7 - Robek

79 14 5
                                    

Satya menyusuri koridor sekolah dengan malas sambil sesekali menguap. Hari ini ia datang kepagian—sangat kepagian. Siapa coba yang mau datang ke sekolah pukul 05.50 pagi kalau tidak ada urusan apa-apa?!

Ini semua gara-gara Salma, adiknya yang masih SMP, harus sampai di sekolah pukul 05.30 untuk bersiap-siap karena kelasnya akan berangkat study tour. Sebenarnya datang pukul 6 pun juga tidak apa-apa, tapi Salma ngotot harus datang lebih awal karena ia ketua kelas dan banyak yang harus dicek ulang. Jadilah Satya yang bertugas mengantarnya setiap hari yang kena imbasnya.

Satya menyeret kakinya malas. Saya harus ngapain, ya, untuk membuang waktu? tanyanya pada diri sendiri. Otak saya belum bisa dipakai belajar kalau masih sepagi ini. Apa saya tidur lagi saja, ya?

Kakinya mendadak berhenti saat Satya melewati jendela kelas. Ternyata sudah ada Fira di dalam. Satya sudah membuka mulutnya untuk menyapa—namun diurungkannya niat itu karena tampaknya gadis itu sedang sibuk mengamati sesuatu di tangannya.

Satya memicingkan kedua matanya untuk melihat lebih jelas apa yang ada di tangan Fira. Ternyata ia sedang memegang ... sebuah amplop?! Ya Tuhan, setelah beberapa kali mengirim surat baru kali ini Satya melihat Fira akan membacanya secara langsung! 

Jantung Satya berdentum-dentum di dalam sangkar iganya. Kira-kira bagaimana reaksi Fira? Apakah pipinya akan memerah seperti dalam cerita-cerita romantis? Apa ia akan tertawa karena suratku kemarin terlalu aneh? Apakah ia akan mengernyitkan dahi karena jijik? 

Deg. Deg. Deg. Rasanya lama sekali Fira hanya mengamati amplop itu saja. Satya sampai gemas dibuatnya. Aduh, cepat baca, dong, Fira! Saya kan pingin tahu reaksi kamu bagaimana.

Fira memegang amplop itu dengan kedua tangannya, lalu—breet!—dirobeknya surat itu menjadi dua dengan sekuat tenaga. 

Jantung Satya seolah-olah berhenti berdetak. Bahkan tidak dibaca?

Seolah-olah dirobek jadi dua saja tak cukup, Fira melanjutkan membantai amplop itu seisinya hingga tersisa potongan kertas kecil-kecil. Kemudian dibuangnya potongan-potongan kertas itu di tong sampah kecil di pojok kelas.

Hati Satya mencelus. Nyaris saja ia jatuh terduduk di koridor depan kelas. Jadi selama ini ... nasib surat-suratnya ....

Apakah ini artinya ia sudah tidak punya harapan sama sekali? []



Surat-Surat Satya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang