tiba. Dimana semua yang kau rangkai menjadi kenyataan, aku akan menikmati prosesnya. Meskipun sakit, aku akan menanggungnya. Kita bisa berbagi, sakit mu adalah sakit ku juga begitupun sebaliknya. Meskipun sekarang kita tak bisa bersama, namun kita memiliki hati satu sama lain."

Kai tersenyum, senyuman yang begitu tulus. "Terima kasih, terima kasih banyak karena telah mau berjuang bersama ku."

Keduanya berpelukan dengan begitu erat, karena setelah ini mereka tak akan bisa melakukannya dengan bebas. Mereka menikmati detik demi detik momen manis saat ini, tak peduli dimana mereka berada saat ini. Yang jelas mereka hanya ingin menikmati waktu yang tersisa.

*
*
*

Di meja kerjanya Ten tersenyum haru melihat adegan yang ditayangkan oleh monitor CCTV ruang isolasi yang berhasil ia retas dan menggangtikan sistem CCTV di ruang kontrol dengan tayangan ulang dimana Kai hanya terduduk diam. Beserta CCTV lorong yang bebas penjagaan karena mereka menggunakan sistem penjagaan komputer dimana hanya bisa dilewati oleh yang terdaftar saja.

Ten menyandarkan punggungnya pada sandara kursi. "Dan aku yang akan menjadi saksinya, saksi dimana semuanya dimulai. Aku akan menyaksikan semuanya tanpa melewatkan satu pun, karena aku juga ingin menjadi bagian dari masa depan bahagia kalian, menjadi tameng untuk melindungi keutuhan kalian, dan menjadi penghubung saat kalian berjauhan." monolognya.

Tbc
------------------
Yang minta double up mana suaranya?😆😆😆😆

Ada yang sampe bobol air matanya disini?

Tenang, kalian gak sendiri. Aku juga nangis soalnya😆😆

Jangan lupa tinggalkan jejak

See you

The Villain.  [Kai x Lalisa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang