Senyum terukir disudut bibirku, aku sangat menyukai melihat anak-anak tertidur lelap, seraya tak ada beban dalam hidup ini. They so sweet.
Air Bandiani dan Banyu Gesang, sepasang anak kembar ku. Mereka adalah semangat hidupku, anak perempuan dan lelaki ku yang paling aku cinta. Aku memberinya nama Air dan Banyu (red. Air dalam bahasa Jawa) aku berharap mereka bisa seperti air, mengalir tanpa batas, Air Bandiani atau air kesejukan semoga anak ini kelak bisa menjadi kesejukan bagi dirinya sendiri juga bagi orang-orang disekitar nya. Banyu Gesang atau air kehidupan aku berharap anak lelaki ku ini bisa menjadi sumber penghidupan bagi dirinya sendiri dan juga orang lain.
Itu hanya harapanku, aku akan berusaha membesarkan mereka dengan baik, semaksimal yang aku bisa.
Melihat mereka aku jadi teringat masa lalu, bagaimana dua monster kecil ini bisa hadir dalam kebahagiaan ku.
Dulu kami hanya menikah kontrak, aku mengenal Mas Bian karena almarhum ayah menggadaikan sertifikat tanah pada pegadaian, lalu ayah meninggal tanpa aku tahu bahwa beliau menggadaikan sertifikat itu. Lalu tiba-tiba pihak pegadaian memberitahukan perihal lelang, wah aku kebingungan, aku tidak bisa membayar sebanyak itu, lalu Mas Bian membelinya.
Aku menemuinya, tapi yang pertama aku temui adalah almarhum nenek Mas Bian yang tinggal di Yogya, singkat cerita beliau memintaku menikahi cucu kesayangannya, awalnya aku menolak tapi Mas Bian menawariku pernikahan kontrak sampai batas waktu yang kami sepakati lalu kami akan bercerai.
Hanya saja selama 2 tahun bersamanya, aku jatuh cinta padanya, walau dia dingin padaku, tapi dia baik dan sangat menghargai ku, dia memberikanku banyak hadiah, aku pikir dia menyukai ku juga, tapi ternyata itu hanya pencitraan di depan nenek.
Kami tidak pernah bersentuhan, bahkan kami seperti orang asing dalam satu rumah, hanya ketika dua bulan sebelum perceraian kami, kami menginap di rumah nenek, lalu nenek memberikan kami obat perangsang seksual, jadilah kami melakukan hubungan suami istri untuk pertama kalinya saat itu, ahh, berkali-kali kami melakukannya, bahkan setelah hari kedua dan ketiga di rumah nenek, kami masih melakukannya padahal sudah tidak diberi obat itu.
Aku kira dia mulai mencintaiku, tapi ternyata setelah nenek meninggal, dia menceraikan ku, karena sudah tidak ada nenek maka tidak ada lagi yang membelaku di keluarga itu.
Aku kembali ke desaku di Kulonprogo Yogyakarta, ayahku meninggalkan sebidang tanah dan sawah yang cukup luas. Sawah aku sewakan dengan harga murah, lalu sebagian lagi aku buat kebun bawang merah, kadang bagus harga jualnya kadang anjlok.
Aku tahu hamil saat sedang menanam benih bawang merah, aku merasakan gejala itu, pusing yang amat sangat, badan meriang, mual, muntah, dan ternyata aku hamil.
Mbok Inem, yang bekerja membantuku mengelola kebun, beliau yang mendiagnosa pertama kali, kalau mungkin aku hamil. Ternyata aku memang hamil.
Hamil anak kembar bukan perkara gampang, terlebih aku sendiri, tidak ada yang menemani ku, aku sering nangis karena kelelahan tapi tidak ada yang memijat ku saat alat pijat elektrik rusak, aku sering kram kakinya saat tengah malam, itu sangat sakit sekali, aku sampai sempat terkena baby blues saat anak-anak baru lahir, beruntung ada Mbok Inem dan Bude Rini yang menolongku membantu merawat anak-anak tanpa upah.
Dan sekarang mereka sudah 5 tahun, Air lebih cerdas dan kritis, dia seperti ayahnya dingin dan berbicara seperlunya, sedangkan Banyu seperti aku lebih banyak bicara, mudah berteman, dan bakat seni musik menurun padanya. Banyu sudah bisa main gitar diusia 3 tahun, Air sudah bisa membaca di usia 3 tahun, tanpa aku ajari, beruntung nya aku.
Sekarang Mas Bian tahu kalau dia punya anak kembar, apa dia akan merebut nya dari ku? aku takut... Aku takut kehilangan anak-anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin Kontrak : Dalam Miskin Dan Kaya?
RomanceGendis seorang gadis sederhana yang harus menikah kontrak dengan Jan Biantara seorang Presdir perusahaan besar demi sertifikat tanah milik ayahnya yang tergadaikan. Jangan pernah membawa perasaan dalam sandiwara. Cover by : Valentina ongke