Aku merenungkan hal ini, sampai membuatku tidak bisa tidur. Anak-anak akan sangat terjamin hidupnya jika bersama ayahnya, mereka bisa mendapatkan segalanya yang terbaik. Lalu bagaimana dengan ku? Ahh, aku tidak bisa hidup tanpa anak-anak, mereka nyawaku. Tapi, kalau mereka bersamaku, mereka hanya akan... Ahh, entahlah...
-tok tok tok tok-
"Gendis aku mau bicara." Bian memanggilku, apa yang ingin dibicarakannya selarut ini.Aku membuka pintu kamar dan membiarkannya masuk.
"Kamu belum tidur?" Dia melihat ke arah ranjang yang masih rapi, aku memang belum menyentuh kasur.
"Belum. Ada apa?"
"Orang tuaku ingin bertemu anak-anak besok."
"Ya, aku akan keluar sebentar besok. Beritahu aku kalau mereka sudah pergi."
Aku tidak ingin bertemu dengan keluarganya, terutama ibunya, dia sangat membenciku, aku sudah muak mendengar hinaannya, sebaiknya aku tidak bertemu dengannya.
Aku bangun kesiangan, saat bangun, mereka sudah sarapan. Aku memperhatikan mereka dari atas, senyum bahagia terukir di wajah anak-anak juga wajah Bian. Banyu yang biasanya susah makan, sekarang aku lihat dia makan dengan lahap, karena semua makanan favoritnya ada di hadapannya. Ahh, aku seharusnya bahagia kalau anak-anak bahagia, tapi yang aku rasakan adalah rasa sakit didada, aku tidak bisa memberikan mereka hal-hal seperti ini setiap hari, aku merasa kecil, sangat kecil.
"Ibu..." Air melambaikan tangan kecilnya padaku.
"Maem Bu."
Aku mengangguk mengiyakan ajakannya.
"Ibu ibu, aku maem banyak Bu, maem apel, bubur ayam, donat, hebatkan aku Bu?" Banyu sangat senang dengan makanannya.
"Iya hebat, makannya pelan-pelan nanti tersedak nak." Aku mengusap rambutnya, syukurlah kalau kamu bisa bahagia.
"Ibu mau makan apa? Air ambilkan."
"Uhh baik banget putri ibu yang paling cantik ini, emh ibu mau kopi aja, sama donat aja deh."
"Oke, Air buatkan kopinya, no sugar."
"Sip." Aku tersenyum memandang gadis kecilku yang lebih dewasa dari usianya.
"Air, kamu duduk saja, minta tolong bibi buatkan kopi untuk ibu." Mas Bian bicara sambil membaca koran.
"Tapi..."
"Iya, Air duduk saja." Aku tersenyum ke arah Air, aku lupa, ini rumahnya, harus mengikuti aturannya.
Kami sarapan dengan tenang, anak-anak sudah selesai dan mulai bermain sepeda di halaman belakang.
"Orang tua mu datang jam berapa kira-kira?" Aku bertanya pada Bian yang masih membaca koran.
"Saat makan siang nanti."
"Baik." Aku beranjank dari meja makan, dan memperhatikan anak-anak bermain sebentar, lalu mandi dan berganti pakaian.
"Ibu mau pergi?" Air bertanya.
"Iya, ibu ada sedikit urusan. Kalian di rumah ya, nanti ada nenek dan kakek yang ingin bertemu, jadi kalian harus jadi anak yang baik, jangan nakal, jaga bicaranya, oke?"
"Oke Bu..."
"Kenapa ibu ga ikut ketemu sama nenek kakek?" Banyu bertanya sambil mengendarai sepeda roda 4 nya.
"Ibu kan ada urusan, kamu ga denger apa?" Air yang menjawab.
"Denger, tapi maksud Banyu tuh..."
"Udah denger ya ga usah nanya dong!"
Anak-anak ini benar usia 5 tahun ga sih? Kenapa bisa pinter ngomong begini?
"Sudah sudah, kalian sama ayah ya, ibu pergi sebentar kok."
Aku kecup kening mereka, tersenyum lembut, dan pergi meninggalkan villa.
Aku berjalan kaki menuju jalan besar, karena ini lingkungan elit maka tidak ada angkot yang lewat, aku pergi tanpa tujuan, aku tidak punya teman di kota ini, jadi aku memilih untuk pergi ke taman umum, duduk santai sambil membaca buku.
Buku sudah habis kubaca tapi hari masih terang. Ngapain lagi ya? Aku pergi ke coffee shop memesan sepotong roti dan secangkir kopi hitam.
Aku memikirkan nya lagi, memikirkan haruskah anak-anak aku serahkan hak pengasuhan mereka pada Mas Bian? Tapi sekali lagi, hatiku menolak. Aku harus bisa membuat sebuah usaha yang bagus, aku harus bisa menyejahterakan anak-anak seperti Mas Bian. Tapi mulai dari mana? Bagaimana? Aku hanya tahu bertani dan bernyanyi, aku belum pernah berbisnis besar.
-tring- suara WA masuk. Dari mas Arka.
Mandor lagu: kamu masih di Jakarta?
Aku : masih mas, kenapa?
Mandor lagu: kalau kamu bisa, Sabtu ini bantu temanku, penyanyi nya sakit, kamu gantiin bisa? Sekalian main piano, soale crew nya kurang. Bayarane sip pokoke.
Aku: siap mas. Kasih lokasinya aja mas, sama dress code nya apa.
Lumayan dapet objekan manggung. Aku selalu senang bernyanyi dan bermain musik, terasa seakan hati ini bebas tanpa beban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin Kontrak : Dalam Miskin Dan Kaya?
RomanceGendis seorang gadis sederhana yang harus menikah kontrak dengan Jan Biantara seorang Presdir perusahaan besar demi sertifikat tanah milik ayahnya yang tergadaikan. Jangan pernah membawa perasaan dalam sandiwara. Cover by : Valentina ongke