dua bola mata bagai lautan—
teduh menenangkan namun
kuat luar biasa, ombak lembut
mendebur di tepi pantai
tak segan diubah jadi badai
yang mengamuk dalam sekejap;dua bola mata bagai lautan—
dalam tak terkira, menyimpan
ikan dan putri duyung dan karang
warna-warni dan peti harta karun
dan kapal karam dan entah apa lagi;dua bola mata bagai lautan—
aku tenggelam.—Satya P.,
Teruntuk nona yang saya ceritakan dalam tulisan ini.***
Tangan Satya masih gemetar bahkan saat puisi itu selesai ditulisnya. Dibacanya tulisan itu sekali lagi; ia sudah puas dengan puisinya. Kemudian kedua matanya sendiri jatuh pada meja Fira yang terletak di baris kedua dari belakang.
Berikan tidak berikan tidak berikan tidak, batin Satya bertengkar sendiri. Berikan tidak berikan tidak ... berikan.
Satya melipat kertas berisi puisi itu, lalu memasukkannya ke dalam sebuah amplop kecil dan meletakkannya di dalam laci meja Fira. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat-Surat Satya [COMPLETED]
Short StorySatya tidak pandai bicara. Mencari bahan pembicaraan dengan teman saja susah, apalagi untuk ngobrol dengan Safira, gadis anggota Paskibra sekolah yang diam-diam disukainya. Satya tidak pandai bicara. Maka ia pun memilih untuk melakukan apa yang ia b...