Saat aku kembali ke villa, hari sudah gelap, aku pikir anak-anak sudah tertidur, tapi ternyata mereka menungguku. Mereka bercerita bagaimana kakek dan nenek mereka menyayangi mereka, mereka dibelikan banyak mainan, pakaian yang mahal, sepatu yang bagus, dan diajak ke taman bermain yang harga tiketnya tidak mampu aku beli. Anak-anak terlihat antusias dan bahagia sekali. Aku senang karena mereka senang, tapi aku juga merasa resah karena ketakutan akan kehilangan anak-anak semakin besar.
Anak-anak tertidur setelah bercerita banyak. Aku kembali ke kamarku, berdiri di balkon menatap langit malam, mataku sudah buram karena air yang aku tahan agar tidak menetes. Tapi aku tak mampu, aku menangis sebisaku, aku tutup mulutku agar tidak bersuara.
Aku merasakan tangan kecil memeluk kakiku.
"Air, belum bobo sayang?"
"Ibu kenapa menangis?"
"Ibu kelilipan tadi, malah ibu kucek-kucek jadi sakit matanya." Anak perempuan ku yang perhatian, aku tahu dia merasakan apa yang terjadi denganku, dia anak yang sangat pintar.
"Ibu, aku tidak suka sama nenek."
"Hah, kenapa?"
"Karena nenek tidak suka sama ibu, jadi aku tidak suka padanya."
"Apa yang membuat Air berpikir kalau nenek tidak suka sama ibu?"
"Karena nenek berkata kalau ibu bukanlah ibu yang baik buat kami. Air tidak suka nenek, ibu adalah yang terbaik, Air tidak mau punya ibu yang lain."
Aku peluk anakku.
"Ibu nya Air ya cuma Ibu Gendis yang manis ini... Iya kan? Ga ada yang akan gantikan ibu. Ya?"
Air memelukku.
"Air bobo sama ibu ya?"
"Iya, ayo bobo."
Pagi ini aku memasak sarapan, aku sudah bosan dengan menu sarapan yang ada di villa ini, aku membuat nasi goreng tempe pete favorit anak-anak.
Banyu bangun paling awal, dia sudah membantuku mengupas bawang dan mencuci sayuran. Banyu suka sekali nasi goreng tempe pete.
Air juga sudah bangun, dia membantu menata meja makan, semua pelayan aku suruh istirahat sebentar biar anak-anak yang melakukannya.
Mas Bian bangun langsung menuju meja makan, dia menikmati pelayanan anak-anak, Air membawakannya teh dan koran.
"Terimakasih Air." Mas Bian membelai rambut Air.
Pemandangan yang indah aku pikir, jika kami benar-benar keluarga. Tapi, realitanya kami hanya mantan. Ahh yang penting anak-anak punya ayah yang menyayangi mereka.
"Ayah, nasi goreng buatan ibu paling enak loh yah." Banyu duduk disebelah ayahnya.
"Banyu suka makan nasi goreng?"
"Suka, apalagi buatan ibu ada petenya."
"Hahahaha..." Mas Bian tertawa lepas, mereka bercanda, Mas Bian dengan asik mendengarkan semua celotehan anak-anak.
Yah, aku yakin anak-anak akan baik-baik saja dengan ayah mereka.
Nasi goreng sudah jadi, aku sudah menatanya dengan cantik di piring.
"Selamat makan, Banyu Air jangan lupa berdoa dulu."
"Iya Bu." Aku tersenyum karena anak-anak sangat patuh pagi ini.
Kami makan dengan tenang, aku perhatikan Mas Bian juga makan dengan lahap itu artinya masakanku enak. Aku tersenyum, selama kami menikah dulu, belum pernah dia memakan masakan ku. Kenapa mikirin yang dulu sih? Udah deh mbak, move on!
"Ibu, nanti sore nenek ajak kami jalan-jalan."
"Oh iya? Ya pergilah, ibu sore ini ada kerjaan, mungkin pulang sedikit larut."
"Kerjaan?" Mas Bian menatapku dengan pertanyaan nya. Ada sedikit marah di matanya.
"Iya, show."
"Masih aja kerja begitu!" Sinis banget nadanya. Memangnya kenapa kerja 'begini'? Ga usah dibahas deh, ada anak-anak.
Sore hari aku sudah bersiap-siap kerja. Karena mau kerja 'begitu' ya, jadi harus cantik maksimal ya, aku kemarin beli gaun hitam berkilau, tanpa lengan, tapi pundak dan dada tertutup, hanya bagian punggung terlihat sedikit karena belahan v dibelakang, gaunnya panjang dengan belahan sedikit tinggi, dan high heels yang aku bawa cocok dengan gaun dan make up ku.
"Waw... Ibu cantik sekali..." Air memuji aku.
"Terimakasih."
"Cantik dong ibu nya siapa dulu, Banyu..." Banyu dengan bangga memukul dadanya. Lalu memeluk kakiku.
"Kalau Om Rifky lihat pasti langsung ajak foto, trus di upload di IG pake hastag #calonistri." Banyu emang paling bisa membual.
"Siapa Om Rifky?" Bian bertanya dengan nada dingin sedikit marah aku rasa.
"Itu loh yah, fans nya ibu, orangnya baik yah, Banyu sama Air sering dijajanin. Ayah, ibu cantik ga?"
Bian melihatku dari atas sampai bawah ke atas lagi.
"Biasa aja." Kaya gini biasa aja? Minus berapa tuh mata? Colok juga nih!
"Ibu pergi dulu ya."
Aku mengabaikan tatapan mata dingin Bian yang membuat aku merinding.
Aku tiba di restauran Bianca's, restauran mewah, customer nya dari kalangan kelas atas, lalu bertemu dengan Mas Ditto temannya Mas Arka. Aku hanya perlu bermain piano dan bernyanyi, mereka menyiapkan daftar lagu yang biasa disukai pengunjung. Aku mempelajarinya sebentar, sebelum tampil. Mas Ditto juga memperingatkan dengan customer yang genit, aku harus bisa menahan diri sekalipun marah, yah semoga aja sih ga ada yang aneh.
Sudah 2 jam aku bermain piano dan menyanyikan beberapa lagu, aku istirahat sebentar, bergantian dengan Mas Ditto. Aku duduk di tempat yang sudah disiapkan untuk kami, aku minum air mineral dan menikmati beberapa kudapan.
Aku melihatnya, Bian dengan seorang wanita, cantik, sedang makan di meja lantai atas, aku bisa melihatnya jelas dari tempatku ini. Sedikit penasaran apa yang sedang mereka bicarakan, kenapa wajahnya cerah seperti itu, belum pernah dia bicara dengan wajah seperti itu padaku.
Sigh, aku memalingkan wajahku, kenapa juga aku harus peduli padanya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin Kontrak : Dalam Miskin Dan Kaya?
RomanceGendis seorang gadis sederhana yang harus menikah kontrak dengan Jan Biantara seorang Presdir perusahaan besar demi sertifikat tanah milik ayahnya yang tergadaikan. Jangan pernah membawa perasaan dalam sandiwara. Cover by : Valentina ongke