Cerai

2.4K 94 1
                                    

Di malam yang dingin karena hujan deras dan angin menerpa kota, kami duduk berhadapan di meja makan yang panjang, dia duduk di ujung sana, aku duduk disini menatapnya, tidak ada emosi apapun di wajahnya, hanya ketidak pedulian padaku.

"Nyonya, ini adalah surat perceraian yang tuan minta dari saya, nyonya bisa membacanya lalu menandatanganinya."

Aku mengambil selembar surat itu, sangat pendek surat cerai ini, disana tertulis bahwa sebelum menikah seluruh harta adalah miliknya dan dia tidak akan memberikan ku apapun, ada rasa sakit di dada ini, bukan karena tidak mendapatkan hartanya tapi tidak mendapatkan perhatiannya, apakah 2 tahun pernikahan ini tidak ada artinya untuknya, bukan, apakah aku tidak dicintai sedikit pun?

"Baik." Aku menandatangi surat cerai itu.

Pengacara menatapku dengan pandangan yang sedikit aneh, mungkin dia tidak mengira aku akan semudah ini menyetujui perceraian ini.

"Nyonya, semua barang berharga yang diberikan oleh tuan juga harus ditinggalkan."

"Baik." Aku sudah pernah hidup susah, lalu apa yang harus aku khawatirkan jika harus susah lagi?

Pengacara melihatku dengan pandangan anehnya, mungkin dia tidak mengira aku akan semudah ini.

Aku melangkah pergi menuju kamar.

"Nyonya, mulai besok nyonya harus pergi meninggalkan villa ini."

"Baik. Tolong katakan pada klien anda, dia juga harus mengembalikan semua milikku dahulu."

Aku menatapnya, aku masih berharap ada sedikit penyesalan di matanya tapi yang aku dapatkan hanya ketidak pedulian, ahh hatiku mengapa kamu berharap terlalu banyak?

"Oke." Hanya itu jawaban singkatnya.

Yang aku miliki sebelum menikah hanya sebuah rumah kecil dan sawah di kampung ku dulu, ketika ayahku menggadaikan sertifikat tanah aku tidak tahu, lalu ayahku meninggal dan sertifikat itu sudah dilelang dan dia membelinya. Hanya itu hartaku.

Sambil menata barang-barang milikku yang sedikit ini, aku memandangi foto pernikahan kami. Pernikahan kontrak kami, semua hanya sandiwara. Aku tersenyum getir, harusnya aku tidak membawa perasaanku dalam sandiwara ini.

Kami menikah kontrak karena aku butuh sertifikat tanah milik ayahku dan uang untuk pengobatan ayah saat itu, dan dia butuh status menikah karena neneknya menginginkan dia menikah dengan ku.

Aku pernah bertanya pada nenek kenapa beliau ingin aku menikah dengan cucu kesayangan nya itu, beliau hanya berkata kalau beliau ingin cucunya berubah. Apakah aku mampu mengubah sifat atau sikapnya? Nyatanya 2 tahun ini aku tidak dianggap sebagai istrinya. Tidak dianggap keberadaan ku.

Sekarang nenek sudah meninggal, tidak ada yang membelaku lagi di keluarga ini, tidak ada yang perduli lagi padaku. Aku sebatang kara sekarang ini.

Ahh hatiku, kamu harus kuat, jangan sesak, jangan menangis, sudahlah hatiku... Aku memotivasi diriku sendiri.

Aku membawa foto pernikahan kami, aku hanya ingin membawanya sebagai kenangan.

Selama 2 tahun pernikahan kami, dia tidak pernah menyentuh ku, kecuali bulan lalu, saat kami menginap di rumah nenek, nenek memberikan kami minuman perangsang sehingga terjadilah hal-hal itu, berkali kali kami melakukannya, selama 3 hari berturut-turut. Nenek memang luar biasa, ahh aku merindukan nenek.

Nenek, ayah, ibu yang tenang ya disana, tidak usah kuatir dengan kami, Bian sudah bertemu dengan cinta pertamanya dulu, mungkin mereka akan menikah dan hidup bahagia selamanya. Aku akan kembali ke desa, bertani, dan akan kembali bernyanyi di kafe, kalau masih ada yang memberi pekerjaan itu.

Aku tidak menunggu besok untuk pergi dari villa milik Jan Biantara, malam itu juga aku ke stasiun Gambir dengan uang yang masih aku miliki aku membeli tiket kereta ke Yogyakarta.

Aku tahu dia melihat kepergian ku, aku tahu itu, tapi dia tidak menghentikan ku, bahkan tidak untuk mengucapkan selamat tinggal. Sigh, sudahlah Gendis, jangan terlalu berharap. Aku berpamitan pada kepala pelayan, aku berterimakasih atas kebaikannya merawatku selama ini, aku tidak bisa memberikan hadiah apapun, aku hanya bisa berterimakasih. Aku berdiri di depan kamar Bian, aku berpamitan sebentar dari luar kamarnya tanpa.

"Mas Bian, saya pamit, terimakasih untuk semuanya." Tidak ada jawaban dari sudut sana. Ahh... Sudahlah.

Kawin Kontrak : Dalam Miskin Dan Kaya? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang