Gendis: Orang Asing

1.9K 99 0
                                    

Jangan lupa dikasih bintang dan di add ke perpustakaan kamu ya

Pagi ini semua anggota band sudah terbang kembali ke Yogyakarta. Sementara aku dan anak-anak akan pulang dengan kereta ekonomi, karena aku membawa anak-anak jadi agar cukup ongkos perjalanan kami maka ongkos tiket pesawat aku minta lalu aku belikan tiket kereta ekonomi, lumayan masih ada sisa dan bisa buat jajan anak-anak.

Setelah cek out dari hotel, di lobby hotel kami diberhentikan oleh asisten Jan Biantara, aku masih hafal dengan wajahnya.

"Nyonya, Tuan ingin bertemu dengan anak-anak. Mari ikuti saya."

"Tapi kami akan segera pulang, kami akan ketinggalan kereta jika berlama-lama disini. Ayo nak, ikut ibu."

Dua bodyguard besar-besar datang dan mencegah kami. Astaga, apakah seperti ini perlakuanmu pada kami Bian? Aku terpaksa mengikuti mereka, takut kalau sampai ada keributan.

Kami menuju villa Jan Biantara, villa yang sudah 6 tahun aku tinggalkan. Kepala pelayan menyapaku dengan hangat, dia terkejut melihat anak-anak ku, lebih tepatnya monster-monster kecil ini.

Anak-anak sangat senang melihat villa ayahnya, sangat luas dan cantik, ada kolam renang juga yang membuat mereka semakin bersemangat.

"Ibu, ini rumah ayah?" Banyu bertanya dengan mata berbinar-binar.

"Iya."

"Banyu mau disini Bu, kita main-main disini dulu ya Bu, Banyu mau berenang boleh?"

"Emh..." Belum juga selesai menjawab, dia sudah berlari kearah lain dan berteriak.

"IBU DISINI ADA GRAND PIANOOO BUUU... IBUUU DISINI ADA PEROSOTAN..." dan sebagainya dan sebagainya.

"Banyu, jangan teriak-teriak!"

"APA BUUUU?" heddeh anak itu.

Air selalu ada didekatku, dia tidak mudah nyaman dengan tempat baru, dia akan observasi dulu kalau dia berkenan baru dia akan menjadi dirinya sendiri.

Jan Biantara berjalan mendekati kami. Dia menatap Air dengan lembut penuh kasih, tidak seperti tatapan nya padaku.

"Hai Air, kamu suka rumah ayah?"

"..." Air tidak menjawabnya.

"Air kalau ditanya harus menjawab!" Aku jewer telinga anak nakal ini.

"Aduuh sakit ibu, aku kan ga boleh bicara sama orang asing Bu...!" Air protes padaku.

Jan Biantara menatapku dengan sinis, merasa jengkel karena anaknya menyebutnya orang asing.

"Air, kita sudah membahas ini kan sayang, ini ayah mu, kamu harus memanggilnya ayah."

"..." Air tetap diam.

"Air..." Nadaku sedikit tinggi.A

"Ya ibu, hai ayah, aku tidak suka rumah ayah." Anak ini! Persis seperti ayahnya, dingin dan menyebalkan.

"Maaf, Air hanya tidak mudah nyaman dengan tempat baru."

"Air, kamu bisa menemani Banyu bermain, ayah ingin berbicara dengan ibu."

"..." Air menatapku, menunggu perintah dari ku.

"Pergilah sebentar nak." Aku membelai kepalanya, menenangkannya

"Ya ibu."

Banyu dan Air bermain di kolam renang.

"Air dan Banyu tinggal disini." Dia langsung to the point.

"Hah apa?" Aku masih memperhatikan anak-anak saat dia bicara.

"Kamu dengar, aku tidak suka berkata dua kali." Nada bicara ini, seperti biasa dingin dan tidak bisa dibantah.

"Air dan Banyu akan tinggal bersamaku." Begitu jawabku, maaf tuan, untuk urusan anak-anak aku tidak akan takut.

"Kamu boleh tinggal disini, dengan mengikuti peraturan ku." Cih, apa-apaan dia.

"Aku tidak bermaksud tinggal disini, yang aku maksud anak-anak tinggal bersamaku dimanapun aku berada!" Jawabku dengan serius.

"Kamu sudah bisa membantah rupanya, kamu ingat aku tidak suka dibantah."

Aku tersenyum getir.
"Maaf tuan, anda tidak punya hak memerintah saya."

"Ibu... Ibu ibu ibu..." Pembicaraan kami terpotong, aku mengganti ekspresi wajahku didepan anakku, aku tidak ingin mereka tahu bahwa kami tidak baik-baik saja.

"Banyu jangan lari, licin nak."

-bruk-

Baru juga dibilangin, ini anak udah kepleset aja.

"Tuan muda tuan muda..." semua pelayan ketakutan dan kebingungan sementara si monster kecil itu hanya meringis dan tertawa. Banyu segera berdiri dan berlari lagi ke arahku.

"Banyu! Jalan!" Banyu langsung jalan karena ibu sudah berkacak pinggang.

"Ibu kan sudah bilang, kalau habis main air jangan berlarian." Banyu segera memeluk pinggang ku dan bergelayut manja.

"Cuma kepleset Bu, nda sakit og, Ibu ibu ibu ibu Banyu laper..."

"Banyu mau makan apa?" Bian bertanya dengan lembut pada anaknya.

"Ayah, Banyu mau makan.... Emhhh Pizza boleh?"

"Boleh.."

"Boleh? Aaaaahhh Makasih ayah." Banyu segera memeluk ayahnya, aku lihat Bian tersenyum, aku belum pernah melihatnya tersenyum seperti itu.

Ya, kalau anak-anak bersamanya kehidupan mereka akan terjamin, kalau Banyu minta pizza padaku pasti akan langsung ku tolak karena harganya terlalu mahal buatku. Tapi...

"Mulai sekarang anak-anak tinggal denganku." Kata-katanya sangat lugas dan tak terbantahkan.

Mulai sekarang?

"Apakah perasaan ku tidak berarti bagimu?" Aku menunduk kan kepalaku mencoba mencari keberanian ku dan berkata seperti ini.

"Aku mengandung dan merawat mereka selama ini, aku terbiasa dengan mereka, mengapa sekarang aku harus menyerahkan mereka padamu?"

"Karena aku ayah mereka, aku juga berhak dan berkewajiban atas kehidupan mereka."

"Lalu bagaimana dengan ku? Mereka adalah yang berharga bagi ku, apakah kamu pikir aku akan memberikan harta berharga ku pada mu begitu saja?"

"Gendis, dengar, aku tidak akan mengambil mereka darimu, aku ingin mereka tinggal disini. Kalau kamu mau tinggal disini, silahkan, tapi ikuti peraturan ku."

Aku terdiam, masih berpikir apa yang harus aku lakukan. Tidak mungkin dia akan membiarkan kami pergi sekarang juga.

"Baiklah, aku akan tinggal disini bersama anak-anak untuk sementara waktu, tapi aku tidak ingin bertemu dengan anggota keluargamu, dengan siapapun yang berhubungan dengan mu."

Dengan istri, tunangan atau pacar mu. Aku tidak berani bertanya dia sudah menikah atau belum, takut, takut kalau aku tidak bisa menerima kenyataan.

"Oke. Masuklah, kamar kalian sudah disediakan."

Kawin Kontrak : Dalam Miskin Dan Kaya? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang