Satya mengamati kertas kosong di depannya dengan bingung. Di dalam otaknya telah muncul berbagai kalimat yang siap dirangkai dan ditulis menjadi surat untuk Fira.
Masalahnya, beranikah ia mengirim surat lagi setelah kejadian yang dilihatnya kemarin pagi?
Buat tidak buat tidak buat tidak? Hati Satya berperang dengan pikirannya sendiri. Kalau buat surat lagi, pasti sia-sia karena akan langsung dirobek seperti kemarin .... Sepertinya saya berhenti saja.
Walau begitu, jauh dalam hati kecilnya, Satya masih ingin berharap. Ia ingin berharap bahwa ia salah lihat kemarin; yang dirobek Fira adalah kertas coret-coretan lama yang ditinggalkan kakak kelas pemilik bangku sebelumnya. Atau amplop kosong yang entah bagaimana ketinggalan di situ dan sudah terlalu kotor untuk digunakan lagi.
Satya masih ingin berharap, tapi apakah ia berani mengambil risiko jika suratnya dirobek lagi?
Satya memejamkan mata, lalu bernapas dalam-dalam sambil menghitung untuk menenangkan pikirannya.
Satu.
Dua.
Tiga.
Satya membuka mata, lalu menulis lagi. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat-Surat Satya [COMPLETED]
Short StorySatya tidak pandai bicara. Mencari bahan pembicaraan dengan teman saja susah, apalagi untuk ngobrol dengan Safira, gadis anggota Paskibra sekolah yang diam-diam disukainya. Satya tidak pandai bicara. Maka ia pun memilih untuk melakukan apa yang ia b...